Mohon tunggu...
Akhmadi Swadesa
Akhmadi Swadesa Mohon Tunggu... Seniman - Menulis Fiksi

Menulis saja.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Rumah Kecil di Tepi Ciliwung (1)

17 Juli 2024   21:58 Diperbarui: 17 Juli 2024   22:55 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Akhmadi Swadesa

     KUPIKIR ada baiknya kupertimbangkan tawaran dari om Piet itu. Menempati sekaligus menjagai dua buah rumah yang baru selesai dibangun sebuah perusahaan properti, dan lantas beliau beli, tipe 27 berdempetan dua pintu, yang kosong-melompong di daerah Bogor. Tepatnya di desa Sukahati, Cibinong. Rumah itu om Piet beli sebagai investasi saja. Belum tentu dalam waktu dekat akan dia dan keluarganya tempati. Apalagi rumah om Piet yang berada di  Condet Balekambang, Jakarta Timur,  cukup besar dan berhalaman luas.


     Om Piet adalah lelaki tua yang sudah berumur nyaris tujuh puluh tahunan. Namun tubuhnya masih terlihat kekar dan kuat. Pensiun dari ASN sejak beberapa tahun lalu. Kami bertemu di sebuah warung kopi dekat setasiun KA Pasar Minggu setahun lalu. Warung kopi milik orang Padang itu menjadi langganan kami setiap pagi, ngumpul dan ngobrol bersama teman-teman di situ berjam-jam, biasanya sejak pukul tujuh pagi hingga siang jam sepuluh. Berbagai hal kami obrolkan di situ, terutama soal-soal politik. Akulah yang termuda di antara mereka.


     "Daripada kau bayar kos tiap bulan di sini. Di sana kau cuma menempati dan menjagai rumah itu saja. Lampunya tetap saya yang bayar. Sedangkan air masih pakai pompa dragon saja, karena air PDAM belum masuk. Atau kau bisa mandi dengan riang gembira di sungai Ciliwung yang jernih," kata om Piet, tempo hari.


     "Lagi pula, apa sih yang kau pikirkan? Kau itu masih sendiri, belum beristri. Anak muda seperti kau cukup ada tempat yang bisa buat tidur, yang aman dan tenang, dan kau tetap bisa menulis artikel atau cerpen tanpa memikirkan bayar sewa rumah tiap bulan," tambah om Piet lagi.


     Sejujurnya aku bersyukur dan sangat berterima kasih dengan tawaran dari om Piet itu. Hanya saja aku harus meninggalkan Jakarta, meskipun jarak Jakarta-Bogor tidaklah jauh. Yang jadi pikiranku adalah Nining, gadis kelas dua SMA, anak ibu kosku yang putih langsing dan manis itu. Yang diam-diam aku sukai. Kalau aku pindah ke Bogor, takkan kulihat lagi wajah dan senyumnya yang menawan itu.


     Namun, setelah matang dengan berbagai pertimbangan, akhirnya bulat niatku untuk meninggalkan Jakarta dan pindah ke daerah Bogor. Toh kapan-kapan aku tetap bisa pergi berkunjung ke bekas tempat kosku itu, dan bertemu Nining.

Baca juga: Masih Ada Hari Esok


     Tadi malam aku sudah bertemu dan berpamitan dengan kedua orangtua Nining. Gadis itu pun turut menyaksikan sambil nonton tivi di ruang tamu.


     "Di Bogor mah adem. Babeh yakin lu bakal betah di sono," kata ayah Nining.


     "Kalau ke Jakarta ntar, maen-maen aja lu kemari," tambah ibu Nining pula.


     "Terima kasih,  Nyak-Babeh. Terima kasih atas kebaikkannya selama ini. Saya betah bangat kos di sini, sebenarnya kagak mau pindah kalau saja teman itu nggak butuh saya untuk menjaga dan merawat rumahnya yang ada di Bogor itu," sahutku.


     Nining diam saja. Tapi perlahan dia menengok, dan pandangan kami bertemu. Aku tersenyum. Nining juga. Hanya sebatas itu. Selebihnya berlanjut dalam angan-angan.
    "Gua sayang dan cinta ama lu, Ning. Sungguh," kataku pelan, tapi hanya dalam hati.
    Om Piet mengangkat kedua jempolnya waktu keputusanku itu kusampaikan.


     "Ya. Seorang lelaki harus bisa mengambil keputusan yang tepat," kata om Piet, sambil menyerahkan beberapa anak kunci rumahnya yang akan aku tempati di Bogor itu. "Ini kunci rumahnya, dan ini uang sangu untuk kau hidup sebulan di sana. Hhm, jaga baik-baik rumah kami di sana ya?" lanjutnya om Piet seraya memasukkan amplop coklat yang cukup tebal ke dalam saku bajuku. Tentu saja aku mengucapkan terima kasih banyak.


