Mohon tunggu...
Akhmad Fawzi
Akhmad Fawzi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Pascasarjana Filsafat Islam

Membaca, Menulis, Merenung, dan Melamun

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mendialogkan Al-Harakah Al-Jawhariyyah Mulla Shadra dengan Teori Keturunan Modifikasi Charles Darwin

1 Oktober 2024   22:12 Diperbarui: 1 Oktober 2024   23:50 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Mull Shadr dan Charles Darwin walaupun jalan keilmuan yang dipilihnya berbeda dan tidak juga sezaman, penting sekali diangkat kembali di era saat ini dimana kebanyakan remaja muslim hanya mengenal teori yang berasal dari barat dengan alasan keren dan malah tidak mengenal teori yang lahir dari rahim Islam itu sendiri. 

Disisi lain, penelitian ini juga berupaya untuk mendialogkan antara pandangan Islam (Timur) dengan pandangan Barat guna menghadirkan kembali pada dunia bahwa Islam mampu merelevansikan keberadaannya pada saat ini ditengah kebanyakan berpandangan ajaran Islam sudah tidak lagi relevan dan berbanding jauh dengan kemajuan di Barat. 

Juga banyak manusia zaman sekarang yang cenderung rasional dan materialistik mengabaikan peran Tuhan dalam proses timbulnya alam semesta ini. Atas latar permasalahan tersebut penulis melalui metode kepenulisan deskriptif akan mendialogkan pemikiran kedua tokoh tersebut sehingga dapat melihat persamaan dan perbedaan yang menghadirkan kembali dua pandangan peradaban, dua pandangan keilmuan yang berbeda namun saling terkait agar pembaca memiliki pemahaman yang utuh.

Tentang Charles Darwin

Darwin seorang naturalis yang besar ditengah keluarga industrialis dan saintis kedokteran (britannica.com) merumuskan teorinya dalam karyanya "The Origin of Species by Means of Natural Selection or the Preservation of Favoured Races in the Struggle for Life". Sebetulnya, ia tidak menyebut rumusan teorinya bernama evolusi, tetapi keturunan dengan modifikasi. Istilah evolusi digunakan oleh para pembaca Darwin setelah buku Darwin terbit. 

Lalu evolusi yang diyakini oleh Masyarakat awam ialah manusia berasal dari kera. Padahal tidak seperti itu, dalam sejarahnya manusia berkerabat dengan simpanse lalu perkembangannya manusia berevolusi lebih unggul dari hewan lain sebab manusia melewati empat revolusi diantaranya revolusi kognitif, pertanian, ilmiah dan industri (Purnomo, 2023: 82). 

Paradigrma awal Darwin adalah tidak ada perubahan sejak waktu bumi diciptakan, paradigma tersebut dipengaruhi oleh Aristoteles. Tetapi perkembangannya berubah menjadi konklusi bahwa organisme yang mampu beradaptasi terhadap lingkungan mampu juga meneruskan sifat unggul kepada keturunannya melalui proses reproduksi (Taufik, 2019: 100).

 Keturunan dengan modifikasi, berbagai bentuk kehidupan yang ada di bumi seperti pohon, bunga, cacing dan lain sebagainya merupakan keturunan dari nenek moyang yang sama. Keragaman menimbulkan adanya klasifikasi hierarki spesies dari mulai yang kecil hingga besar, kurang sempurna hingga sempurna. Adanya keragaman bermula karena bentuk-bentuk yang berbeda cenderung berevolusi secara terpisah seiring perjalanan waktu (Ridley, 2024). Modifikasi keragaman spesies sendiri mengandaikan adanya hereditas dan variasi pada setiap spesies.

Kita bisa melihat beragamnya variasi spesies mulai dari binatang, tanaman hingga manusia disebabkan oleh pertumbuhan reproduksi dengan kebiasaan dan keadaan berbeda, juga oleh Andrew Knight disebut faktor bertambahnya makanan pun memengaruhi adanya variasi (Darwin, 2009: 5). Landasan hereditas dan variasi begitu penting, tanpa keduanya maka evolusi tidak akan terjadi dan seleksi alamiah tidak efektif. 

Adapun hereditas sendiri suatu totalitas pewarisan karakter sedangkan variasi merupakan perubahan yang meniscayakan adanya perbedaan pada setiap spesies (Ridley, 2024). Semua spesies memiliki asal usul nenek moyang yang sama, hanya saja dalam kelahirannya atau kemunculannya memiliki kesamaan karakter sekaligus perbedaan. Kita, manusia yang merupakan genus homo atau manusia dari spesies sapiens. Sapiens yang dimaksud adalah nenek moyang manusia sekarang ini yang memenangkan persaingan seleksi alam dengan genus manusia lainnya seperti homo erectus, neanderthal dan homo Denisova (Purnomo, 2023: 82). 

Setelah hidup, spesies mencoba beradaptasi pada alam yang sepenuhnya teratur ini. Baginya, alam berkembang dengan sendirinya berdasarkan hukum-hukumnya atau yang ia sebut seleksi alamiah (Kartanegara, 2017: 118). Seleksi alamiah sebagai mekanisme perubahan evolusioner. Seleksi alamiah timbul karena tingginya laju pertumbuhan yang membuat setiap spesies survive untuk bertahan hidup melalui perjuangan atau persaingan (Ridley, 2024).

Teori Mull Shadr

Sementara, Al-Harakah Al-Jawhariyyah atau perubahan trans-substansial meruntuhkan para pendahulunya yang menyebut substansi sebagai sesuatu yang fixed. Ternyata oleh Mull Shadr substansi (suatu kuiditas yang ketika ada di alam eksternal, maka ia tidak berada pada satu lokus) pun dapat mengalami perubahan yang juga dapat mengubah pada tingkat aksidental. 

Misalnya, substansi sebagai manusia bisa saja berubah menjadi hewan secara substansial begitupun sebaliknya. Tidak ada sesuatu yang fixed pada substansi. Seperti halnya pada sains, Al-Harakah Al-Jawhariyyah Mull Shadr sekilas mirip dengan prinsip ketidakpastian Heinsberg yang meruntuhkan prinsip determinisme mekanis Newton, prinsip ketidakpastian menemukan bahwa pada level sub-atom yang fundament ditemukan prinsip ketidaktentuan atau belum fixed (Kartanegara, 2007: 107).

Gerakan perubahan terjadi pada substansi karena memiliki perubahan potensi menuju aktualitas. Sesuatu yang wujud bisa berpotensi untuk berwujud lagi, seperti kayu itu termasuk potensial sekaligus aktual. Substansi kayu bisa berubah menjadi meja atau bangku yang lebih aktual lagi. 

Sementara warna pada kayu itu aksiden karena aksiden tidak bisa berdiri sendiri sehingga tidak bisa bergerak, berbeda dengan substansi yang dapat berdiri sendiri sehingga dapat bergerak. jadi, tesis yang awal berkembang menunjukkan perubahan terjadi pada aksiden ternyata ditentang oleh Mull Shadr dengan mengatakan bahwa perubahan pada aksiden itu bermula pada perubahan substansi. 

Ketika substansi mengalami perubahan maka secara otomatis aksiden pun berubah. Misalnya, saat kayu sudah menjadi bangku, secara substansi sudah berubah dari suatu bahan utama menjadi sebuah produk, lalu aksiden atau sifat-sifat yang menempel pada sebuah substansi nya pun berubah, mulai dari warna, kehalusan permukaan kayu, perubahan bentuk dan lain sebagainya.

Perubahan gerak seperti menjadi sebuah keniscayaan dalam menyusun argumen filosofis emanasinya yang sangat erat dengan Al-Harakah Al-Jawhariyah. Adanya perubahan gerak memungkinkan sinaran emanasi dapat menjangkau segala sesuatu mulai dari alam fisik, alam imajinal hingga alam metafisik. Perubahan gerak dari potensial menuju aktual, lalu ketika sudah aktual menjadi potensi untuk mengaktual ulang ini disebut al-Labs ba'd al-labs (maksudnya, berpakaian setelah berpakaian) (Nasr, 2003: 919). 

Seperti hal manusia, bermula dari sperma yang menjadi janin lalu menjadi bayi, menjadi anak kecil, menjadi remaja, menjadi dewasa dan menjadi orang tua. Namun proses ini tidak berhenti pada tataran fisik saja, karena Al-Harakah Al-Jawhariyyah menandai pemancaran menaik dari bawah keatas yang pada setiap wujud mempunyai intensitas cahaya yang memungkinkan untuk naik kepada realitas sebenarnya mereka dalam alam ketinggian (Nasr, 2003: 920). 

