Pro kontra amandemen UUD 1945 masih menjadi topik utama pasca pemilu 2019, MPR telah menyetujui dua panitia AD HOC yang sejak 2018 lalu disahkan untuk tujuan tersebut. Berbagai isu yang mencuat adalah terkait bagian mana dari UUD 1945 itu yang akan di amandemen. Atau jangan jangan ingin agar presiden dipilih lagi oleh MPR seperti di era Orde Baru. Faktanya jika disetujui maka ini akan menjadi amandemen kelima terhadap UUD 1945.
Setelah disahkan pada 18 Agustus 1945, UUD 1945 memang mengalami pasang surut. Baik dalam pelaksanaannya, maupun terkait perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya. Antara tahun 1945 sampai 1949, UUD 1945 belum sepenuhnya dilaksanakan. Pasalnya, Indonesia baru merdeka dan fokus pemerintahan baru yang terbentuk adalah untuk mempertahankan kemerdekaan.
R.M.A.B. Kusuma, (2004) Lahirnya Undang Undang Dasar 1945 (The Birth of the 1945 Constitution)
Pasca pengakuan kedaulatan di tahun 1949, Indonesia yang berbentuk negara federasi memberlakukan Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi ini kemudian digantikan oleh Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950. UUDS 1950 yang jauh berbeda dibanding UUD 1945 ini dipakai untuk mengisi kekosongan dan menunggu dipilihnya anggota Konstituante pada Pemilu 1955.
Butt, Simon; Lindsey, Timothy (2018). Indonesian Law.
Karena Konstituante yang dipilih tak kunjung menghasilkan konstitusi baru, Soekarno akhirnya mengeluarkan Dekrit pada 5 juli 1959 yang salah satu isinya adalah memberlakukan kembali UUD 1945.
Sekretariat Negara Republik Indonesia (1975) 30 Tahun Indonesia Merdeka: Jilid 2 (1950--1964)
Sayangnya, UUD 1945 yang ada belum mengatur batasan kekuasaan presiden. Akibatnya, produk konstitusi ini menjadi alat legitimasi kekuasaan. Bahkan di era Soekarno sempat muncul usulan untuk menjadikannya sebagai Presiden Seumur Hidup sekalipun Soekarno disebut tak setuju dengan usulan tersebut. Konteks batasan kekuasaan ini, ada dalam pasal 7 UUD 1945 yang berbunyi "Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama masa 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali".
Hal ini kemudian sangat terasa di era Orde Baru, Soeharto menggunakan pasal tersebut untuk melanggengkan kekuasaannya selama 32 tahun sebab presiden yang berkuasa bisa dipilih lagi tanpa batasan waktu. Semuanya berubah saat kekuasaan Soeharto berakhir pada 1998 dan dimulailah era amandemen UUD 1945. Perubahan pertama terjadi pada tanggal 19 Oktober 1999 di mana ada 9 pasal yang diubah . Yang paling signifikan ialah pada pasal 7 yang diubah menjadi "Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan".
Juga ada perubahan terkait kewenangan Presiden memberikan grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi serta perubahan pada pasal 20 terkait kekuasaan DPR membentuk Undang-undang.
Perubahan kedua terjadi pada tanggal 18 Agustus 2000, di mana selain ada isi pasal yang diubah namun juga ada penambahan pasal baru misalnya 28A, 28B, dan seterusnya.
Pada amandemen kedua ini, hal yang berubah signigikan adalah terkait syarat-syarat kewarganegaraan serta peluasan hak asasi manusia dari 3 poin menjadi 13 poin.
Perubahan ketiga terjadi pada tanggal 9 November 2001, juga masih dalam nuansa penambahan pasal baru. Beberapa pasal juga ditambahkan ayat yang berbunyi "Ketentuan lanjutan mengenai pasal ini diatur dalam Undang-Undang".
Hal yang signifikan ialah terkait Pilpres, misalnya menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, Presiden adalah orang Indonesia asli, dan bahwa Capres dan Cawapres sudah jadi WNI sejak lahir.
Perubahan keempat terjadi pada tanggal 10 Aguatus 2002, perubahan yang signifikan adalah terkait status MPR serta hak Presiden membentuk dewan pertimbangan. Sempat juga muncul usulan agar mengubah pasal 29 ayat 1 yang berbunyi "Negara berdasarkan atas ketuhanan Yang Maha Esa" dengan menambahkan 7 kata dibelakangnya yaitu "...Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".
Namun, usulan tersebut ditolak. Amandemen keempat ini juga menambahkan dua ayat di pasal 33 terkait pengelolaan kekayaan alam di Indonesia. Hal yang kemudian belakangan sering dikritik oleh banyak pihak.
4 Amandemen tersebut setidaknya mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia. MPR misalnya, bukan lagi pemegang kekuasaan tertinggi melainkan rakyat Indonesia, MPR juga bukan lagi lembaga tertinggi negara.
Sistem ini juga membuat ketatanegaran Indonesia mirip dengan yang ada di Amerika Serikat dengan sistem presidensial. Parlemennya pun bersifat bikameral dengan DPR dan DPD di dalamnya mirip dengan House Of Representatives dan Senat di AS.
Amandemen-amandemen UUD 1945 memang juga tidak lepas dari kontroversi dan isu yang ada di seputarnya, beberapa di antaranya adalah terkait keterlibatan pihak asing lewat LSM. Salah satu lembaga yang sempat disebut adalah National Democratic Institute for International Affairs atau NDI. Hal ini salah satunya diungkapkan oleh politisi PDIP Amir Aryoso yang menyinggung pendanaan dari NDI tersebut sekalipun kala itu PDIP disebut terbelah terkait pandangan ini, beberapa sumber lain juga menyebutkan bahwa DPR/MPR kala itu mendapatkan bantuan hingga 1 juta dolar terkait amandemen UUD 1945 dari United Nations Development Programme atau UNDP.
Hal tersebut tentu masih belum termasuk dengan dugaan keterlibatan lembaga-lembaga multilateral seperti IMF, ada dugaan bahwa amandemen UUD 1945 yang pernah terjadi di Indonesia adalah terkait dengan beragam Letter of Intent dari IMF. Selain itu, ada unsur interest group dari kepentingan aktor-aktor politik yang ada disekitar pembahasan wacana amandemen ini.
Mereka bisa saja memiliki agenda-agenda tersendiri yang ingin diwujudkan lewat perubahan UUD 1945. Dengan demikian, patut dicurigai bahwa wacana amandemen UUD 1945 yang kini bergulir tidak berdiri sendiri. Beberapa pihak memang menyebutkan perubahan UUD 1945 diperlukan untuk memperkuat sistem presidensial. Namun, sebagian yang lain juga menyinggung adanya "jual-beli" kepentingan yang bisa saja membuat wacana ini jauh dari kepentingan rakyat.
Lalu, bagaimana menurut kalian?
Setujukah kalian jika UUD 1945 diamandemen lagi?
Berikan pendapatmu mengenai topik bahasan kali ini di kolom komentar ya, terimakasih!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H