Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menakar Dosis Pujian untuk Anak-anak Kita

10 April 2018   12:28 Diperbarui: 10 April 2018   12:55 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada prosesnya subjek kemudian dipisah menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok diberikan perlakuan yang berbeda. Mereka dinyatakan mampu menyelesaikan 80% soal permainan. Satu kelompokdiberikan pujian karena mereka pintar (atau pujian atas hasil yang mereka dapatkan) dan satu kelompok diberikan pujian atas usaha mereka (atau pujian atas usaha/proses yang mereka lakukan).

Hasilnya, anak-anak yang dipuji karena kecerdasannya (hasil) cenderung lebih memilih tugas yang membuat mereka terlihat pintar di masa depan. Sebaliknya, anak-anak yang dipuji karena usaha (proses) mereka cenderung memilih tugas yang akan membantu mereka mempelajari hal-hal baru. Artinya, pujian akan hasil akan mengarahkan anak-anak kita pada zona nyaman dan takut akan tantangan. Secara garis besar, temuan lain dari penelitian ini sangat menarik jika kita amati dan resapi secara lebih, diantaranya:

  • Dalam hal menikmati tugas, anak-anak yang dipuji karena usahanya mengatakan mereka sangat menikmati tugas yang diberikan daripada anak-anak yang dipuji karena kecerdasannya.
  • Pada tugas selanjutnya, anak-anak yang sering dipuji karena kecerdasannya cenderung tidak berani mengambil tugas beresiko bila dibandingkan dengan anak-anak yang dipuji karena usaha mereka.
  • Pada tugas selanjutnya, anak-anak yang dipuji karena usahanya menghasilkan hasil tugas/kerja yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan pujian atas kecerdasannya.
  • Mayoritas (86%) anak-anak yang dipuji karena kecerdasannya mencari dan meminta informasi tentang bagaimana rekan-rekan mereka melakukan tugas yang sama. Artinya motif pekerjaan dimasa depan lebih diarahkan untuk membandingkan diri mereka dengan orang lain, bukan motif belajar untuk mengembangkan dirinya.  
  • Berbalik dengan poin nomor 4, sebagian besar anak-anak yang dipuji karena usaha mereka justru mencari dan meminta informasi/umpan balik tentang bagaimana mereka bisa melakukan lebih baik untuk pekerjaannya.
  • Dalam hal berbohong, kelompok anak yang dipuji karena kecerdasannya melakukan kebohongan tentang tugas selanjutnya sebanyak 38%, sedangkan kelompok yang dipuji karena usaha mereka hanya ditemukan sebanyak 13%.

Mulai hargai proses

Riset di atas dan beberapa riset lain telah membantu kita untuk melihat pujian dalam persepektif yang lebih baik. Pujian bukan hanya sekedar memberikan umpan balik berupa kesenangan pada pelajar/anak-anak kita, namun lebih kompleks lagi.  Memuji anak dengan mengucapkan "kamu sangat pintar" atau "kamu sangat sekali" adalah contoh pujian yang orientasi tentang hasil. Hal tersebut tidak memberi tahu pelajar/anak untuk mengevaluasi pekerjaannya atau hal-ahal apa yang perlu mereka lakukan di masa yang akan datang.

Dengan memuji upaya mereka atas uasaha dan strategi yang mereka gunakan, kita secara tidak langsung memberikan informasi kepada mereka untuk mempertahankan hal-hal yang telah baik dan memperbaiki hal-hal yang belum maksimal. Hal tersebut saya rasa sangat brilian. Anak senang dan terus berkembang menuju potensi terbaiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun