Mohon tunggu...
Akhmad Alhamdika Nafisarozaq
Akhmad Alhamdika Nafisarozaq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Setengah AI

“Anglaras Ilining Banyu, Angeli Ananging Ora Keli”

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Jadi Petani Itu Enak? Enak! Siapa Bilang Tidak Enak, Tapi Ada Kalau-nya

31 Agustus 2024   08:00 Diperbarui: 31 Agustus 2024   08:05 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebun Kacang Panjang (dokumentasi pribadi)

Di pelosok desa Indonesia, di mana nyaring suara jangkrik serta gemerisik daun menjadi latar musik sehari-hari, di mana kehidupan para petani desa terus berdenyut. Sejak sang mentari menyingsing hingga senja datang menyapa, petani di kampung-kampung mengabdikan hidup mereka untuk menanam serta menyemai harapan di atas lahan tanah yang mereka cintai. Kehidupan para petani tidak lepas dari segala perjuangan serta jerih payah mereka dalam usahanya menumbuhkan harapan-harapan mereka, harapan yang terkadang sering tidak sesuai dengan seperti apa keadaan yang ada di lapangan.

Jadi Petani Itu Enak? Enak, Siapa Bilang Tidak Enak

Mungkin pernyataan di atas cukup kontroversial serta cukup kontras dengan apa kenyataan yang ada sebenarnya di lapangan. Libur semester yang cukup lama, mungkin ada 2 bulan saya pulang kampung dan tinggal di rumah, menjadikan saya paham akan pernyataan "jadi petani itu enak", tapi pernyataan tersebut belum selesai sampai di situ saja, masih ada lanjutan yang menggambarkan realita di lapangan. Jadi petani itu enak, "kalau" akses benih unggul, pupuk, serta pestisida mudah dan efisien, serta masih ada hal lain-lain yang tentunya menjadi problematika para petani Indonesia.

Ya, libur semester perkuliahan menjadikan saya dari mahasiswa sebagai seorang petani, karena sudah menjadi kewajiban saya membantu orang tua saya yang menjadikan bertani sebagai harapan mereka dalam kehidupan sehari-hari serta masa depan yang akan datang. Sebenarnya sudah dari dulu saya terjun di dunia pertanian, serta memang setiap ada libur dan saya pulang kampung, sudah pasti memang saya membantu mengerjakan pekerjaan tani yang saya mampu lakukan, seperti menanam tanaman palawija, melakukan perawatan tanaman seperti membersihkan gulma, memberi pupuk, serta melakukan control terhadap hama dengan melakukan penyemprotan insectisida dan fungisida, untuk pekerjaan yang lebih berat serta membutuhkan tenaga tambahan, ada tambahan bantuan tenaga dari orang yang diperkerjakan sebagai buruh tani untuk membantu pekerjaan-pekerjaan seperti mencangkul atau membajak lahan pada waktu awal pengolahan lahan.

PETANI, Penjaga Ketahanan Pangan Negeri

Petani adalah tulang punggung perekonomian Indonesia, mengingat sektor pertanian menyumbang bagian besar dari ketahanan pangan dan ekonomi negara. Namun, di balik peran penting ini, petani Indonesia menghadapi berbagai berbagai problematika yang mengancam keberlangsungan usaha tani mereka. Berikut ini adalah beberapa masalah utama yang sering dihadapi oleh para petani di Indonesia berdasarkan pengalaman saya sendiri serta juga keluh kesah dari para petani lain:

1. Ketergantungan pada Cuaca dan Iklim

Pertanian di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan iklim. Perubahan iklim global menyebabkan cuaca menjadi semakin tidak menentu, dengan musim hujan yang bisa datang terlambat atau musim kemarau yang berkepanjangan. Ketidakpastian ini membuat para petani kesulitan dalam merencanakan waktu tanam dan panen, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil pertanian.

2. Akses Terbatas pada Teknologi dan Informasi

Banyak petani di Indonesia yang masih menggunakan metode pertanian tradisional. Hal ini sering kali disebabkan oleh keterbatasan akses terhadap teknologi pertanian modern, seperti penggunaan benih unggul, pupuk, dan pestisida yang lebih efisien. Selain itu, kurangnya pengetahuan tentang teknik pertanian yang lebih canggih membuat petani kesulitan meningkatkan produktivitas lahan mereka.