Dari itu, jelas orientasi gerak trans-substansial Mull Shadr yang berawal dari Tuhan hingga kembali pada-Nya. Mulyadhi Kartanegara mengatakan bahwa teori Al-Harakah AL-Jawhariyah ini sama dengan evolusi Rumi dari mulai tataran yang lebih luas hingga kejelasan orientasi dari mana dan kemana (Kartanegara, 2006: 76).

Umat muslim kebanyakan lebih mengenal teori Charles Darwin ketimbang Al-Harakah Al-Jawhariyah nya Mull Shadr. Padahal, Al-Harakah Al-Jawhariyah mendahului teorinya Darwin. 

Bisa jadi Mull Shadr belum begitu dikenal karena memang hidup pada wilayah kefilsafatan yang notabene nya belum banyak yang menjamah. Berbanding terbalik dengan Charles Darwin yang seketika terkenal karena memang zamannya belum ada penemuan dalam buah teori yang mampu menjelaskan proses munculnya spesies di alam semesta ini. 

Sama-sama memiliki teori yang menjelaskan kemunculan alam semesta sehingga sejumlah pemikir muslim modernis menyamakan Al-Harakah Al-Jawhariyah dengan keturunan modifikasi darwinian disamping itu juga ada yang tidak sepakat dengan penyamaan tersebut.

Mendialogkan: Melihat Persamaan dan Perbedaan

Sebagaimana pada pendahuluan di awal, tulisan ini ingin memperlihatkan adanya perbedaan dan persamaan melalui studi komparasi Mull Shadr dengan Charles Darwin. Berdasarkan latar belakang keduanya, bisa saja dikatakan berbeda. 

Mull Shadr seorang failasuf, sementara Charles Darwin seorang saintis. Namun bukan berarti tidak bisa dibandingkan, karena sama-sama mempunyai teori kemunculan alam semesta dan segala yang ada didalamnya memungkinkan adanya relasi kesamaan maupun perbedaan. 

Titik kesamaan pada kedua tokoh tersebut melalui kedua teorinya ialah sama-sama mengupayakan adanya penjelasan logis dan meyakinkan secara argumentatif kepada masyarakat sebagai suatu diskursus keilmuan. Al-Harakah Al-Jawhariyah meruntuhkan dalil sebelumnya jika substansi itu sudah fixed sedangkan adanya teori keturunan modifikasi Darwinian mencuat diskusi sengit dengan pandangan kreasionis. Jadi, kedua tokoh tersebut berhasil menghidupkan kembali diskursus keilmuan pada bidangnya masing-masing.

Kesamaan berikutnya, kedua tokoh tersebut melalui teorinya sama-sama meniscayakan adanya perubahan secara evolutif. Mull Shadr menyebut substansi karena dapat berdiri sendiri maka ia mampu merubah dari yang potensial kepada aktual. Sementara Darwin pun berpandangan adanya perubahan pada suatu keturunan atau spesies yang ia sebut modifikasi yang landasannya variasi seperti ukuran, kepribadian, warna kulit dan lain sebagainya. Keduanya sama-sama tidak menentang keberadaan adanya Tuhan. 

Darwin yang oleh sebagian disebut atheis karena tidak memerlukan Tuhan dalam teorinya ternyata keliru. Karena faktor sosiologisnya dimana Masyarakat kala itu menginginkan adanya penjelasan yang logis dan runtut maka ia rumuskan melalui teorinya yang pada mulanya alam semesta ini bersifat non-acak alias teratur dan tidak timbul dengan sendirinya. 

Saat spesies muncul maka spesies tersebut mesti beradaptasi dengan alam semesta ini. Penjelasan tadi secara implisit mengandaikan keberadaan Tuhan yang dalam sains disebut prinsip kecerdasan hanya saja memang teori evolusi tidak memerlukan penjelasan adanya keberadaan Tuhan sebab evolusi berkutat pada perubahan laju suatu spesies yang melahirkan seleksi alamiah. 

Pun sama dengan Mull Shadr yang tidak menentang keberadaan Tuhan dimana ia yang terpengaruh oleh aliran iluminasionis membuat peran Tuhan dimunculkan sebagai cahaya yang memancar. Setiap wujud setelahnya mempunyai secercah cahaya yang memungkinnya untuk kembali mendekat pada Sang Cahaya tersebut.

Adapun perbedaannya dalam proses evolusi tersebut, evolusi menurut Mull Shadr tak hanya terjadi pada aksiden tetapi juga substansi. Justru perubahan aksiden dimulai pada perubahan substansinya. Lain hal bagi Darwin jika evolusi hanya terjadi pada aksiden. Sebab jika evolusi terjadi pada substansi maka tak akan terjadi evolusi dan konsekuensinya ialah tidak ada persaingan kehidupan. Perbedaan selain itu ialah siapa sosok yang bertanggung jawab dalam kedua teori tersebut. Mull Shadr menyandarkan teorinya pada Tuhan sebagai Cahaya yang melimpahkan intensitas cahaya-Nya pada wujud setelahnya dan setiap wujud diberi tanda pencahayaan sebagai simbol untuk naik pada Cahaya tersebut. 

Sedangkan teori Darwin tidak jelas siapa sosok yang bertanggung jawab atas evolusi biologis? Ini juga yang menuai kritik dari Mulyadhi Kartanegara bahwa bahwa ketidakjelasan soal siapa yang bertanggung jawab terhadap evolusi biologis, bagi Darwin 'seleksi alamiah' lah yang bertanggung jawab, namun apakah seleksi alamiah mendorong terciptanya evolusi biologis sedangkan dorongan utama ialah dorongan makhluk hidup untuk survive sehingga bisa beradaptasi dengan alam. J

ika dibandingkan dengan teori evolusi Rumi, teori Rumi lebih cocok dengan prinsip agama bahwa alam semesta berasal dan akan kembali pada Tuhan, sementara teori Darwin berhenti pada tataran fisik dan memutus daya ketuhanan (Kartanegara, 2007: 146-147). Juga teorinya Mull Shadr lebih jelas daripada Darwin, Al-Harakah Al-Jawhariyah Mull Shadr menyandarkan pada Tuhan dan akan kembali naik pada Tuhan. Sedangkan Darwin kesulitan menentukan siapa sosok yang menggerakan dan bertanggung jawab atas adanya evolusi biologis.

Evolusi Darwin dimulai pada tataran fisik yang ia sebut spesies yang dibagi menjadi spesies dan subspesies sementara Mull Shadr memulai teori Al-Harakah Al-Jawhariyah nya pada tataran non-fisik hingga fisik sampai kembali pada non-fisik. Dari segi keterarahan, Mull Shadr lebih terarah dari Charles Darwin. Tapi memang fokus Darwin bukan untuk memecahkan siapa yang menciptakan alam semesta ini tetapi bagaimana proses alam semesta ini terwujud sedemikian rupa walaupun berhubungan juga dengan sosok yang mengadakan alam semesta ini. 

Sedangkan Mull Shadr sebelum menguraikan teorinya, ia berpandangan bahwa sebuah wujud memiliki prinsip ambiguitas, disisi lain sebagai prinsip kesatuan namun juga sebagai prinsip kebinekaan, disamping sebagai aktualitas namun juga bisa sebagai potensialitas. Akhirnya, ia berkesimpulan bahwa potensialitas itu lah yang menyebabkan adanya gerakan. Gerakan terjadi tidak dengan sendirinya, tentu ada yang menggerakan yaitu Al-Haqq.

Referensi:

Darwin, Charles. The Origin of Species by Means of Natural Selection. New York: Cambridge University. 2009.

Kartanegara, Mulyadhi. Gerbang Kearifan: Sebuah Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Lentera Hati. 2006.

Kartanegara, Mulyadhi. Lentera Kehidupan. Bandung: Mizan. 2017.

Kartanegara, Mulyadhi. Mengislamkan Nalar: Sebuah Respons terhadap Modernitas. Jakarta: Erlangga. 2007.

Nasr, Seyyed Hossein dan Oliver Leaman. Ensiklopedia Tematis Filsafat Islam; Buku Kedua. Bandung: Mizan. 2003.

Purnomo, Herry. Filsafat Sains, Intelektualisme dan Riset Untuk Perubahan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. 2023.

Ridley, Mark. How to Read Darwin. Yayasan Hindawi. 2024.

Taufik, Leo Muhammad. Teori Evolusi Darwin: Dulu, Kini dan Nanti. Jurnal Filsafat Indonesia. 2019. 2 (3): 100.

https://www-britannica-com.translate.goog/biography/Charles-Darwin#ref225881

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun