Psikolog Lewis Terman, yang terkenal dengan studinya tentang pendidikan berbakat, memperluas pandangan Galton tentang anak-anak berbakat untuk memasukkan IQ tinggi.Â
Pada awal 1900-an, Terman dan seorang guru, Lulu Stedman menetapkan bahwa anak-anak berbakat didefinisikan sebagai anak-anak dengan IQ 140 atau lebih.Â
Namun, pada tahun 1920-an, psikolog Leta Hollingworth menyarankan ada batasan untuk menggunakan IQ sebagai satu-satunya prediktor untuk bakat. Hollingworth mengamati bahwa anak-anak berbakat mungkin menunjukkan tanda-tanda bakat di beberapa area, tetapi tidak di area lain.
Hollingworth mengusulkan bahwa pengasuhan rumah dan lingkungan sekolah merupakan faktor penting untuk mengembangkan potensi anak berbakat.Â
Pada tahun 1926, melalui buku yang berjudul Gifted Children: They Nature and Nurture memunculkan istilah berbakat digunakan untuk mengacu pada anak-anak yang berpotensi tinggi.
Cara kita mendefinisikan istilah bakat sangat bergantung bagaimana kita mengadopsi konsep berbakat itu sendiri.Â
Jika kita menggunakan gaya Galton, maka kita akan percaya bahwa bakat akan terlihat pada usia dewasa dan itu sifatnya turun temurun. Sedangkan konsep Terman membawa kita pada skor IQ di atas 140 dianggap sebagai prediktor utama bakat.Â
Sedangkan pandangan Hollingworth, bagaimanapun, menyebabkan definisi yang lebih luas lagi, termasuk potensi masa kanak-kanak yang harus dipelihara agar dapat dikembangkan di masa dewasa.
Saat ini, istilah berbakat lebih umum digunakan untuk menggambarkan seorang anak yang menunjukkan bakat luar biasa dalam satu atau lebih bidang tertentu.