Mohon tunggu...
Akhmad Alhamdika Nafisarozaq
Akhmad Alhamdika Nafisarozaq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Setengah AI

“Anglaras Ilining Banyu, Angeli Ananging Ora Keli”

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Dilema PKL dan Revitalisasi Alun-Alun Kebumen, Antara Ketertiban atau Nafkah yang Tertahan

2 Januari 2025   19:20 Diperbarui: 2 Januari 2025   19:20 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangunan Kapal Mendoan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Ada yang bilang, Kebumen itu sedang berbenah. Salah satu bukti nyatanya adalah revitalisasi Alun-Alun Pancasila, kebanggaan warga Kebumen. Dengan desain yang lebih modern, fasilitas jogging track, area bermain anak, hingga pusat kuliner bertema Kapal Mendoan, alun-alun ini kini jadi primadona baru, bukan hanya untuk warga lokal tapi juga pengunjung dari luar daerah. Tapi, ada satu masalah yang belum selesai: pedagang kaki lima (PKL) yang tetap nekat berjualan di area alun-alun.

Apa yang Terjadi di Alun-Alun Kebumen?

Jadi begini, Alun-Alun Pancasila sudah dibangun dengan konsep yang apik. Pemerintah daerah bahkan sudah mempersiapkan tempat khusus untuk PKL di Kapal Mendoan, sebuah bangunan unik berbentuk kapal yang berfungsi sebagai pusat kuliner resmi. Sayangnya, meski tempat ini sudah ada, masih saja ada PKL yang memilih berjualan di area dalam alun-alun.

Masalah ini makin mencuat saat liburan Natal dan Tahun Baru. Pengunjung alun-alun meningkat pesat, dan para PKL melihat peluang emas. Alhasil, banyak dari mereka yang kembali "menguasai" area alun-alun, bahkan sampai mengganggu kenyamanan pengunjung yang ingin menikmati fasilitas publik.

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kebumen hampir tiap hari turun tangan. Puluhan anggota dikerahkan untuk menertibkan PKL yang bandel. Pemerintah juga sudah mengeluarkan aturan tegas lewat Perda No. 2 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan dan Penataan PKL serta Perda No. 4 Tahun 2020 tentang Ketertiban Umum. Namun, kenyataannya, penertiban ini sering diwarnai drama. Ada pedagang yang melawan, ada yang mengaku tak punya pilihan lain, dan ada juga yang, ya, pasrah saja.

"Kalau nggak di sini, dagangan saya nggak laku," keluh salah satu PKL yang tetap ngotot berjualan di area jogging track alun-alun. Ia mengaku, penjualan di Kapal Mendoan tidak seberapa dibandingkan saat berjualan di dalam alun-alun, apalagi pada hari Minggu ketika Car Free Day berlangsung.

Pertanyaannya, kenapa sih para PKL ini tetap nekat? Jawabannya simpel: penghasilan. Lokasi baru di Kapal Mendoan, meski sudah difasilitasi, ternyata belum seramai area alun-alun. Para PKL merasa kehilangan pendapatan jika dipaksa pindah.

Namun, di sisi lain, pengunjung alun-alun juga merasa terganggu. "Mau jogging jadi nggak nyaman, banyak pedagang di pinggir track," kata salah satu warga yang sering berolahraga di sana. Ironi, bukan? Alun-alun yang seharusnya jadi ruang publik nyaman malah berubah jadi pasar dadakan.

Ketidaktertiban ini tidak hanya merugikan pengunjung, tetapi juga mencoreng upaya revitalisasi yang sudah dilakukan dengan susah payah. Selain itu, keberadaan tukang parkir liar juga menambah masalah. Padahal, sudah jelas ada tulisan "Parkir Gratis," tapi masih saja ada yang menarik tarif parkir seenaknya.

Larangan merokok di area alun-alun juga sering dilanggar. Padahal, alun-alun ini sudah dilengkapi fasilitas olahraga seperti jogging track dan lapangan calisthenics. Tapi ya, apa daya, kesadaran masyarakat soal aturan ini masih jauh dari kata ideal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun