"Jangan terlalu mencintai karena itu akan menjadi benci, dan jangan terlalu membenci karena bisa saja itu berubah menjadi cinta"
Peristiwa politik tak terduga yang terjadi sejak hari Senin yang lalu, tentu saja merubah peta politik yang bergerak secara dinamis.
Harapan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bersama partai Demokrat hancur lebur pasca Deklarasi Anies Baswedan bersama ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau akrab di sapa cak Imin.
Partai Demokrat pun hengkang dari koalisi perubahan karena merasa Terkhianati dengan keputusan Anies dan Surya Paloh.
AHY dan partai Demokrat seolah-olah menjadi satu-satunya korban yang tersakiti (playing Victim) atas keputusan ketua umum Partai NasDem dan Anies Baswedan.
Dari awal AHY cukup confident menjadi seorang tokoh satu-satunya yang memiliki jatah bakal calon wakil presiden mendampingi Anies Baswedan.
Namun takdir berkata sebaliknya, Surya Paloh, NasDem menetapkan Cak Imin sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi Anies Baswedan.
Istilah Second Victim pun di sematkan pada sosok Ketua umum PKB itu, yang mengikhlaskan diri sebagai Bacawapres mendampingi Anies Baswedan.
Drama politik yang terjadi di koalisi perubahan untuk persatuan, menjadi viral atas hengkangnya AHY dan partai Demokrat yang merasa Terkhianati, kenak prank, dan hanya di PHP in oleh Anies dan Partai NasDem untuk menjadi Bacawapres.
Masih terasa sesak bagi Partai Demokrat saat ini, lebih khusus lagi bagi AHY yang merasa tersakiti atas keputusan Sepihak Surya Paloh dan NasDem.
Dan hal tersebut berbeda dengan ketua Umum PKB Cak Imin, yang menurut Candaan Anies Baswedan sebagai Second Victim, yakni sebagai korban kedua Bang Surya Paloh.
Jika yang pertama Anies Baswedan yang diminta dadakan untuk Menjadi Bakal Calon Presiden dan yang kedua Cak Imin pun dimintai dadakan untuk menjadi Cawapres, sehingga membuat kejutan tersendiri yang tidak pernah di perkirakan oleh sejumlah kalangan hal tersebut bakal terjadi.
Cak Imin Menerima Tawaran Surya Paloh dalam tempo sesingkat-singkatnya
Dalam durasi tiga hari, Cak Imin di Deklarasikan menjadi Bakal Calon Wakil Presiden mendampingi Anies Baswedan.
Pertemuan Ketua Umum NasDem Surya Paloh dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Cak Imin bersalaman dengan Surya Paloh menerima tawaran menjadi Bacawapres Anies.
Tentu saja hal tersebut membuat banyak orang terbelalak dan terkejut, ibarat Langit dan bumi, prediksi yang masih sulit untuk di nalar, namun begitulah dinamika dan drama politik itu.
Surya Paloh melihat peluang Cak Imin akan hengkang dari koalisi Partai Gerindra memang sudah tercium cukup lama, sebab Prabowo Sendiri tidak menyegerakan deklarsi Bacawapresnya.
Begitu pun dengan masuknya PAN dan Golkar, Cak Imin yang semula pemain inti, harus terparkir menjadi pemain cadangan.
Dengan masuknya dua partai Besar yang bergabung dengan Gerindra, Peluang cak Imin untuk menjadi Bacawapres pun semakin kecil.
Lantas Tawaran Surya Paloh menjadi kesempatan yang tak mungkin datang untuk kedua kalinya, sehingga Cak Imin detik itu juga menerima tawaran tersebut, meski Cak Imin di sebut dengan Second Victim.
Drama Politik ditubuh Koalisi Perubahan masih di narasikan sebagai koalisi yang beraroma penghianatanÂ
Hengkangnya partai Demokrat dari koalisi perubahan sebab merasa Terkhianati oleh keputusan Partai NasDem dan Surya Paloh.
AHY dan partai Demokrat lebih memilih keluar dari barisan yang hampir satu tahun itu telah terjalin.
Ada trouble error dalam koalisi yang dibangun oleh NasDem, PKS dan Demokrat, sehingga partai berlambang Mercy itu lebih memilih jalannya sendiri.
Anies Baswedan dan Surya Paloh dianggap sebagai dalang dari peristiwa penghianatan tersebut, sebab keputusan sepihak itu menyalahi piagam koalisi yang sudah terbangun.
AHY dan Demokrat memposisikan diri sebagai korban (Playing Victim) dan menjadi barisan sakit hati yang sulit untuk kembali berkompromi dan berkolaborasi dengan Anies dan NasDem.
Tentu saja hal tersebut akan ditangkap oleh pihak-pihak yang berkepentingan, apakah Demokrat kan berkoalisi dengan PDI perjuangan yang hendak mengusung Ganjar Pranowo dengan proses rekonsiliasi antara SBY dan Megawati?
Atau Demokrat akan berlabuh ke Koalisi Indonesia Maju (KIM), sementara partai Demokrat menjadi partai yang cukup keras mengkritik kebijakan presiden Jokowi, mungkinkah Demokrat akan membuat poros sendiri?
Tentu saja AHY dan Demokrat tidak ingin terjebak untuk kesekian kalinya, sehingga terjebak dan terkena prank oleh partai-partai lain.
Oleh karena itu cukup sekali saja AHY dan Demokrat menjadi Korban (playing Victim), sehingg Demokrat perlu mengevaluasi secara keseluruhan, sehingga langkah politiknya tidak mati di tengah jalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H