Dikalangan sahabat pun dikenal banyak para pemikir diantaranya Ali bin Abi Thalib yang dikenal sangat cerdas dan disebut Nabi sebagai gudang ilmu dan kebijakan. Banyak atsar beliau yang mengandung hikmah yang sangat tinggi nilainya. Misalnya perkataan beliau bahwa "akal adalah kendaraan ilmu", "manusia adalah akalnya", "manusia memiliki akal dan bentuk, barangsiapa yang tak berfungsi maka bentuknya pun menjadi tak sempurna, seperti orang yang tak memiliki ruh". Imam ali berkata kepada putranya hasan "wahai anakku, kekayaan yang paling hebat adalah akal. Paling besarnya kefakiran adalah dungu". Selanjutnya imam ali berkata, "akal adalah rasul kebenaran", "akal adalah yang memperbaiki seluruh perkara", "akal adalah tiang penyangga yang paling kuat", "akal adalah pedang yang memutuskan", "buahnya akal senantiasa pada kebenaran", "buahnya akal adalah istiqamah" (Faisal, 2016: 15). Semua penjelasan tersebut menunjukkan bahwa akal mempunyai tempat yang sangat penting bagi agama.
Nabi Muhammad Sebagai Failasuf
Nabi Muhammad saw., sejak kecil dikenal sangat cerdas. Ketika ikut berdagang ke syam bersama Abu thalib ia bertanya pada pamannya tentang hakikat penciptaan alam. Sebagai pemuda yang cerdas dan kritis, beliau telah mempunyai sifat-sifat yang menunjukkan kualitas seorang failasuf. Oleh karena kecerdasan dan sifat-sifat yang dimilikinya beliau dapat menyelesaikan pertikaian pemuka Quraish dalam memperebutkan siapa yang harus meletakkan hajar aswad ketempatnya semula. Â Melihat realitas sosial yang bobrok, sebagai seorang warga yang berkepribadian unggul, beliau merasa sangat gelisah. Kegelisahannya mendorongnya pergi mencari pencerahan ke Gua Hira. Beliau pergi untuk merenungkan dan memikirkan apa sebab semua itu terjadi dan bagaimana cara mengatasinya. Sampai turunlah wahyu pertama, yaitu perintah untuk membaca. "membaca" disini bisa diartikan dengan membaca realitas sosial yang ada dalam kehidupan masyarakatnya, dengan didasari oleh adanya kesadaran dan transendental. Dengan kata lain, sebenarnya Tuhan memerintahkan Nabi untuk menggunakan potensi akalnya membaca gejala sosial yang ada pada masyarakatnya dan memikirkan jalan keluar untuk mengatasinya (Arrauf, 2013: 14-15).
Nabi Muhammad dengan ketinggian daya khayal nya mampu berkomunikasi dengan akal aktif (Jibril) untuk menerima risalah dalam bentuk wahyu guna diberitahukan kepada umatnya agar tercipta peradaban. Tentu, menyampaikannya perlu menggunakan bahasa yang mudah diterima oleh logika orang awam, Nabi dengan cerdasnya mampu membahasakan wahyu dengan bahasa yang logis sehingga mudah diterima oleh umatnya.Â
Bukti Falsafah Islam Terinspirasi Hadits
Sebenarnya pada bagian sebelumnya sudah dijelaskan bahwa agama islam memberikan posisi yang penting bagi akal untuk berpikir atau berfalsafah. Supaya lebih menguatkan lagi, bahwa Rasulullah telah mengubah cara pandang dari mythos ke logos. Saat dimana masyarakatnya sudah tidak menunjukkan adanya berpikir logis melainkan lebih percaya terhadap ramalan. Rasul pun melarang umatnya mendatangi dan lebih jauh mempercayai pada tukang ramal karena akan berakibat terhadap berpikir logis yang dianjurkan oleh agama dan sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Artinya Sunnah Nabi telah menyuruh kepada kita semua untuk menggunakan daya pikir yang logis bahkan ada sebuah hadits yang menjelaskan keutamaan berpikir logis dinilai ibadah.
Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Hibban dari Ali bin abi thalib, dijelaskan keutamaan berpikir yang dinilai sebagai ibadah tiada tandingnya. Rasul dalam sebuah hadits bersabda "tiada ibadah seperti berpikir". Demikian pula hadits Riwayat ibnu abbas dan abu darda ra :
Artinya: berpikir sejam lebih baik dari bangun beribadah sepanjang malam.
Hadits ini tentunya tidak bermaksud untuk melemahkan semangat untuk beribadah, tetapi menjadi isyarat tingginya penghargaan islam terhadap aktifitas intelektual (Faisal, 2016: 13).
Kemudian yang paling jelas mengenai bukti hadits nabi yang menginspirasi falsafah islam yaitu banyaknya tema-tema dari Al-Quran maupun hadits yang menjadi topik pembahasan para failsuf. Tema-tema tersebut seperti mengenai tauhid, Tuhan sebagai pencipta dan penciptaan dari ketiadaan, persoalan hadis dan qadim, pengetahuan tentang alam, eskatologi dan sebagainya.
Misalnya seperti pengetahuan tentang alam, ada sebuah hadits yang menceritakan tentang kewajiban berpikir dalam memahami alam raya sebagai suatu perintah agama. Hadits yang diriwayatkan ibn hibban yang berasal dari sayyidatina Aisyah tersebut menceritakan tentang Rasulullah yang pada suatu malam menangis dan tidak meninggalkan tempat sholat lail hingga subuh datang. Ketika Aisyah menanyakan mengapa baginda menangis padahal Allah telah mengampuni dosanya yang telah berlalu maupun yang akan datang, Rasulullah menjawab, "tidak bisakah aku menjadi hamba yang bersyukur? Dan kenapa aku tidak berbuat demikian? Sedangkan pada malam ini telah turun ayat padaku". Kemudian Rasulullah membayacakan ayat 190-191 surah Ali Imran: