Mohon tunggu...
Akhmad Hanan
Akhmad Hanan Mohon Tunggu... Staf Pengajar -

Who controls the past controls the future, who controls the present controls the past (George Orwell, 1984)

Selanjutnya

Tutup

Money

Perspektif Ketahanan Pangan Indonesia

22 Juli 2016   03:59 Diperbarui: 22 Juli 2016   04:16 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia adalah negara terbesa rketiga yang memproduksi beras terbanyak di dunia. Akan tetapi Indonesia masih tetap merupakan negara importir beras (net importir). Realitanya setiap orang Indonesia mengkonsumsi sekitar 140 kilogram beras per tahun. Untuk para petani kecil mengkontribusikan sekitar 90% dari produksi total beras di Indonesia.

Beberapa provinsi di Indonesia merupakan penghasil beras antara lain adalah Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Produksi beras Indonesia sebesar 70,8 juta ton per tahun, China merupakan produsen beras terbesar di dunia. Miris bukan?

(Sebenarnya) Indonesia Kaya Akan Bahan Pangan

Beberapa waktu lalu, saya diskusi dengan beberapa teman yang memiliki pengetahuan tentang pangan dan gizi. Mereka rata - rata berpendapat optimis bahwa Indonesia tidak kekurangan pangan sebenarnya. Ada yang berpendapat jikalau negara Indonesia sudah mandiri dan berdaulat pasti ketahanan pangannya oke. Negara berdiri mengawal ketahanan pangan juga bukan hanya soal memastikan bahwa penduduknya tidak kelaparan, tetapi juga memastikan bahwa pangan layak dimakan atau tidak.

Sebenarnya kodisinya tidak seperti itu dan tidak seburuk itu pula kondisi ketahanan pangan di Indonesia. Lha wong yang diukur hanya kepemilikan dan konsumsi "Nasi" sebagai makanan pokoknya saja. Lalu apakah kita mengesampingkan makanan lainya, sagu, singkong, gembili, jagung dan lainnya sebagaimana makanan poko di beberapa daerah.

Indonesia tidak harus identik dengan "beras". Penganekaragaman alias diversity makanan pokok ditonjolkan sebagaimana konsep wawasan nusantara. Tidak mesti dicap Indonesia harus mengkonsumsi "beras".  Sebagai contohnya masyarakat Papua dan Maluku makanan pokoknya sagu. Masyarakat di kedua wilayah ini mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok karena kedua wilayah ini memang kaya dengan tanaman sagu bukan "beras". Suku Kanum di Merauke yang mendiami Taman Nasional Wasur mengonsumsi gembili sebagai makanan pokok secara turun temurun.

Sistem budi daya gembili sudah menyatu dengan kehidupan masyarakat suku Kanum karena mempunyai nilai budaya yang tinggi, yaitu sebagai mas kawin serta pelengkap pada upacara adat. Bahkan tanpa gembili, konon suku Kanum tidak dapat melaksanakan pernikahan. Sehingga, budi daya gembili bagi suku Kanum menjadi suatu keharusan. Itu baru sebagian contoh kecil saja penganekaragaman makanan pokok, yang intinya Indonesia kaya akan bahan makanan.

Ada teman juga mengatakan bahwa jika memaksakan beras sebagai makanan pokok supaya ketahanan pangan meningkat itu menyalahi kaedah karena bisa malah mengganggu ketahanan pangan daerah. Seperti contohnya seperti di Nusa Tenggara Timur dimana susah ditanami tanaman padi. Seharusnya pula acara panen raya tak melulu soal "Panen Padi". Seharusnya ada "Panen Raya Jagung", "Panen Raya Gembili", "Panen Raya Ubi", "Panen Raya Singkong", "Panen Raya Sagu" dan lainnya. 

Sebenarnya konsep 4A 2S +1U, Availability(Ketersediaan);  Accessibility(Infrastruktur); Affordability (Keterjangkauan); Acceptability (Penerimaan);Sustainability (Keberlanjutan); Stability (Stabilitas); dan Utilization(Pemanfaatan) dalam pemenuhan kriteria ketahanan pangan Indonesia bisa memenuhi.

Bonus demografi dengan tetap mempertahankan local wisdom terkait pangan, tidak memaksakan atau mengharuskan "beras" sebagai makanan pokok  daerah dan dengan tidak melakukan banyak perubahan dan konversi lahan pertanian maka Indeks Ketahanan Pangan Indonesia tentunya akan meningkat dan surplus bahan makanan. 

#OptimumProject2016

#AHN

#Setrip

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun