Dua monyet dalam kandang terpisah diberi pakan yang berbeda. Satu monyet diberi pakan mentimun dan monyet lainnya diberi pakan anggur. Pakan akan diberikan ketika monyet telah memberikan tanda berupa lemparan batu kepada pemberi pakan.
Monyet A secara terus menerus diberi pakan mentimun sedangkan monyet B diberi pakan anggur. Proses tersebut dilihat oleh masing-masing monyet. Pada pemberian pakan berikutnya monyet A tidak mau memakan pakan mentimun dan bahkan melemparnya. Monyet A ingin mendapatkan pakan anggur seperti monyet B. Berulang kali pakan mentimun yang diberikan monyet A dibuang.Â
Penjelasan di atas memberikan penegasan bahwa beberapa hewan pun mempunyai moralitas. Meski mereka hanya dikaruniai nafsu tanpa akal budi. Maka tepat jika Dr. Frans mengatakan moralitas tanpa agama pada kasus hewan, karena hewan tidak beragama.
Apakah moralitas pada hewan sama dengan moralitas pada manusia? Kalau acuannya adalah keadilan dan kepedulian seperti yang diungkapkan dalam percobaan Dr. Frans dan Dr. Sarah, mungkin bisa kita katakan sama. Keadilan dan kepedulian juga merupakan bagian dari moralitas manusia.
Perlu digarisbawahi bahwa hewan tidak memiliki akal budi seperti manusia. Akal yang merupakan hasil kinerja otak dapat dimiliki oleh hewan juga. Namun, tidak untuk budi, yang merupakan hasil kinerja hati/nurani/qolbu.
Simpanse yang menarik tambang untuk mendapatkan makanan adalah bentuk digunakannya akal oleh hewan. Begitu pula dengan contoh pada monyet chapunci. Keadilan menurut monyet chapunci adalah ketika makanan yang diberikan tidak berbeda dan tidak ada diskriminasi.
Perilaku menarik tambang pada simpanse dapat pula kita artikan sebagai kinerja otak yang direspon oleh kondisi lapar. Hanya saja disini, situasi untuk mendapatkan makanan dilakukan dengan manarik tambang secara bersamaan.
Bahkan, kita bisa mengartikan perilaku salah satu monyet chapunci yang melemparkan pakannya (karena melihat monyet lain diberi pakan berbeda) adalah bentuk keserakahan. Sedangkan kita tahu keserakahan adalah bentuk dari nihilnya akal budi. Nafsu menjadi dorongan utama hewan dalam berperilaku.
Disisi lain, ada pernyataan Dr. Frans yang membuat saya cukup kaget. Dia mengatakan dalam sebuah siaran youtube Big Think, "..our human morality is older than religion so instead of saying morality comes from God or religion gave us morality. For me that's a big no-no..".
Ahli primata ini meyakini bahwa keberadaan moralitas sudah ada sejak lama sebelum agama muncul. Bahkan dia juga menyatakan bahwa kita bisa bermoral tanpa beragama. Menurutnya, ada banyak orang ateis (tidak berkeyakinan) yang hidup tapi masih bisa bermoral.