Kebumen kini tidak lagi hanya dikenal dengan Benteng Van der Wijck atau Pantai Menganti-nya saja. Kini, Kabupaten Kebumen tengah berusaha tampil lebih modern dengan menghadirkan transportasi massal berbasis bus, yaitu Trans Kebumen. Di penghujung 2023, pemerintah resmi mengoperasikan dua unit bus medium yang melayani rute Prembun-Kebumen. Langkah ini menjadi inovasi menarik, meskipun pelaksanaannya masih jauh dari kata sempurna.
Trans Kebumen: Angin Segar bagi Transportasi Lokal
Sebagai kabupaten yang transportasi massalnya belum sepopuler kendaraan pribadi, kehadiran Trans Kebumen adalah inisiatif yang perlu diapresiasi. Bus ini sampai sekarang masih disediakan secara gratis, terutama untuk pelajar dan wisatawan lokal. Harapannya, Trans Kebumen bisa menjadi solusi atas beberapa masalah lama di Kebumen, seperti kemacetan dan tingginya angka kecelakaan yang melibatkan pelajar sekolah. Jika dilihat, kebijakan ini serupa dengan moda transportasi di kota besar seperti Trans Jogja atau Trans Jakarta, meski skalanya tentu masih sangat kecil.
Penambahan dua unit bus untuk melayani rute Kebumen-Gombong yang melengkapi koridor Prembun-Kebumen juga merupakan langkah positif. Dengan rute ini, Trans Kebumen mulai membangun konektivitas antarwilayah, meskipun cakupannya baru terbatas di arah timur dan barat. Ada potensi besar di sini, terutama untuk memudahkan mobilitas warga dan meningkatkan perekonomian lokal.
Tantangan dan Catatan
Namun, seperti inisiatif besar lainnya, kehadiran Trans Kebumen tidak lepas dari catatan atau kritik. Pertama, jumlah unit yang tersedia masih sangat sedikit. Dua unit bus untuk satu koridor saja rasanya belum cukup. Pemerintah pun mengakui bahwa minimal lima unit bus dibutuhkan agar layanan ini bisa disebut layak sebagai transportasi massal. Apalagi jika rute ini ingin diperluas ke arah utara, seperti Sadang dan Karangsambung, yang kini semakin ramai karena status Geopark Kebumen yang sudah resmi menjadi Geopark Internasional. Dua unit tambahan untuk koridor Kebumen-Gombong tentu membantu, tetapi masih jauh dari cukup untuk menjangkau seluruh Kebumen.
Hal kedua yang patut diperhatikan adalah keberadaan halte. Hingga saat ini, Pemkab baru menyediakan empat halte di koridor Prembun-Kebumen. Artinya, aksesibilitas masyarakat terhadap Trans Kebumen masih sangat terbatas. Jika Pemkab serius ingin menjadikan bus ini andalan transportasi lokal, maka penyediaan halte dan rute yang lebih merata harus menjadi prioritas. Jangan sampai, moda transportasi ini hanya menjadi pajangan modern tanpa manfaat signifikan bagi masyarakat luas.
Ketiga, bagaimana keberlanjutan dari layanan gratis ini? Meskipun kebijakan transportasi gratis sangat membantu pelajar dan masyarakat, pertanyaan mengenai pembiayaan jangka panjangnya tetap menjadi poin penting yang perlu diperhatikan. Apakah Pemkab sudah memiliki strategi pendanaan yang berkelanjutan untuk operasional dan perawatan armada? Jika tidak, bisa jadi layanan ini hanya bertahan sebentar sebelum hilang begitu saja.
Upaya Mengubah Kebiasaan Masyarakat yang Tidak Mudah
Salah satu tujuan besar Trans Kebumen adalah mengubah kebiasaan masyarakat yang lebih suka menggunakan kendaraan pribadi. Ini memang niat mulia, tetapi bukan pekerjaan mudah. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat pedesaan cenderung lebih nyaman menggunakan kendaraan sendiri daripada menunggu angkutan umum. Untuk mengubah kebiasaan ini, Pemkab harus memberikan pelayanan yang konsisten, nyaman, dan dapat diandalkan. Jika bus sering terlambat atau rutenya kurang menjangkau wilayah penting, masyarakat akan kembali ke kendaraan pribadinya.
Selain itu, ada potensi tantangan dari para pelaku transportasi konvensional, seperti sopir angkutan desa atau ojek. Kehadiran Trans Kebumen, meski gratis, bisa menjadi ancaman bagi mata pencaharian mereka. Pemerintah harus memastikan bahwa kehadiran moda transportasi baru ini tidak mematikan sumber pendapatan warga yang sudah lebih dulu bergantung pada sektor ini.