Ramson mengerenyitkan kening, semakin bingung, tapi sebelum dia bisa bertanya lebih jauh, perempuan itu berkata, "Pak, bisa antar saya ke tempat lain?"
Sopir taksi berdarah Borneo itu mengangguk pelan, meskipun di benaknya masih menyimpan banyak pertanyaan.
"Mau ke mana lagi sekarang, Neng?"
"Ke makam di ujung Jalan Keladi Merah, Pak," jawabnya dengan suara yang semakin lirih.
Dengan hati penuh tanya, Ramson mengemudikan taksinya menuju Jalan Keladi Merah, melewati deretan rumah yang sudah tampak sepi karena malam makin melarut. Dia merasa semakin tidak nyaman, terutama dengan permintaan perempuan itu untuk diantar ke makam pada jam segini. Namun, dia tetap menuruti keinginan perempuan aneh itu dengan perasaan sedikit ngeri juga rasa ingin tahu lebih jauh.
Dan sesampainya di makam, suasana semakin mencekam. Gerimis yang tadi turun perlahan, kini berubah menjadi hujan deras. Makam itu tampak sunyi dan gelap, dengan hanya satu atau dua lampu yang menyala dari kejauhan. Ramson kembali menghentikan taksinya di depan gerbang makam.
Perempuan itu tidak langsung turun, tetapi memandang gerbang makam dengan mata yang berkaca-kaca. Wajahnya terlihat amat sendu dan muram.
"Terima kasih, Pak. Di sini saja kita berpisah," katanya pelan.
Ramson, yang merasa semakin aneh, bertanya, "Neng, apa tidak perlu saya tunggu?"
Perempuan itu menggelengkan kepala, "Tidak perlu, Pak. Terima kasih atas kebaikan Bapak."
"Kalau saya boleh bertanya, Neng ini sebenarnya dari mana?"