Mohon tunggu...
Akhmad Sekhu
Akhmad Sekhu Mohon Tunggu... wartawan - profesional

Akhmad Sekhu lahir di desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, besar di "Kota Budaya" Yogyakarta, kini hijrah ke "Kota Gelisah" Jakarta, yang insya Allah dalam hidupnya ingin selalu berkarya. Menulis berupa puisi, cerpen, novel, esai sastra-budaya, resensi buku, artikel arsitektur-kota, kupasan film-musik, telaah tentang televisi di berbagai media massa, juga banyak mengerjakan penulisan buku biografi karier dan kisah kehidupan, kini bekerja sebagai wartawan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Semangat dalam Sepucuk Surat

19 Oktober 2009   23:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:35 2539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Jaga adikmu baik-baik. Demikian isi sepucuk surat yang selalu membuat Nayna semangat. Semangat belajar di sekolah dan juga tetap semangat kerjakan semua pekerjaan rumah. Anak SMU itu tampak semangat kerjanya melebihi anak seusianya, bahkan kebablasan mengorbankan waktu sekolahnya, tapi ia menjalani penuh keikhlasan sehingga tak jadi beban, betapa semua dijalani apa adanya.

Bangun tidur jauh sebelum beduk subuh ditabuh, Nayna harus segera pergi ke pasar untuk belanja kebutuhan keluarga. Kakinya yang mungil tampak lincah berlarian kecil menempuh perjalanan ke pasar yang cukup jauh. Dari rumahnya yang tempatnya terletak menjorok ke dalam di sebuah kawasan kampung kumuh. Sebuah rumah yang seperti berada di kedalaman gua yang sangat gelap dan pengap, di antara sela petak-petak rumah yang begitu padat penduduk, berjejalan, dan amat penuh sesak.

Pergi di pasar, ia berjalan kaki. Tak ada uang lebih jadi ia harus berjalan setengah berlari, tepatnya berlarian kecil agar secepatnya ia dapat sampai ke pasar. Dengan uang belanja seadanya yang diberikan sang ayah yang kerja serabutan, ia pun harus bisa menawar sayur-sayuran di pasar yang harganya semakin membumbung tinggi, meski harga BBM sudah, tapi harga sembako tetap membumbung tinggi seperti tak terbendung.

Karena suntuk memikirkan harga sembako dan saking terburu-buru berlarian pergi ke pasar, Nayna terantuk batu dan kemudian jatuh sehingga tiga logam seratusan rupiah terlepas dari genggaman tangannya dan kemudian pelan tapi pasti menggelinding hingga sampai jatuh ke dalam got.

“Aku harus bisa mendapatkan uang itu kembali, tekadnya dalam hati, betapa memang kemudian ia berusaha keras mengambilnya, meski tak mudah karena ternyata jatuhnya di got yang dalam dan juga hitam sehitam langit yang masih tak lepas dari pelukan sang malam.

Begitu susah-payah tangan mungilnya merogoh got untuk mencari uangnya yang jatuh, sampai seorang pemulung yang kebetulan lewat tak tega melihatnya sehingga tergerak ikut membantu mencarikan uang itu. Usaha yang sangat keras dengan bantuan pemulung tak sia-sia karena akhirnya uangnya berhasil ditemukan yang tampak begitu hitam kental bercampur dengan kotoran got yang belepotan.

“Terima kasih, Bang, ucap Nayna sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan pemulung.

“Sama-sama, Neng, kata pemulung menerima jabatan tangan dengan senyum penuh keramahan. “Kalau jalan hati-hati ya, Neng.

“Iya, Bang, sekali lagi terima kasih atas pertolongannya, ujar Nayna sambil berbisik dalam hati, semoga pemulung itu mendapat pahala dari Tuhan karena mau menolong dirinya dari kesulitan mencari uang yang jatuh di got.

Segera setelah itu, Nayna langsung buru-buru masuk ke dalam keramaian pasar yang letaknya tak jauh dari tempat itu.

Di pasar, Nayla dikenal sebagai anak kecil yang paling pandai menawar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun