Istilah masyarakat sipil sudah lama dikenal di Indonesia dengan sebutan yang berbeda-beda. ada masyarakat madani sebagai gambaran masyarakat ideal yang menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, hukum, Iman, dan ilmu. Ada juga masyarakat warga yang menekankan bahwa masyarakat yang ideal bersifat independen dan sangat membatasi keterlibatan negara dalam menjalani aktivitasnya.Â
Tidak hanya istilah, dalam keseharian wujud masyarakat sipil pun sudah lama dikenal di tanah air sebut saja kegiatan sosial seperti rembuk desa, gotong royong, arisan dan dapur umum untuk membantu korban bencana alam.Â
Konsep masyarakat sipil terus berkembang dan menjadi perdebatan hangat. pada awalnya tokoh seperti Aristoteles dan Hegel, Melihatnya sebagai wujud tatanan kehidupan yang membangunkan pasar, negara dan masyarakat dalam satu kesatuan.
Komaruddin Hidayat dan Azyumari Azra. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Hidayatullah Jakarta dan The Asia Foundation, 2006, hal. 302-325
Lalu tatanan ini mulai Seiring berjalannya perkembangan zaman. Jurgen habermas selalu melihat terjadinya pemisahan dalam kesatuan itu, YAPPIKA organisasi aliansi masyarakat sipil untuk demokrasi mendefinisikan masyarakat sipil sebagai sebuah arena diluar keluarga negara dan pasar dimana orang-orang berkelompok untuk mendorong kepentingan bersama.Â
Definisi ini diambil dari CIVICUS sebuah organisasi nonprofit internasional di bidang penguatan partisipasi masyarakat. Definisi ini adalah konsep terkini mengenai masyarakat sipil.
Ronny Malelak. APA DAN BAGAIMANA INDEKS MASYARAKAT SIPIL, Panduan Praktis Memahami Indeks Masyarakat Sipil. Jakarta: YAPPIKA, 2014
Walaupun keluarga, pasar, dan negara terpisah, mereka tetap dapat berinteraksi cara masuk ke dalam ruang publik yang disebut arena masyarakat sipil. Seperti yang dapat dilihat sistem masyarakat berubah pada setiap konsep tetapi keberadaan masyarakat sipil dalam setiap bentuk itu tidak dapat dielakan.Â
Masyarakat sipil bentuknya macam-macam, misalnya organisasi petani dan nelayan, Yayasan dalam bidang kesehatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi nonpemerintah, organisasi hobby seperti mendaki gunung, pengumpul perangko, bahkan sekelompok orang yang sedang beraksi merespon isu sosial politik.Â
Penting bagi kita untuk menyadari potensi masyarakat sipil di awal keberadaannya sangat berpengaruh dalam kehidupan berdemokrasi.
keberadaan organisasi masyarakat sipil dibutuhkan agar sistem demokrasi di Indonesia berjalan menuju kondisi ideal. organisasi masyarakat sipil berperan aktif mengajak warga untuk; misalnya mengubah kebijakan publik, menegakkan nilai-nilai seperti antikorupsi, memberdayakan perempuan, dan mendorong akuntabilitas di sektor swasta.
Tahun 2012 lahirlah kesepakatan Busan di Korea Selatan, forum internasional yang membahas efektivitas dana bantuan internasional. Forum Ini menghasilkan sebuah pengakuan tingkat internasional atas keberadaan masyarakat sipil dengan memandangnya bukan hanya sebagai alat pembangunan, tetapi juga tujuan akhir pembangunan itu sendiri.
The Busan Partnership for Effective Development Co-operation (https://www.oecd.org/development/effectiveness/busanpartnership.htm)
Indonesia pun telah menempatkan posisi pemberdayaan organisasi masyarakat sipil dalam rencana pembangunan jangka menengah 2010-2014. YAPPIKA mengukur tingkat kesehatan masyarakat sipil dengan menggunakan sebuah alat yang diadaptasi dari CIVICUS bernama indeks masyarakat sipil di singkat IMS.Â
Pengukuran IMS tingkat nasional telah dimulai sejak tahun 2002 dan lokal sejak tahun 2004. tingkat kesehatan masyarakat sipil penting untuk diukur karena bermanfaat meningkatkan pengetahuan terhadap realitas masyarakat sipil di suatu wilayah, juga membangun visi bersama tentang pentingnya masyarakat sipil dalam mendorong perubahan positif.
Tahun 2012 YAPPIKA atas dukungan akses tahap 2 melakukan pengukuran IMS di 16 kabupaten dan kota di provinsi Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
Ronny Malelak. APA DAN BAGAIMANA INDEKS MASYARAKAT SIPIL, Panduan Praktis Memahami Indeks Masyarakat Sipil. Jakarta: YAPPIKA, 2014
Ada 4 dimensi pengukuran Struktur, Lingkungan, Nilai, dan dampak. Hasil IMS 2012 banyak positifnya, dalam dimensi struktur, hubungan antar aktor dalam masyarakat sipil semakin kuat. Menghidupkan kembali Posyandu, organisasi masyarakat sipil di tingkat Desa sekarang aktif melakukan pengawasan pelayanan publik atau terlibat dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa.Â
Pada dimensi lingkungan, berbagai faktor luar yang mendukung perkembangan masyarakat sipil ditandai oleh dialog yang membaik dalam penyusunan indikator kemiskinan lokal, penyusunan perda dan Alokasi Dana Desa.Â
Sedangkan faktor penghambatnya terkait praktik kebebasan dan hak-hak dasar di mana warga masih sulit mengakses dokumen seperti Perda, anggaran pendapatan dan belanja daerah serta informasi layanan publik.Â
Contoh dimensi nilai yaitu nilai-nilai yang dipraktikkan dan didorong bersama, transparansi meningkat karena terbukanya informasi keuangan kelompok-kelompok masyarakat di desa. Praktik nilai-nilai kesetaraan gender juga dikembangkan baik dalam internal organisasi, maupun dalam ranah mendorong kebijakan yang berperspektif gender.Â
Peningkatan dimensi dampak juga terjadi, banyak kegiatan masyarakat sipil yang mempengaruhi kebijakan di tingkat Desa hingga Kabupaten.Â
Misalnya kelompok penerima pengaduan dan pemantauan pelayanan publik dan kelompok usaha bersama. Dampak positif bahkan terlihat di tingkat nasional. upaya masyarakat sipil mendorong demokratisasi dalam berbagai aspek pembangunan.Â
Misalnya, dalam rangka antikorupsi, mengawasi kerja parlemen, memperjuangkan kesejahteraan buruh, dan menentang peraturan yang mengekang sektor masyarakat sipil. Serta kelompok kader yang mampu terlibat aktif dalam perencanaan pembangunan desa.Â
Dengan bersatu menyuarakan aspirasi bersama organisasi masyarakat sipil dapat mempengaruhi kebijakan publik. Untuk berkembang masyarakat sipil butuh ruang gerak yang leluasa dan kondusif, ironisnya ruang gerak masyarakat sipil semakin menyempit dengan lahirnya beberapa kebijakan yang mengekang seperti undang-undang Ormas, undang-undang Ormas berpotensi menimbulkan suatu definisi yang salah, seolah-olah semua organisasi masyarakat sipil adalah Ormas.
Padahal seharusnya guna kebijakan dan peraturan adalah menjamin tumbuh kembangnya masyarakat sipil yang lebih sehat untuk demokrasi yang lebih baik. Selayaknya dan sepantasnya kita dukung terus keberadaan masyarakat sipil.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI