Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Psikologi Predator Seksual

24 Desember 2021   15:14 Diperbarui: 27 Desember 2021   11:43 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kekerasan seksual | Sumber: Shutterstock

Memahami Pelaku-Korban Kekerasan Seksual

Bukan hanya di Indonesia, kekerasan seksual merupakan isu global. Sementara para ilmuan terus melakukan riset untuk menemukan penyebab dan kemungkinan solusinya, data kasus kejahatan seksual terus bertambah. 

Statistik mengajarkan kita, bahwa jika dilihat dari sisi korban, perempuan muda dan juga anak-anak adalah subjek yang paling rentan. Sedangkan dari sisi pelaku, data menunjukkan bahwa kejahatan seksual mayoritas dilakukan oleh orang yang telah dikenal korban. Mulai dari keluarga, pacar, teman, tetangga, kenalan dan juga guru. Hal tersebut mengajarkan pada kita bahwa hampir tidak ada tempat yang paling aman bagi sosok rentan.

Ilustrasi kekerasans eksual | gambar dari www.centre.edu
Ilustrasi kekerasans eksual | gambar dari www.centre.edu

Meskipun benang merah data pelaku dan korban telah mulai gamblang terlihat, hal tersebut belum cukup membantu para ahli untuk merumuskan strategi pencegahannya. 

Perdebatan tentang motif di balik pelaku serta atribut kepribadian khusus pelaku kekerasan seksual menjadi hal yang paling menarik dibahas. 

Di barat, gerakan feminisme pada dekade 1960-an mengubah paradigma dunia tentang bagaimana korban pemerkosaan diperlakukan, mereka tidak lagi ditertawakan, diabaikan, atau disangkal oleh institusi budaya.

Setelah itu, pada tahun 1975, Susan Brownmiller menerbitkan buku Against Our Will, sebuah buku yang membawa wacana kejahatan seksual ke arah baru. 

Melalui buku tersebut, Brownmiller berusaha untuk membingkai ulang pemerkosaan sebagai masalah politik: perwujudan, dan alat penegakan, kebencian patriarki. 

"Anatomy is destiny," kata Sigmud Freud yang menegaskan bahwa laki-laki diuntungkan bukan hanya oleh konstitusi biologis --lebih besar dan kuat dibandingkan perempuan, tetapi juga dengan penghargaan akan agresivitas dan dominasinya.

Banyak perempuan lebih memilih laki-laki yang dominan sebagai pasangannya. Inilah konstruksi serasi dominasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun