Data dari studi IFLS yang dianalisis oleh peneliti dari RISE menunjukkan bahwa antara tahun 2000-2014, kemampuan matematika dasar siswa SD, SMP, dan SMA di Indonesia cenderung menurun. Misalnya, pada tahun 2014 , hanya sekitar 67% siswa kelas tiga yang mampu menjawab pertanyaan matematika kelas satu Sekolah Dasar.
Adapun studi dari PISA, studi internasional yang dilakukan setiap tiga tahun untuk mengukur kemampuan literasi, matematika, dan sains siswa berusia 15 tahun. Indonesia rutin mengikuti PISA sejak tahun 2000 hingga terakhir kali pada tahun 2019. Selama periode tersebut, rata-rata skor Indonesia tidak meningkat dari sekitar 370 menjadi 400.Â
Dengan skor tersebut, hanya sekitar 30% siswa kelas sembilan hingga kelas sepuluh di Indonesia yang mendapatkan nilai minimal dalam pemahaman membaca dan penalaran matematis.
Dengan kata lain,  Indonesia telah lama mengalami krisis pembelajaran. Hilangnya pembelajaran (Learning Loss) akibat pandemi tentu memperburuk situasi dalam bidang pendidikan. Yang benar-benar perlu diwaspadai adalah semakin lebarnya kesenjangan akibat pandemi telah mengakibatkan semakin besarnya kerugian dalam bidang pendidikan khususnya bagi siswa dari keluarga miskin, yang tinggal di daerah yang  akses internetnya terbatas.
Kurikulum Merdeka dinilai mampu mengatasi learning loss akibat merebaknya pandemi Covid-19 yang menyebabkan program pendidikan tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan maksud dan tujuannya.Â
Dalam rangka mengikuti pendidikan di masa pandemi dan mempersiapkan peserta didik menghadapi era Pendidikan 4.0, Kemendikbudristek telah mempersiapkan kurikulum mandiri ini dengan mengutamakan minat dan bakat peserta didik sebagai faktor utama dalam proses pembelajaran.
Pelaksanaan Kurikulum Merdeka merupakan terobosan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi dalam rangka menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul melalui kebijakan yang memperkuat peran seluruh tenaga pendidikan. Kebijakan ini diimplementasikan melalui empat hal.Â
Pertama, meningkatkan infrastruktur dan teknologi. Kedua, menyempurnakan prosedur, kebijakan, dan pendanaan, serta memberikan otonomi yang lebih besar kepada satuan pendidikan. Ketiga, secara khusus meningkatkan kapasitas kepemimpinan, masyarakat, serta budaya. Keempat, meningkatkan kurikulum, pedagogik dan penilaian.Â
Dalam pelaksanaan kiurikulum merdeka ini, penekanan paling besar diberikan pada proses pemulihan pendidikan pascapandemi, mengacu pada empat upaya perbaikan antara lain: peningkatan infrastruktur dan fasilitas pendukung teknologi pendidikan, peningkatan kebijakan, pendanaan, dan prosedur pelayanan serta memberikan otonomi yang luas untuk setiap satuan pendidikan.
Ki Hadjar Dewantara, Bapak pendidikan Indonesia, Â menekankan apa yang disebutnya "kemerdekaan untuk belajar". Dalam beberapa literatur, ide ini dimulai karena Ki Hajar Dewantara menolak metode pendidikan berbasis kekerasan dan berjuang untuk menyebarkan konsep pendidikan "Taman Siswa".Â
Makna kebebasan belajar yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara adalah mengetahui bagaimana membentuk manusia, dimulai dengan pengembangan bakat.Â
Nadiem Makarim pada tahun 2019 mengatakan bahwa salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam Merdeka Belajar adalah kebebasan berpikir. Kebebasan berpikir menjadi salah satu pilar program Merdeka Belajar. Nadiem juga menyebutkan bahwa kebebasan berpikir harus terlebih dahulu dipraktikkan oleh guru sebelum diajarkan kepada siswa.
Merdeka belajar merupakan langkah inovatif untuk mentransformasi pendidikan demi pencapaian sumber daya manusia (SDM)  Indonesia dengan profil Pelajar Pancasila. Cikal bakal semangat Belajar Merdeka  yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebuayaan, Nadiem Anwar Makarim, ini diilhami oleh falsafah Ki Hajar Dewantara bersama  Presiden Sukarno, yang pada saat itu mencoba mendefinisikan konsep  sistem pendidikan nasional sebagai  sebuah sistem pemberdayaan individu dan  negara yang memuat pesan-pesan tentang: kemerdekaan, kesukarelaan, demokrasi, toleransi, ketertiban, perdamaian, kesesuaian dengan situasi dan suasana yang terdapat dalam lima sila Pancasila sebagai dasar negara.
Dua unsur utama yang melandasi Merdeka belajar adalah: (1) kemandirian dan (2) kemerdekaan. Dengan mempertimbangkan dua elemen kunci tersebut, Merdeka Belajar bercita-cita untuk memberikan pendidikan berkualitas tinggi kepada seluruh rakyat Indonesia melalui pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang unggul yang mampu memecahkan masalah bangsa.
Konsep Merdeka Belajar juga mencakup upaya mengubah pola pikir guru menjadi kolaboratif. Artinya, guru bukan hanya satu-satunya sumber informasi, tetapi siswa juga memiliki peran komplementer terhadap apa yang disampaikan oleh guru melalui sumber belajar lain yang tersedia, guru dan siswa akan bersama-sama menjadi agen perubahan dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
Kurikulum merdeka belajar ini dirancang sebagai bagian dari upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengatasi krisis pembelajaran yang telah lama kita hadapi dan semakin parah akibat pandemi Covid.Â
Memulihkan sistem pendidikan dari krisis pembelajaran tidak dapat dicapai melalui perubahan kurikulum saja. Berbagai upaya juga diperlukan untuk memperkuat kapasitas guru dan kepala sekolah, mendukung pemerintah daerah, menyusun sistem penilaian, serta infrastruktur dan pembiayaan yang lebih merata.Â
Program ini juga memiliki peran penting untuk dimainkan. Kurikulum memiliki pengaruh besar pada apa yang diajarkan guru, serta bagaimana mata pelajaran itu diajarkan. Jadi, kurikulum yang dirancang dengan baik akan mendorong dan memungkinkan guru untuk mengajar lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H