     Om Piet menepuk-nepuk pundakku. Sementara, istrinya, tante Anna, menyaksikan dengan tersenyum-senyum.


     "Kapan kau akan berangkat ke Bogor?" tanya tante Anna.


     "Sore rencananya, Bu. Naik kereta api dulu, setelah turun di setasiun, lanjut naik mobil angkot menuju ke Cibinong dan desa Sukahati," jawabku.


     Dan hari-hari pertama keberadaanku di desa Sukahati hanyalah sibuk membersihkan serta merapikan keadaan rumah yang masih berantakan itu. Banyak potongan-potongan balok dan papan, juga onggokan pasir dan sisa-sisa semen yang membeku. Kondisi halaman depan, samping dan belakang rumah ditumbuhi semak belukar, aku bersihkan pula dengan cara membabatnya menggunakan arit.


     Aku menempati kamar tidur di bagian belakang dekat kamar mandi. Ada jendela kaca yang tidak pernah kubuka, menghadap hutan bambu betung yang lebat sekali. Kalau hari hujan disertai angin ribut, maka gemerisik dan ribut pula di hutan bambu itu. Suatu kali pernah, pada tengah malam hujan lebat turun disertai angin ribut, aku menyibak gorden jendela ingin melihat kegelapan di luar. Namun aku terkejut setengah mati dan kepalaku serasa membesar seperti tempayan. Mengapa? Di luar, di tengah hujan lebat dan berangin ribut itu, nampak berdiri sosok putih dengan rambut panjang menjuntai, menatapku dengan sorot mata merah darah, dan mulutnya menyeringai.


     Sangking kaget dan ketakutannya, aku berteriak sekuat tenaga dengan suara yang menggelegar: "Bangsat kau dedemit! Setan! Memedi! Aku tidak mengganggumu, kenapa kau ganggu aku!? Enyah kau dari hadapanku!"


     Sosok putih itu menghilang seketika. Aku yakin sekali, itu benar-benar hantu!


     Kututup gorden jendela dengan cepat. Tapi seluruh bulu di tubuhku serasa tegak berdiri, dan kepalaku tetap masih terasa membesar. Semalaman aku tak bisa tidur setelah itu.
     Jujur, selama hidupku yang kini sudah berumur dua puluh lima tahun jalan, baru kali itu aku benar-benar melihat hantu.


     Ternyata di rumah itu, pada malam-malam tertentu aku juga kerap diusik hal-hal yang berbau mistis. Kadang seperti ada seseorang yang menggelindingkan bola besi di atas lantai ubin dan menyentuh daun pintu kamar yang kutempati. Itu berkali-kali terjadi. Tatkala aku bangun untuk memeriksa, ternyata di lantai ubin dan di muka pintu kamarku tak kutemukan apa-apa. Di malam yang lain, saat tertidur pulas aku mendadak terbangun karena terdengar seperti ada seseorang yang sedang memompa air dengan pompa dragon itu, dan menampungnya ke dalam ember. Ketika aku periksa dengan mengarahkan sorot lampu senterku ke setiap sudut, hanya kesunyian sarat misteri yang kudapat.


     Suatu malam yang lain, rasanya aku baru saja tertidur, tatkala aku merasa ada yang menindih tubuhku hingga aku sukar bernapas. Selintas-lintas di mataku terlihat sosok yang menakutkan sangat dekat dengan wajahku. Aku kaget dan terbangun. Lantas kudengar ada suara petikan gitar akustik dari  ruang tamu, diiringi suara nyanyian sendu yang tidak jelas kata-katanya. Ketika aku setengah berlari ke ruang tamu dan menyalakan lampu, suara gitar dan nyanyian itu hilang begitu saja, dan memang tidak ada siapa-siapa di ruang tamu itu.


     Tidak jauh dari rumah milik om Piet yang aku tempati, sedang dibangun komplek perumahan Pemda Bogor, terdiri dari rumah tipe 21, 27, 36 dan 45. Karena aku orangnya mudah bergaul, sebentar saja aku sudah banyak punya kenalan para pekerja bangunan di situ. Dan akhirnya aku diajak ikut bekerja meski hanya sebagai kenek saja. Tugasku mengaduk semen, dan mengantar adukan semen itu dengan dua buah ember kecil kepada tukang yang mengerjakan pemasangan batako, memplester dinding, dan memasang ubin. Namun itu hanya berlangsung sekitar dua bulanan saja, setelah itu aku diterima bekerja di sebuah lembaga pendidikan menjadi pegawai tata usaha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun