Kota Malang menjadi berita utama karena korupsi yang membabat hampir semua anggota dewan. Secara tidak sengaja, saya menemukan apa yang sekarang menjadi headline hampir pada semua media nasional ternyata telah diprediksi sendiri oleh Wali Kota Malang saat itu, Moch. Anton.
Adalah Republika yang (secara tidak sengaja) mengabadikan prediksi super akurat tersebut. Pada paragraf ke empat berita yang diberi judul "Kota Malang Rencanakan Pembangunan Islamic Center" saya menemukan petikan wawancara yang secara luar biasa menggambarkan kejadian hari ini.
"Harapan saya kita mulai awal pembangunan yang besar ini dengan era keterbukaan dan transparansi kita ciptakan. Saya harap ada laporan terus menerus kepada masyarakat biar terbuka dan dilihat masyarakat. Jangan sampai niatan mulia untuk kemaslahatan umat ini menjadi suatu persoalan bagi kita semua" begitu kata Moch. Anton sebagai Wali Kota Malang saat meresmikan mega proyek Islamic Center seperti diliput Republika (12/7/2017).Â
Apa yang dikhawatirkan Abah Anton (panggilan akrab Moch. Anton) pada kalimat terakhir yang dinukil Republika tersebut pada akhirnya menjadi kenyataan 14 bulan kemudian.Â
Senin, 3 September 2018, 22 anggota DPRD Kota Malang ditetapkan menjadi tersangka kasus suap dan gratifikasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah-Perubahan (APBD-P) Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015.Â
Tambahan 22 orang tersebut melengkapi tersangka menjadi 40 orang (sebelumnya 18 Â orang ditetapkan sebagai tersangka pada Maret lalu). Praktis hanya tinggal 5 anggota DPRD yang tersisa di Kota Malang Hari ini, itupun 2 diantaranya bukan anggota yang menjabat sejak awal karena menjadi anggota dewan hasil Pergantian Antar Waktu (PAW). Â Artinya, sampai hari ini, hanya 3 orang yang benar-benar tidak terlibat kasus tersebut.Â
Ini jelas hal mengerikan, karena mungkin hanya Malang satu-satunya Kota di dunia ini yang tidak memiliki Walikota dan juga kehilangan 88% anggota Dewan.
Islamic Center sebagai Paradoks
Kita kembali pada pernyataan Abah Anton di atas, sekilas memang terlihat pernyataan biasa pada saat itu. Sebagai abang lambe atas berjalannya salah satu mega proyek Islamic Center di Malang. Namun ternyata setelah kejadian luar biasa ini, kita bisa mengoreksi pernyataan tersebut sebagai sebuah paradoks dan kecemasan.
Saya katakan paradoks, karena pada kalimat pertama dan kedua Abah Anton menyebut pembangunan Islamic Center sebagai 'pembangunan yang besar'.Â
Proyek ini memang mendapatkan apresiasi dari banyak pihak pada awalnya. Karena dianggap sebagai lompatan besar dalam memajukan budaya Islam di Kota Malang.Â
Sayangnya proyek ini justru diawali dari persekongkolan jahat korupsi. Inilah paradoksnya, Islam sebagi lambang keluhuran justru akan dibangun dengan sesuatu yang tidak luhur, korupsi.
Kecemasan dan Prediksi Rambu Lalu Lintas Abah Anton
Pada sisi lain, tiga kalimat yang dikutip Republika tersebut juga menunjukkan kecemasan. Alurnya seperti rambu lalu lintas, hijau, kuning dan merah. Kalimat pertama terlihat seperti hijau, karana seperti optimisme.Â
Saya nukilkan lagi, "Harapan saya kita mulai awal pembangunan yang besar ini dengan era keterbukaan dan transparansi kita ciptakan." Optimis bukan? Saya melihat kalimat kedua ("Saya harap ada laporan terus menerus kepada masyarakat biar terbuka dan dilihat masyarakat.") Â sebagai sebuah anjuran kehati-hatian yang itu sama saja seperti fungsi lampu kuning dalam rambu lalu lintas.
 Yang kemudian diakhiri dengan kalimat yang sarat dengan kecemasan "Jangan sampai niatan mulia untuk kemaslahatan umat ini menjadi suatu persoalan bagi kita semua". Inilah kecemasan dan lampu merahnya.
Sayangnya kita baru bisa menganalisa dengan tepat setelah semuanya telah menjadi bubur (tersangka korupsi KPK). Coba ada ahli yang waktu itu juga menafsirkan dengan tepat, sepertinya kejadian hari ini jalannya akan sedikit berbeda haha.