"Partai Nasional Demokrat (NasDem) telah menjatuhkan pilihannya dengan merekomendasikan Anies Baswedan Sebagai Calon Presiden pada pemilu 2024. Pasca Pencapresan Anies Baswedan pada (03/10) platform media sosial pun dibuat ramai antara pembenci, yang suka dan yang diam saja tidak mau berkomentar"
Pencapresan Anies Baswedan yang juga menuai pro kontra di internal Partai NasDem sendiri, tidak lantas membuat partai besutan Surya Paloh itu ciut, gegara beberapa kader potensialnya di pusat maupun di daerah yang mengundurkan diri.
Dengan keputusan ketua umum partai NasDem yang mencapreskan Anies Baswedan, sebuah pilihan strategis, karena Gubernur DKI Jakarta yang tinggal beberapa hari lagi akan lengser itu sudah mulai pamitan untuk bergerak dan berjuang bersama partai NasDem.
Dalam sepekan ini, Nama Anies Baswedan kian populer, dengan komentar yang pro dan kontra, bahkan hujatan dan cacian yang diterima oleh Anies maupun partai NasDem dengan ejekan NasDrun atau Nasdem Kadrun, merupakan bentuk politik yang bisa memecah belah persatuan dan kesatuan.
Politik identitas atau hujatan yang didasarkan pada rasa tidak suka tidak hanya dilakukan oleh para buzzer berbayar, bahkan para tokoh politik yang tidak menyukai Anies di capreskan oleh NasDem semakin gencar membuat propaganda di berbagai platform media.
Dari yang benci sampai pada yang suka, menjadi fenomena tersendiri akan terjadinya polarisasi, karena serangam buzzer yang kembali membangkitkan politik identitas dengan menjual ayat dan mayat, Serta Politik pencitraan yang disudutkan pada Anies, bahwa beliau sebagai seorang pemimpin yang hanya pintar memperbaharui nama sebuah program menjadi bahan untuk terus digunjingkan.
Ada pepatah yang mengatakan "Dipuji tidak terbang, di caci tidaklah tumbang" kalimat tersebut juga sering diucapkan oleh Anies Baswedan dalam berbagai pertemuan.
Mengapa politik identitas yang ditengarai akan menjadikan bangsa ini terpolar dan akan memecah persatuan dan kesatuan di tengah rakyat yang cukup sulit itu terus dilakukan oleh para buzzer ?Â
Jelasnya para buzzer itu mendapatkan upah atau bayaran dengan cara membuat Gaduh, saling caci maki, fitnah dan propaganda negatif lainnya untuk menjatuhkan lawan, sebelum lawan itu memasuki arena pertarungan.
Ketidakdewasaan dalam konstek politik ini masih menjadi tontonan, dan melihat figur secara subjektifitas saja. Kita tidak boleh setuju dengan calon yang sedang disuguhkan oleh partai tertentu, namun tidak lantas harus menghujat hingga menyenggol suku, ras, maupun agama.
Yang namanya politik atau partai politik pastinya akan berstrategi, bahkan kebohongan dan pledoi pun kerap dipertontonkan, hari ini bilang A, besoknya sudah B, nah itulah dinamika yang justru menjadi analisa dinamis.
NasDem dan Anies BaswedanÂ
Pencapresan Anies Baswedan oleh Partai NasDem yang langsung dideklarasikan oleh ketua umum Surya Paloh, sejatinya masih menyuguhkan sosok capres saja, dan itu masih awal dalam perhelatan politik nasional.
Para elite dan buzzer pun sebagian ada yang mulai panik, sebab elektabilitas Anies masih bersanding dengan tokoh lainnya, seperti Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.
Ramain di beberapa platform Media Sosial NasDem yangndi Juluki "NasDrun" alias NasDem Kadrun pasca pecapresan Anies menjadi fenomena tersendiri, meski para elite partai enggan menanggapi hal tersebut.
Jelasnya para buzzer yang mengolok-olok tersebut hanyalah melihat dan mendengar, lantas kemudian berasumsi, dan mengolok-ngolok partai untuk menjatuhkan lawan, adalah bagian dari terjadinya polarisasi yang bisa memecah belah persatuan dan kesatuan.
Kita boleh saja tidak suka terhadap Anies Baswedan dan partai NasDem, namun alangkah baiknya jika rasa tidak suka itu kita manage dengan asumsi yang rasional, sehingga tidak lantas memecah belah persatuan dan kesatuan di bumi Nusantara yang kita cintai ini.
Para tokoh dan elite politik yang sedang mempersiapkan diri menjadi kandidat pada pemilu 2024, sejatinya adalah para tokoh yang sudah mempersiapkan diri untuk mengabdi.
Prabowo, Anies, Ganjar, Puan, Airlangga, Erick Tohir, Sandiaga, Muhaimin, Yenni Wahid, dan elite lainnya semua memiliki kesempatan yang sama untuk di pilih dan memilih, lantas mengapa para buzzer saling serang hingga menyenggol pada suku, ras, dan identitas yang hak tersebut cukup membahayakan di alam demokrasi kita.
Semua tokoh dan elite yang disebutkan diatas pastinya sudah memiliki kekurangan dan kelebihan dan masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kita semua sebagai warga Negara yang InsyaAllah baik, melihat situasi dan kondisi perkembangan politik Tanak air se objektif mungkin, dan tetap mengutamakan persatuan dan kesatua serta persaudaraan diatas kepentingan musiman.
Politik Identitas di sematkan pada sosok Anies BaswedanÂ
Benarkah Anies Baswedan menggunakan cara yang disebut politik identitas ? Seperti apa politik identitas yang ditengarai menjual ayat dan mayat itu ?
Jangan-jangan semuanya adalah asumtif yang subjektif, atau mungkin kaliamat "politik identitas yang disematkan pada Anies Baswedan" yang dijadikan senjata tajam akibat Anies telah memenangkan kontestasi pada Pilgub 2017 yang lalu di DKI Jakarta, sehingga para buzzer dan barisan sakit hati masih tidak terima atas kemenangan Anies Baswedan.
Kini Anies Baswedan karir politiknya sampai di tingkat puncak, dimana sosok Anies yang menuai pro dan kontra, ada pembencinya sekaligus juga banyak pendukungnya, selalu ramai di bicarakan.
Lantas kemudian kembali menguat barisan Kanan dan barisan kiri. Ketegangan ini kembali semakin menguat dengan barisan yang setuju Anies calon Presiden, dan yang tidak Suka terhadap Anies sebagai calon Presiden.
Dinamika politik tanah air ini menjadi sorotan dan dinamika politik yang saat ini para elite politik itu sedang Meracik para tokoh dan anak bangsa yang sedang di suguhkan pada rakyat untuk menjadi pemimpin bangsa di masa yang akan datang.
Kita semua masih belum tahu, seperti apa dinamika yang masih bergerak dan berkembang dikemudian hari, namun sosok Anies Baswedan ini sudah membuat roda partai baik NasDem dan partai lainnya kian menghangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H