"Semakin mendekati Pilihan presiden 2024, riuh politik kian memanas, sejumlah gambar Puan Maharani yang di Corat-coret oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab, terjadi di daerah Jawa Timur, tentu hal itu membuat geram kader PDI-Perjuangan, atas terjadinya Vandalisme pada gambar ketua DPR-RI tersebut"
Terjadinya Vandalisme teehadap baliho ketua DPR-RI Puan Maharani tidak hanya terjadi di Blitar saja yang merupakan basis dari PDI-P, namun adanya pengrusakan itu juga terjadi di daerah Surabaya.
Tentu saja kejadian tersebut membuat geram para kader Partai Demokrasi Indonesia (PDI-P) perjuangan yang di Komandani oleh ketua umum Megawati Soekarno Putri yang merupakan ibunda Puan Maharani.
Pengrusakan terhadap Baliho dengan di Corat-coret, bahkan di beri tulisan tidak senonoh oleh orang yang tidak bertanggung jawab, disinyalir semakin meluas, karena faktanya tidak hanya terjadi di Blitar saja, namun juga Surabaya.
Dilansir dari Kompas.com, aksi vandalisme terhadap gambar Puan Maharani di ketahui terjadi di Delapan lokasi itu antara lain di Jalan Wiratno, Jalan Karang Asem, Jalan Mulyosari, Jalan Kalisari, dan Jalan Ir Soekarno.
Tentu saja kader PDI-P, meminta aparat yang berwenang untuk menyelidiki kasus tersebut, dan hal itu adalah bentuk pelecehan terhadap partai yang sedang berkuasa saat ini.
Baca Juga :Â Jokowi End Game, Layu Sebelum Mekar
Terlepas apakah peristiwa itu berdasarkan suatu kebencian terhadap ketua DPR-RI Puan Maharani, Â atau suatu strategi partai untuk mencari simpatik dan kepercayaan masyarakat.
Dalam beberapa survey yang sudah publikasikan dalam bursa pencalonan presiden, kita ketahui bersama Puan Maharani tidak mampu mengejar rating Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang sama-sama kader PDI-P, apakah hal tersebut ada kaitannya dengan skema politik yang hendak di lakukan oleh PDI-P, atau memang ada kebencian dari lawan politik Puan Maharani..?
Pelaku Vandalisme pada Gambar Puan Maharani yang berada dikota Surabaya memang sudah di tangkap, belum diketahui motif apa, hingga ia melakukan aksi tersebut.
Sementara aksi vandalisme di kota Blitar masih belum ditangkap dan masih dalam proses penyelidikan.
Mencuatnya kabar vandalisme terhadap gambar ketua DPR RI, yang sekaligus ketua DPP PDI-P tersebut masih menyisakan banyak tanya dan berbagai analisa terhadap suhu politik saat ini.
Puan Maharani sebagai Pimpinan DPR-RI dari Fraksi PDI-P, tentu saja kawan dan lawan politiknya begitu banyak, tidak hanya dari luar partai, namun di dalam rumah partainya sendiri, terjadi faksi-faksi yang tentu saja berseberangan dengan Puan, sehingga tidak heran ketika terjadi aksi pengrusakan terhadap gambar Puan Di berbagai daerah, yang motifnya masih dalam proses penyelidikan.
Menurut analisa penulis ada dua kemungkinan terjadinya aksi vandalisme terhadap Baliho ketua DPR RI tersebut.
Pertama :Â ada unsure kebencian dan ketidakpuasan atas apa yang telah menjadi kebijakannya selama Puan menjabat sebagai ketua DPR- RI tersebut.
Unsure kebencian ini bisa di lakukan oleh siapa saja yang merasa tidak suka, namun ketika lebih di spesifikkan lagi, kebencian dan ketidakpuasan para pendukungnya, karena kekuasaan hanya sebagai sebuah rutinitas "dengan memperalat suara rakyat".
Terlepas dari semua itu, ada juga kemungkinan hal itu di lakukan oleh masyarakat yang tidak menyukai terhadap Puan Maharani yang di gadang-gadang akan mencalonkan diri sebagai Capres 2024.
Kedua :Â Ada kemungkinan Playing Victim, yang merupakan strategi ampuh untuk menaikkan rating Puan Maharani dengan PDI-P.
Faktanya dengan aksi Vandalisme tersebut, Puan secara khusus dan PDI-P secara umum, memposisikan keduanya sebagai korban, dan hal tersebut memang sudah sangat sesuai dengan kenyataan.
Apakah itu bukan palying Victim..? Bisa saja hal tersebut adalah bagian dari skenario yang dilakukan secara bertahap.
Apa sebenarnya target Puan dan PDI-P jika hal tersebut adalah Playing Victim..?Â
PDI-P, Sebagai partai penguasa, tentu saja berharap akan kembali berkuasa pada 2024 nantinya, dan Puan Maharani terus di citrakan sebagai seorang leader perempuan yang siap dan sudah pantas untuk memimpin negeri ini.
Jika analisa yang kedua ini, merupakan playing Victim, atau untuk mencari simpati rakyat dan Puan terus di citrakan sebagai korban, maka rakyat tentu saja semakin tidak simpatik ketika mengetahuinya.
Terlepas ada unsure kebencian ataupun skenario playing Victim, jelas keduanya akan sangat merugikan bagi Puan dan Partainya.
Rakyat sudah lelah dengan berbagai skenario yang terus disebarkan secara berantai, dan sebuah pencitraan dengan memposisikan sebagai korban, untuk saat ini sepertinya sudah tidak berlaku lagi.
Unsure kebencian ataupun playing Victim, keduanya sudah tidak lagi menarik dalam dunia politik, karena rakyat sudah semakin melek politik, dan sadar politik, artinya skenario seperti apapun, atau di citrakan bagaimanapun, jika sudah tidak laku di jual, maka rakyat pun enggan untuk membelinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H