3. Masalah Pemasaran dan Harga yang Tidak Stabil

Harga hasil pertanian sering kali berfluktuasi, tergantung pada musim dan permintaan pasar. Ketidakstabilan harga ini menyebabkan pendapatan petani menjadi tidak menentu. Selain itu, para petani sering kali menghadapi kesulitan dalam mengakses pasar yang lebih luas dan mendapatkan harga yang layak untuk hasil pertanian mereka. Tengkulak atau perantara sering kali memanfaatkan situasi ini dengan membeli hasil tani dengan harga murah dan menjualnya dengan keuntungan yang besar.

4. Keterbatasan Akses pada Modal dan Kredit

Untuk meningkatkan produktivitas, petani membutuhkan modal untuk membeli bibit, pupuk, alat pertanian, dan kebutuhan lainnya. Namun, akses petani terhadap sumber pembiayaan formal seperti bank sangat terbatas, terutama di pedesaan. Banyak petani yang tidak memiliki jaminan atau agunan yang diperlukan untuk mendapatkan pinjaman. Akibatnya, mereka sering kali terpaksa meminjam dari tengkulak dengan bunga yang tinggi, yang pada akhirnya membebani mereka secara finansial.

5. Kepemilikan Lahan yang Terbatas

Sebagian besar petani di Indonesia adalah petani kecil yang hanya memiliki lahan sempit. Kepemilikan lahan yang terbatas ini membuat mereka sulit untuk mencapai skala ekonomi yang menguntungkan. Banyak dari mereka yang juga tidak memiliki sertifikat tanah, sehingga rentan terhadap konflik lahan atau penggusuran oleh pihak yang lebih berkuasa.

6. Kurangnya Dukungan dari Pemerintah

Meskipun pemerintah telah meluncurkan berbagai program untuk mendukung petani, implementasi di lapangan sering kali tidak berjalan optimal. Bantuan yang tidak merata, birokrasi yang rumit, dan kurangnya pengawasan menjadi masalah tersendiri yang membuat banyak petani tidak mendapatkan manfaat dari program-program tersebut.

7. Serangan Hama dan Penyakit

Serangan hama dan penyakit merupakan masalah lama dalam pertanian. Dalam beberapa kasus, petani kehilangan sebagian besar hasil panennya akibat serangan ini. Kurangnya akses terhadap pestisida yang efektif dan ramah lingkungan menjadi salah satu penyebab utama masalah ini.

8. Kurangnya Regenerasi Petani

Generasi muda di pedesaan semakin jarang yang tertarik untuk menjadi petani. Mereka lebih memilih bekerja di kota dengan harapan mendapatkan pekerjaan yang lebih menjanjikan. Kurangnya regenerasi petani ini mengancam keberlanjutan sektor pertanian di masa depan.

9. Krisis Air dan Infrastruktur Pertanian

Masalah infrastruktur seperti irigasi yang buruk, akses jalan yang sulit, dan fasilitas penyimpanan yang minim, menjadi kendala serius bagi petani. Krisis air akibat perubahan iklim juga menambah beban para petani, terutama di daerah-daerah yang mengandalkan sistem irigasi tadah hujan.

Problematika yang dihadapi petani Indonesia adalah bentuk gambaran dari kompleksnya sektor pertanian itu sendiri. Meski demikian, di balik berbagai tantangan ini, para petani tetap berjuang untuk mengolah lahan mereka dengan harapan akan masa depan yang lebih baik. Dukungan yang lebih kuat dari berbagai pihak sangat dibutuhkan agar petani dapat mengatasi berbagai masalah ini dan terus berkontribusi bagi ketahanan pangan serta kesejahteraan bangsa. Namun, harapan terbesar mereka tetap pada tanah dan tangan mereka sendiri. Di ladang yang sederhana, petani desa menanam lebih dari sekadar tanaman. Mereka menanam harapan, semangat, dan masa depan bagi keluarga dan komunitas mereka. Dan di sinilah, di tanah yang subur dengan kerja keras dan doa, harapan itu terus tumbuh, menyatu dengan akar tanaman yang mereka tanam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun