Mohon tunggu...
Akhmad Mustaqim
Akhmad Mustaqim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akhmad Mustaqim panggilan paling sederhana dilakukan oleh seorang untuk bisa hidup manusia pada umumnya

Akhmad Mustaqim panggilan paling sederhana Mas Akhmad, suka belajar serta tantangan baru.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aku Ingin Berdusta Melalui Puisi

8 Januari 2022   08:44 Diperbarui: 8 Januari 2022   08:45 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENGGIGIL

ibu, demam kini menyelimuti terus menggigil
tak bermaksud memanggil pasti
kecuali hanya bergumam rindu kepadamu

ibu, wajahmu yang samar di balik tirai Tuhan, dan mungkin tuan-tuan baik hingga lupa
bahwa pernah ada di rahim segumpal darah merah suci
bahwa bukti ada bapak yang menyiramkan liang surgamu, berupa mani yang manis jadi tangis
sekarang

menggigil terus di hati tak henti-henti
tlah kuukir setiap doa, 24 tahun lamanya
hanya amin selalu ramai dan damai berdebar

melaui puisi sudah
menelaui doa sunyi yang susah
hanya melalui ingatan tentang itu yang indah
mudah membencimu
dan saban lebaran tiba ku memanggil dalam hati dengan tabah

Foto:amd
Foto:amd
Pundak
:kepada Lutfi

Saat semua terlelap
mata-mata kosong
negara masih ramai
dan sunyi dipunguti

Agar lampu terang
sebab terang itu baik
mesti kaki _wes_ bengkak
dan dua mata tak melihat
daun berserakan

Di bumi, batu-batu gelap
dan hanya pundak kasar itu
tempat tenang bersadar
selamat malam 2022

SEBUAH AMPLOP DARI SEKOLAH


ia yang merunduk saat menerima amplop dari sekolah. tak pernah berharap isinya kabar baik atau buruk. hanya saja tak pernah berurusan dengan yang khusus. dan saat merem matanya terasa gelap dan tak bersahabat, tak melihat terang, sedangkan kaki masih ingin terus berjalan.

kimi perempuan berumur 14 tahun memandang kakaknya yang giat belajar, malah ia ingin memutuskan tuk belajar, lantaran ingin membantu bapaknya yang sedang kesulitan mencari jalan rejeki
dan tak pernah berpikir masa depan akan jadi masa lalu buruk, ataupun baik. ia terus saja bertahan sambil berjalan menahan cerca, yang pantas diterima, sebab amplop dari sekolah bukan membuat tawa.

di pinggir jalan yang selalu memandang, kalau harapan selalu memberi jalan sampai tujuan. saat di jalan sambil diam bertanya pada diri yang suaranya tak dapat didengar sebab angin membawa kemana-mana, sambil membisikkan kepada diri sendiri "semoga amplop ini ajaib, tipis atau tebal ketika dibuka melahirkan bahagia yang kepanjangan, dan semua merasakan!"

saat memandang foto bapaknya yang masih muda, dengan tubuh kekar, ia berpikir sambil berbisik dengan hati "kenapa ku tetap begini saja, apakah bapak yang kuat keliru merawatku." pernyataan yang mendapat konklusi melahirkan aksi, patut dipahami hati dan memahami tentang perjuangan nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun