Pulau Pinang kersik berderai,
Tempat burung bersangkar dua.
Jangan bimbang kasih'kan cerai,
Jika untung bertemu jua.
Jika ada sumur di ladang,
Tentulah boleh menumpang mandi.
Jika ada umur yang panjang,
Tentulah dapat bertemu lagi.
(Rusli, Sitti Nurbaya, halaman 90)
Pantun tentang “sumur di ladang” di atas tentu sudah mengalami banyak modifikasi yang keseluruhannya mengarah pada maksud yang sama. Ya, terkadang baris kedua dan keempat dari pantun terakhir di atas berbunyi, “boleh kita menumpang mandi” dan “boleh kita bertemu lagi”. Modifikasi tersebut berubah seiring penuturnya yang berbeda dari berbagai budaya. Marah Rusli memutuskan menggunakan yang sebagaimana tertulis di novel, sedangkan sebagian orang cenderung memilih menggubahnya dengan kalimat lain.
Tak ketinggalan dalam mengungkapkan kerinduan pun, pantun adalah medium yang digunakan. Terbayangnya seorang kekasih di siang dan malam hari turut diungkapkan melalui puisi. Begitu juga dengan pujian “permata intan” yang dilontarkan oleh sang pecinta kepada yang dicintainya.