Oleh: Akhmadi Swadesa
"Belikan aku handphone varian terbaru, Bang. Hape yang sekarang sudah agak butut dan lelet," rayu Silmah kepada Gordon, suaminya.
"Beres. Pasti kubelikan. Tapi tunggu aku pulang dari Borneo. Besok aku akan berangkat ke sana naik kapal laut aja," sahut Gordon.
"Lama Abang di sana?"
"Yaah, paling lama seminggulah. Kebetulan aku belum pernah ke sana kan? Nah, pulang dari sana hapemu sudah berganti. Kubelikan hape yang baru."
Silmah tersenyum senang. Dia yakin, kalau suaminya berjanji pasti ditepati.
Sementara Gordon menggerutu dalam hati. Baru enam bulan lalu dia belikan itu hape untuk Silmah, istrinya itu sudah bilang kalau hape itu sudah butut dan lelet. Dasar! Dia gak tahu bagaimana sebenarnya aku mencari duit, pikir Gordon, dia mengira aku pedagang batu cincin dan jam tangan murah benaran, yang berkeliling mengunjungi daerah-daerah yang jauh? Hhm, berapa sih keuntungan menjual benda-benda kecil itu, kata Gordon dalam hati.
Silmah adalah istri Gordon yang ke tiga. Dua istri Gordon sebelumnya sudah minta pisah, karena tak tahan dengan pola hidup Gordon yang selalu pergi-pergi jauh berdagang, sementara kalau pulang ke rumah paling hanya sebentar, dua atau tiga hari di rumah, setelah itu pergi lagi untuk waktu yang tak bisa ditentukan lama tidaknya. Meskipun secara keuangan Gordon selalu mencukupi kebutuhan istri-istrinya, namun tetap saja para perempuan itu tak tahan.
"Emang hidup sebagai suami-istri itu hanya cukup dengan uang? Nggak lah yaauu! Kami juga ingin punya keturunan, juga butuh nafkah batin berupa kepuasan seksual," kata salah satu mantan istri Gordon, dulu. Aaasssoooyy!!
Gordon sendiri sudah dinyatakan oleh dokter tidak bakal bisa punya keturunan. Dia divonis sebagai lelaki yang mandul. Konon kemandulan itu dikarenakan dulu, pada masa remajanya, Gordon pernah bekerja di kapal pengangkut batu bara selama beberapa tahun. Karena keseringan menghirup udara yang mengandung hawa batu bara itu, akibatnya Gordon menjadi mandul dan tak bisa memiliki keturunan.
Memang. Di sekitar tempat tinggalnya Gordon dikenal sebagai pedagang keliling batu cincin dan jam tangan murah yang biasa dia beli secara kiloan dari agen penyalurnya.
Apakah itu memang pekerjaan Gordon yang sebenarnya, sebagai pedagang keliling batu cincin dan jam tangan murah?
Dengan sebuah tas besar dia membawa dagangannya pergi ke luar kota menuju daerah-daerah yang jauh. Di dalam tas besar itu, terletak paling dasar, ada sebuah kotak khusus yang berisi kikir, obeng, tang, gergaji besi mini, dan puluhan anak kunci berbagai jenis yang masih gundul; artinya anak-anak kunci itu harus diolah lagi menjadi sebuah anak kunci yang bisa berfungsi. Tapi itu tidak untuk dijual, melainkan digunakan Gordon untuk menduplikasi anak kunci hotel atau penginapan tempat dia menginap dan akan menjadi sasarannya. Â Â
Gordon yang kalau pada siang hari terlihat kalem dan pendiam, bahkan ramah dan banyak senyum, Â tapi sangat berbeda jika malam hari. Pada malam hari lelaki berumur tiga puluh lima tahun itu akan berubah menjadi sosok yang sangat berbeda, dengan sorot mata tajam menyiratkan kewaspadaan yang tinggi sekaligus juga rasa kekejaman orang kepepet.
Ya. Berjualan batu-batu cincin serta jam tangan-jam tangan murah itu, hanyalah kedok Gordon saja. Sebenarnyalah Gordon seorang perampok ulung yang kerap beroperasi di berbagai tempat, terkhusus di hotel-hotel kelas melati atau penginapan-penginapan.
Selama hampir dua puluh lima tahun malang-melintang di dunia rampok-merampok, sudah tak terhitung hotel dan penginapan yang menjadi sasarannya. Dan sudah tak terhitung pula hasil yang diperolehnya dari kegiatan ilegal itu. Yang jelas, Gordon akhirnya mampu membeli sebuah rumah di kota kecilnya, walaupun rumah itu kecil saja, ya dari hasil merampok itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H