Tetapi ketika rasa cemas dan khawatir akan rasa lapar, imun memang masih kuat, tetapi iman mulai melemah, karena tangis kelaparan, menjadikan mereka nekat kerja malam hari dengan resiko yang lebih tinggi.
Beragam bantuan memang sudah di gelontorkan oleh pemerintah dengan sistem bagi masyarakat buruh dan tidak mampu, tetapi kita sadari bahwa masih cukup banyak bantuan yang tidak tepat sasaran dan masih tumpang tindih.
Tumpang tindih penyaluran bantuan menjadikan mereka harus nekat kerja di malam hari, supaya kelaparan tidak menjangkiti mereka.
Kembali lagi, semua yang terjadi merupakan faktor ekonomi yang tidak menentu di masa pandemi, kerawanan sosial pun kerap terjadi, dan apa yang kami tulis merupakan sebagian kecil dari kasus lainnya yang jauh lebih besar dan lebih rawan lagi di tengah situasi dan kondisi yang tidak menentu ini.
Ketidakpastian pendapatan dan meningkatnya kejahatanÂ
Bagi masyarakat kelas menengah ke atas, barangkali kondisi ini masih di anggap dalam batas kewajaran, dan inisiasi perpanjangan PPKM darurat, di anggap sah-sah saja, tetapi menjadi cukup berat bagi masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
Ketidakpastian pendapatan, jelas akan meningkatkan kejahatan, ketika pemenuhan hajat hidup yang mulai menipis, cemas dan khawatir akan rasa lapar kian terjadi.
Dengan beragam bantuan yang sudah di gelontorkan pemerintah, apakah hal itu menjamin stabilitas masyarakat, atau justru hal itu hanya topeng bagi pemerintah untuk menciptakan stabilitas sementara, dan situasi kondisi ini bisa menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.
Masyarakat kelas menengah kebawah, memang dalam situasi yang dilematis dengan di berlakukannya PPKM darurat ini, satu sisi ketakutan akan tertular virus yang mematikan ini, namun disisi yang lain Ketidakpastian pendapatan, memunculkan reaksi kejahatan.
Rasa Lapar Memicu Kerawanan SosialÂ
Mati karena virus Corona atau mati karena kelaparan, keduanya bukanlah pilihan, dan siapapun tidak ingin memilihnya, disitulah kondisi dilematis yang mencekam.