Mengenal L.Kohlberg
Lawrence Kohlberg, lahir di Bronxville, New York, Amerika Serikat, pada tanggal 25 Oktober 1927. Ia pernah menjabat sebagai profesor di Universitas Chicago dan juga di Universitas Harvard.
Kohlberg mendaftar di Universitas Chicago pada tahun 1948. Dan pada saat itu, hasil dari ujian masuknya sangat tinggi, lalu ia menyelesaikan kuliahnya dan memperoleh gelar sarjana dalam psikologi dalam hanya kurun waktu satu tahun.
Tetapi Kohlberg tetap bertahan di Universitas Chicago untuk melanjutkan ke program pasca-sarjana pada kuliah psikologi dan ia juga tertarik dalam hal penalaran moral anak-anak dan karya-karya awal Jean Piaget dan yang lain-lainnya yang berkaitan dengan perkembangan psikologi.
Dan akhirnya ia menulis disertasi untuk gelar doktoralnya disana pada 1958, yang nantinya akan memberikan gambaran dari apa yang kini dikenal sebagai tahap perkembangan moral Kohlberg.
Ia juga terkenal atas karyanya dalam pendidikan, penalaran, dan tentunya dalam hal perkembangan moral. Ia juga merupakan pengikut dari teori perkembangan kognitif Jean Piaget, dalam karangan milik Kohlberg selalu mencerminkan dan juga sampai memperluas karya para pendahulunya. Karyanya ini telah diperluas dan dikembangkan oleh sejumlah pakar, seperti tokoh Carol Gilligan (salah satu Ahli psikolog).
Pengertian Moral
Moral pada umumnya didefinisikan oleh para ahli psikologi sebagai sikap dan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang yang membantu orang tersebut untuk memutuskan apa yang benar dan salah (Hook, 1999). Dan konsep moralitas itu sendiri dapat terpengaruhi oleh aturan dan norma-norma budaya di lingkungan yang dimana seseorang tersebut dibesarkan, sehingga sudah tertanam dalam diri dan pikiran orang tersebut.
Moralitas bukanlah merupakan bagian dari “perlengkapan standar”pada saat seseorang dilahirkan, karena seseorang dilahirkan tanpa moral (Hook, 1999).
Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa moral yang dimiliki seseorang bukan berasal dari saat dia lahir melaikan sesuatu yang awal tidak ada lalu menjadi ada lalu berkembang seiring bertambahnya usia.
Piaget berpendapat bahwasanya moralitas berkembang melalui tiga tahapan yakni amoral, heteronomi, dan otonomi. Tahap Amoral tampak pada anak yang baru lahir sampai usianya mencapai dua tahun yang dimana ia masih belum memiliki kesadaran atas adanya aturan yang dapat mengendalikan aktivitas mereka.
Selanjutnya pada tahap Heteronomi, anak memandang bahwa peraturan merupakan hukum dari luar yang bersifat suci, karena telah ditetapkan oleh orang dewasa.
Kemudian pada usia 8 tahun, anak mulai memasuki tahap yang dinamakn tahap otonomi, di mana anak tersebut sudah mampu mamandang peraturan sebagai sesuatu keputusan yang bebas dan memandang bahwa peraturan harus dihormati karena telah dibuat dan disepakati bersama.
Teori Perkembangan Moral Kohlberg.
Perlu diulangi bahwa teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg merupakan pengembangan dari teori struktural-kognitif yang telah dilakukan Piaget sebelumnya, dari dasar tersebut Kohlberg berpendapat bahwa setiap individu pasti melalui “urutan berbagai tahapan" atau bisa disebut invariant sequence of stages, diman tiap-tiap tahap tersebut memiliki tanda yang berupa struktur mental khusus atau distinctiveI lalu diterapkannya dalam penalaran moral.
Berdasarkan dari penelitian Kohlberg, ia mengidentifikasikan enam tahapan yang dibagi menjadi tiga level perkembangan pemikiran moral. Yang awalnya ada 6 tahap lalu dikelompokan lagi menjadin 3 bagian, dan bagian_bagian tersebut adalah:
1.Tahap Pra- Konvensional.
Anak tidak memiliki gambaran tentang aturan-aturan atau standard moral, moralitas anak cenderung kepada akibat fisik yang diterimanya dari pada akibat dari psikologis dan cenderung pada rasa patuh kepada pemberi otoritas, sehingga moral anak tersebut berdasarkanpada hal-hal yang diperintahkan dan dilarang oleh otoritas tersebut.
Tahap 1 : Orientasi patuh dan takut hukuman, pada tahap pertama seseorang hanya melakukan perbuatan baik hanya semata-mata agar tidak dikenakan hukuman jadi seseorang tersebut menganggap perbuatannya baik apabila ia memperoleh imbalan atau tidak mendapat hukuman. Maka sebaiknya tingkah laku anak dapat diarahkan untuk mendapatkan imbalan tersebut dan menghindarkan larangan- larangan yang nantinya akan memberinya hukuman.
Tahap 2 : Orientasi naif egoistis/hedonisme instrumental. Pada tahap ini, seseorang menghubungkan apa yang dianggapnya baik berkaitan dengan kepentingan, minat dan kebutuhan dirinya sendiri Seseorang menganggap yang benar apabila kedua belah pihak mendapat perlakuan yang sama, yaitu saat memberikan kebutuhan-kebutuhan sendiri dan orang lain.
2.Tahap Kovensional.
Ciri pokok pada tingkat ini adalah suatu tindakan yang dianggap baik apabila memenuhi harapan-harapan orang lain di sekitarnya, jadi dalam sifat ini menggambarkan moral yang memiliki pemikiran yang royal dan sikap ingin menjaga.
Tahap 3: Orientasi anak yang baik, Dalam tahap ini, moral anak yang baik, anak yang dapat menyesuaikan diri dengan peraturan yang ada untuk mendapatkan persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik dengan orang di sekitarnya.
Tahap 4: Moralitas pelestarian otoritas dan aturan social. Dalam tahap ini kebenaran diartikan sebagai penjunjung tinggi pada hukum yang telah disetujui bersama. Disini individu tersebut yakin bahwa apabila kelompok sosial menerima peraturan yang sesuai bagi seluruh anggota kelompok tersebut, maka mereka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu agar mereka terhindar dari kecaman dan ketidak setujuan sosial.
3.Tahap Pasca konvensional.
Pada tahap ini nilai-nilai moral sudah diartikan terlepas dari otoritas dan juga dari suatu kelompok, terlepas dari apakah individu menjadi anggota kelompok atau tidak. Individu berusaha untuk memperoleh nilai-nilai moral yang lebih baik yang nantinya akan lebih diakui oleh masyarakat luas dan juga menjadi hak milik pribadinya.
Tahap 5: Moralitas Kontrak sosial dan hak-hak individu. Dalam tahap ini kebenaran didapatkan individu melalui pertimbangan hak-hak individu yang memiliki sifat umum dan telah dibahas oleh masyarakat tersebut secara kritis. peran masyarakat masih diperlukan karena nilai-nilai pribadi masih dianggap relatif. Pada tahap ini suatu peraturan dapat diubah demi kesejahteraan masyarakat karena suatu keadaan karena dalam tahap ini kemaslahatan bersama adalah prioritas.
Tahap 6: Moralitas prinsip-prinsip individu. Dalam tahap ini kebenaran didasari oleh kata hati sendiri atau biasa disebut dengan hati kecil yang mengandung pertimbangan dan pemahaman yang logis dan prinsip menyeluruh seperti misalnya pada keadilan, persamaan hak-hak asasi manusia dan penghormatan terhadap martabat manusia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H