Pada amandemen kedua ini, hal yang berubah signigikan adalah terkait syarat-syarat kewarganegaraan serta peluasan hak asasi manusia dari 3 poin menjadi 13 poin.
Perubahan ketiga terjadi pada tanggal 9 November 2001, juga masih dalam nuansa penambahan pasal baru. Beberapa pasal juga ditambahkan ayat yang berbunyi "Ketentuan lanjutan mengenai pasal ini diatur dalam Undang-Undang".
Hal yang signifikan ialah terkait Pilpres, misalnya menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, Presiden adalah orang Indonesia asli, dan bahwa Capres dan Cawapres sudah jadi WNI sejak lahir.
Perubahan keempat terjadi pada tanggal 10 Aguatus 2002, perubahan yang signifikan adalah terkait status MPR serta hak Presiden membentuk dewan pertimbangan. Sempat juga muncul usulan agar mengubah pasal 29 ayat 1 yang berbunyi "Negara berdasarkan atas ketuhanan Yang Maha Esa" dengan menambahkan 7 kata dibelakangnya yaitu "...Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".
Namun, usulan tersebut ditolak. Amandemen keempat ini juga menambahkan dua ayat di pasal 33 terkait pengelolaan kekayaan alam di Indonesia. Hal yang kemudian belakangan sering dikritik oleh banyak pihak.
4 Amandemen tersebut setidaknya mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia. MPR misalnya, bukan lagi pemegang kekuasaan tertinggi melainkan rakyat Indonesia, MPR juga bukan lagi lembaga tertinggi negara.
Sistem ini juga membuat ketatanegaran Indonesia mirip dengan yang ada di Amerika Serikat dengan sistem presidensial. Parlemennya pun bersifat bikameral dengan DPR dan DPD di dalamnya mirip dengan House Of Representatives dan Senat di AS.
Amandemen-amandemen UUD 1945 memang juga tidak lepas dari kontroversi dan isu yang ada di seputarnya, beberapa di antaranya adalah terkait keterlibatan pihak asing lewat LSM. Salah satu lembaga yang sempat disebut adalah National Democratic Institute for International Affairs atau NDI. Hal ini salah satunya diungkapkan oleh politisi PDIP Amir Aryoso yang menyinggung pendanaan dari NDI tersebut sekalipun kala itu PDIP disebut terbelah terkait pandangan ini, beberapa sumber lain juga menyebutkan bahwa DPR/MPR kala itu mendapatkan bantuan hingga 1 juta dolar terkait amandemen UUD 1945 dari United Nations Development Programme atau UNDP.
Hal tersebut tentu masih belum termasuk dengan dugaan keterlibatan lembaga-lembaga multilateral seperti IMF, ada dugaan bahwa amandemen UUD 1945 yang pernah terjadi di Indonesia adalah terkait dengan beragam Letter of Intent dari IMF. Selain itu, ada unsur interest group dari kepentingan aktor-aktor politik yang ada disekitar pembahasan wacana amandemen ini.
Mereka bisa saja memiliki agenda-agenda tersendiri yang ingin diwujudkan lewat perubahan UUD 1945. Dengan demikian, patut dicurigai bahwa wacana amandemen UUD 1945 yang kini bergulir tidak berdiri sendiri. Beberapa pihak memang menyebutkan perubahan UUD 1945 diperlukan untuk memperkuat sistem presidensial. Namun, sebagian yang lain juga menyinggung adanya "jual-beli" kepentingan yang bisa saja membuat wacana ini jauh dari kepentingan rakyat.
Lalu, bagaimana menurut kalian?