Ilustrasi: popbela.com
"Kejahatan Yang Terorganisir, Akan Mengalahkan Kebaikan yang tidak terorganisir" ( Ali Bin Abi Thalib )
"Dalam kehidupan sosial masyarakat, Menjadi baik itu tidaklah cukup, tanpa ada perbuatan nyata yang baik, meski perbuatan baik belum tentu bisa diterima dengan baik"
Berkaca pada kisah Lukmanul Hakim dan putranya yang di abadikan di dalam kitab suci Al Qur'an, yang keduanya tidak pernah benar di mata orang yang melihatnya, bahkan kudanya pun sampai di gendong, karena omongan pedas orang yang melihatnya.
Perilaku yang baik, belum tentu bisa diterima dengan baik bagi yang melihatnya, itulah fakta dalam kehidupan sosial masyarakat yang harus diterima dengan lapang dada.
Tahun 2016 yang lalu ada seorang pemuda yang mendedikasikan dirinya untuk mengabdi di tengah-tengah kehidupan masyarakat, ia mengabdikan dirinya menjadi seorang guru Ngaji di desanya.
Menjadi seorang guru ngaji di kampung tanpa gaji, dengan bekal ketulusan hati, itupun memunculkan kontroversi yang sampai saat ini raut kebencian dan ketidaksukaan para pembencinya dengan terus mencela dan mengatakan hal-hal negatif atas perbuatan baiknya.
Terlepas itu semua karena faktor benci, iri hati, tidak suka, atau mungkin saja karena cinta mereka mengungkapkannya dengan cara berbeda.
Ada banyak tantangan yang harus di lalui oleh pemuda tersebut dengan mengabdikan dirinya menjadi seorang guru ngaji, fitnah kerapkali menghujam dada, bak busur panah yang menancap di jantung.
Benci dan iri hati para pencela itu, tentu saja di jadikan cambuk untuk terus menjadi orang baik yang selalu berbuat baik, dengan prinsip "biarkan anjing melonglong, kafilah tetap berlalu", biarkan orang berkata dengan segala persepsinya, maka tetaplah berpikir positif, karena itu adalah bagian dari obat hati.