Kedua: kesiapan sumber daya manusia juga menjadi perhatian oleh pemerintah dalam hal ini oleh Kemendikbudristek.
Persoalan SDM, dalam hal ini tenaga pendidik yang masih terjadi berbagai persoalan, di mana pendidik yang statusnya masih honorer masih cukup jauh gajinya dari kata layak.
Sementara ketika kebijakan dari Menpan RB hendak menghapus guru honorer, lantas mereka yang sudah mengabdi puluhan tahun lamanya, bagaimana nasibnya?
Ketiga: sistem zonasi yang diterapkan di masing-masing sekolah negeri yang menjadi favorit siswa maupun wali siswa, masih belum merata adanya.
Tidak heran jika setiap tahun, ketika PPDB itu dibuka, memunculkan berbagai persoalan yang terjadi, artinya bahwa sekolah atau lembaga pendidikan negeri yang favorit masih belum merata.
Tidak perlu jauh-jauh keluar pulau jawa, semisal Kalimantan, Sumatera, Irian jaya, Papua Nugini, yang memang sekolah yang masih jauh, dan kepadatan penduduknya berbeda dengan pulau Jawa.
Sementara di Jawa sendiri, masih cukup banyak anak-anak yang sekolahnya cukup jauh dari rumahnya, bahkan anak sekolah dasar bisa menempuh jarak sampai berkilo-kilo untuk sampai ke sekolahnya.
Artinya penerapan zonasi itu sejatinya harus berimbang dengan sekolah-sekolah yang mencukupi untuk menampung anak-anak, terutama yang kediamannya masih cukup jauh dari sekolah itu sendiri.
Ini semua menjadi pekerjaan rumah bagi Kemendikbudristek untuk terus melakukan upaya pemerataan, terutama sekolah yang memadai untuk anak-anak yang kerap menjadi korban kebijakan zonasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H