Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Bisnis Melalui Facebook Menjadi Pondasi Keluarga

22 Juli 2017   10:09 Diperbarui: 23 Juli 2017   09:01 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: topsy.one

Oia saya lupa. Kenapa istri saya tidak bekerja kantoran. Ingat, ini adegan khusus yang tidak bisa sembarangan ditiru di rumah Anda. Dulu sekali saat awal saya menjalin hubungan serius menuju pernikahan, saya memang memberikan syarat, salah satunya tidak bekerja di luar rumah (ngantor). Eitts...jangan mempersepsikan saya sebagai model suami yang posesif, pengekang, konservatif atau tradisional. Bukan, saya hanya ingin ada yang penuh memberikan kasih sayang sepanjang waktu kepada anak-anak saya di rumah. Alhamdulillah ada perempuan yang masih mau terbebani syarat seperti itu sekarang. Alasan itulah mengapa istri saya baru memulai usahanya pada tahun ketiga pernikahan. Alasan lainnya, mungkin kasihan sama saya yang bergaji pas-pasan haha.

Pilihan, segmentasi dan passion dalam bisnis menurut saya juga sangat penting bagi teman-teman jika ingin memulai berbisnis. Dari awal istri saya memang tipe perempuan yang menaruh minat pada busana. Waaah jangan dibayangkan istri saya suka memborong baju dan menghabiskan uang untuk berbelanja ya... Ingat, minat berbusana berbeda dengan minat berbelanja. Ituh! "Menaruh minat pada busana" adalah kata kunci keyakinan saya saat dia memutuskan untuk mengambil busana (jilbab) sebagai segementasi bisnisnya. 

Melalui minat seseorang biasanya belajar. Keinginan belajar kemudian menjadi pembeda antara minat dan obsesi. Motivasi berlipat saat belajar inilah yang mengantarkan seseorang untuk terus menerus mengkaji, menganalisis dari berbagai perspektif, inilah yang melahirkan kreativitas. Saya melihat itu semua saat istri saya memulai karirnya sebagai pengusaha sampai sekarang, dia terus berkembang karena minat belajarnya.

Keuntungan lainnya adalah saya bisa berhemat, hehe. Keuletan saat belajar tentang busana membuat saya tidak kerepotan untuk menyediakan sumber dana berlebih, istri saya sangat mahir untuk memilah, menimbang, memadupadankan busana tanpa banyak fulus.

Kali ini saya ingin menceritakaan perpaduan antara keyakinan, passion, kemauan berproses dan kreativitas. Pernah suatu ketika saat salah satu orang kepercayaan istri "mengeruk" data customer dan secara diam-diam menjajakan komoditas kepada para pelanggan setia istri tanpa sepengetahuan istri dan menggunakan merk sendiri. 

Sebagai usaha berbasis online yang baru tumbuh, data customer merupakan harta berharga. Namun aneh wal ajaib, di tengah kepanikannya, istri mendapatkan keyakinan bahwa usaha bisa ditiru, di copy paste, tetapi rezeki tidak. Sampai akhirnya karyawan tersebut terpaksa kami berhentikan. Istri tidak menuntut apapun, dia yakin usahanya tidak akan kalah dengan hal-hal curang. Katanya, "Dia boleh mencuri data customerku, tapi dia tidak bisa mencuri ideku".

Dari sanalah saya mendapatkan pemahaman akan rezeki dalam perspektif lain. Rezeki adalah soal pendekatan, soal bagaiamana kita terus mengasah teknik dan metode dalam jalur profesi kita. Apakah omset sempat terganggu, jawabannya adalah iya. Namun segmentasi konsumen busana itu berbeda dengan konsumen makanan.

Mengenali seluk-beluk konsumen adalah jalan yang diyakini istri saya sebagai jalan rezeki. Ternyata dalam bisnis kita tidak hanya dituntut untuk fasih dengan produk dan pelayanan kita, namun dinamika pasar dan konsumennya. Beberapa pelanggan yang awalnya dicuri gaet si embak mantan karyawan istri tadi akhirnya kembali. Alasannya beragam, mulai dari kualitas produk, pelayanan sampai kemampuan istri dalam menuruti arah mata angin busana.

Alhamdulillah sampai sekarang bisnis istri terus berkembang. Melebihi apa yang kita harapkan di awal saat memulainya. Anugerah terbesar bagi kami adalah dia tetap bisa bersama anak-anak 24 jam sehari baik secara psikologis maupun secara fisik. Itulah sedikit cerita saya tentang keluarga muda, keinginan untuk mandiri, dan membuka jalur rezeki. Saya paham bahwa setiap keluarga memiliki pilihan dan kisahnya masing-masing. Semoga tulisan yang super mbulet ini tidak menyusahkan teman-teman yang rela membacanya.

Lebih dari cerita di atas, kami merasakan bisnis yang kami bangun merupakan pondasi keluarga. Melalui bisnis kami berdiskusi, saling mendukung dan tidak jarang kami juga silang pendapat. Bisnis semakin mempertegas keinginan kuat diantara kita berdua, memberikan gambaran siapa diri kita dan dari sana memudahkan kita untuk saling melengkapi. 

Keluarga merupakan jalan penyatuan, dan kami menemukan banyak karakter dan jenis jalan melalui bisnis. Jalan berlubang, bercabang, jalan buntu, dan terkadang berbelok (terkadang sewaktu-waktu). Kami terus saling mengingatkan, bekerja sama, dalam perjalanan untuk tetap bisa bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun