Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menakar Dosis Pujian untuk Anak-anak Kita

10 April 2018   12:28 Diperbarui: 10 April 2018   12:55 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar diambil dari sunshinecoastdaily.com

Terdapat banyak penelitian psikologi yang dapat digunakan untuk mendukung proses pembelajaran di kelas. Sayangnya studi-studi ilmiah (akademis) tidak selalu mudah untuk diakses dan dipraktekkan dalam kelas.  Inilah masalah utamanya, penelitian dalam ranah akademis masih membutuhkan jembatan dan mediator untuk sampai pada praktisi di lapangan. Sebagai salah satu contohnya adalah bagaimana cara kita bersikap kepada pelajar saat mereka menyelesaikan tugasnya?

Kecerdasan dan apa yang telah dipercaya

Bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk berkembang adalah kepercayaan bersama yang dipercaya hari ini. Kecerdasan dipercaya bukanlah pemberian pasti yang tidak bisa lagi dirubah dan dikembangkan. Wajah pendidikan terus berubah, banyak pendekatan dan metode dikembangkan untuk menstimulasi peserta didik untuk menjadi lebih tangguh dan meningkatkan pola pikir (growth mindset/GM) mereka. Salah satu teori populer dalam pengembangan GM dipelopori Carol Dweck, profesor psikologi di Stanford University. 

Dweck menjelaskan dalam teorinya bahwa pelajar dapat mengembangkan pola pikirnya apabila mereka mendapatkan feedback yang tepat dari guru mereka. Tanggapan yang tepat dari guru menjadi hal penting dalam pembelajaran, bukan hanya untuk mengembangkan kemampuan berpikir pada pelajar, namun juga mempertahankan kinerja mereka dan mampu mengatasi permasalahan ketika terdapat perubahan. Artinya GM dapat berimplikasi bukan hanya pada cara berpikir, tapi juga emosi dan juga perilaku pelajar/anak.

Pujian dan dosis yang menguatkan mental

Positive reinforcement atau penguatan atas perilaku positif terus saja mendapatkan tempatnya dalam dunia pendidikan menggantikan model lama berupa hukuman pada hal-hal negatif. Bahkan hal tersebut mendapatkan banyak gambar meme yang mengilustrasikan kondisi pelajar zaman now dengan zaman old, bahwa pelajar zaman sekarang dianggap manja tanpa hukuman. 

Meme  tersebut sekaligus menyiratkan aura pesimis dengan langkah dunia pendidikan hari ini yang menjauhkan siswa dari hukuman. Sebagian orang berpendapat bahwa menjauhkan siswa dari hukuman akan menjadikan anak manja, alih-alih menjadi kuat dan mandiri. Namun bagaimana kita sebaiknya memberikan pujian untuk anak-anak dan pelajar yang benar-benar menguatkan mereka?

Banyak orangtua/guru yang kadung mempercayai bahwa pujian adalah hal terbaik untuk anak. Namun, sebagian lupa dosis tepat dalam memberikan pujian tersebut. Anggapan dan kekhawatiran bahwa kapasitas mental anak menjadi lemah dengan hanya memuji akan menemukan kebenarannya jika pujian diarahkan tidak pada objek yang tepat. Pujian yang ditempatkan tidak pada tempatnya akan memiliki efek yang sama buruknya dengan memberikan hukuman, karena meniadakan ruang evaluasi bagi tindakan anak selanjutnya.

Cara paling tepat untuk memberikan pujian yang relevan dengan perkembangan anak kita adalah dengan membedakan proses dan hasil. Selama bertahun-tahun penelitian psikologi diarahkan untuk meneliti hal ini, hasilnya adalah pujian akan efektif dan relevan untuk mendukung perkembangan anak jika diberikan untuk mengapresiasi usaha yang telah mereka jalankan, bukan untuk memuji kecerdasan (anak) tersebut.

Apa kata riset?

Claudia Mueller dan Carol Dweck dari Universitas Columbia telah mempublikasikan penelitiannya dalam Journal of Personality and Social Psychology tahun 1998 tentang pengaruh pujian terhadap kinerja pelajar di sekolah. Riset tersebut dilakukan pada peserta usia 9 sampai 12 tahun dengan cara memberikan permainan yang membutuhkan pemecahan masalah. 

Pada prosesnya subjek kemudian dipisah menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok diberikan perlakuan yang berbeda. Mereka dinyatakan mampu menyelesaikan 80% soal permainan. Satu kelompokdiberikan pujian karena mereka pintar (atau pujian atas hasil yang mereka dapatkan) dan satu kelompok diberikan pujian atas usaha mereka (atau pujian atas usaha/proses yang mereka lakukan).

Hasilnya, anak-anak yang dipuji karena kecerdasannya (hasil) cenderung lebih memilih tugas yang membuat mereka terlihat pintar di masa depan. Sebaliknya, anak-anak yang dipuji karena usaha (proses) mereka cenderung memilih tugas yang akan membantu mereka mempelajari hal-hal baru. Artinya, pujian akan hasil akan mengarahkan anak-anak kita pada zona nyaman dan takut akan tantangan. Secara garis besar, temuan lain dari penelitian ini sangat menarik jika kita amati dan resapi secara lebih, diantaranya:

  • Dalam hal menikmati tugas, anak-anak yang dipuji karena usahanya mengatakan mereka sangat menikmati tugas yang diberikan daripada anak-anak yang dipuji karena kecerdasannya.
  • Pada tugas selanjutnya, anak-anak yang sering dipuji karena kecerdasannya cenderung tidak berani mengambil tugas beresiko bila dibandingkan dengan anak-anak yang dipuji karena usaha mereka.
  • Pada tugas selanjutnya, anak-anak yang dipuji karena usahanya menghasilkan hasil tugas/kerja yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan pujian atas kecerdasannya.
  • Mayoritas (86%) anak-anak yang dipuji karena kecerdasannya mencari dan meminta informasi tentang bagaimana rekan-rekan mereka melakukan tugas yang sama. Artinya motif pekerjaan dimasa depan lebih diarahkan untuk membandingkan diri mereka dengan orang lain, bukan motif belajar untuk mengembangkan dirinya.  
  • Berbalik dengan poin nomor 4, sebagian besar anak-anak yang dipuji karena usaha mereka justru mencari dan meminta informasi/umpan balik tentang bagaimana mereka bisa melakukan lebih baik untuk pekerjaannya.
  • Dalam hal berbohong, kelompok anak yang dipuji karena kecerdasannya melakukan kebohongan tentang tugas selanjutnya sebanyak 38%, sedangkan kelompok yang dipuji karena usaha mereka hanya ditemukan sebanyak 13%.

Mulai hargai proses

Riset di atas dan beberapa riset lain telah membantu kita untuk melihat pujian dalam persepektif yang lebih baik. Pujian bukan hanya sekedar memberikan umpan balik berupa kesenangan pada pelajar/anak-anak kita, namun lebih kompleks lagi.  Memuji anak dengan mengucapkan "kamu sangat pintar" atau "kamu sangat sekali" adalah contoh pujian yang orientasi tentang hasil. Hal tersebut tidak memberi tahu pelajar/anak untuk mengevaluasi pekerjaannya atau hal-ahal apa yang perlu mereka lakukan di masa yang akan datang.

Dengan memuji upaya mereka atas uasaha dan strategi yang mereka gunakan, kita secara tidak langsung memberikan informasi kepada mereka untuk mempertahankan hal-hal yang telah baik dan memperbaiki hal-hal yang belum maksimal. Hal tersebut saya rasa sangat brilian. Anak senang dan terus berkembang menuju potensi terbaiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun