Suatu malam yang lain, rasanya aku baru saja tertidur, tatkala aku merasa ada yang menindih tubuhku hingga aku sukar bernapas. Selintas-lintas di mataku terlihat sosok yang menakutkan sangat dekat dengan wajahku. Aku kaget dan terbangun. Lantas kudengar ada suara petikan gitar akustik dari  ruang tamu, diiringi suara nyanyian sendu yang tidak jelas kata-katanya. Ketika aku setengah berlari ke ruang tamu dan menyalakan lampu, suara gitar dan nyanyian itu hilang begitu saja, dan memang tidak ada siapa-siapa di ruang tamu itu.
   Tidak jauh dari rumah milik om Piet yang aku tempati, sedang dibangun komplek perumahan Pemda Bogor, terdiri dari rumah tipe 21, 27, 36 dan 45. Karena aku orangnya mudah bergaul, sebentar saja aku sudah banyak punya kenalan para pekerja bangunan di situ. Dan akhirnya aku diajak ikut bekerja meski hanya sebagai kenek saja. Tugasku mengaduk semen, dan mengantar adukan semen itu dengan dua buah ember kecil kepada tukang yang mengerjakan pemasangan batako, memplester dinding, dan memasang ubin. Namun itu hanya berlangsung sekitar dua bulanan saja, setelah itu aku diterima bekerja di sebuah lembaga pendidikan menjadi pegawai tata usaha.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H