Mohon tunggu...
Akhmad Solikhin
Akhmad Solikhin Mohon Tunggu... Lainnya - Biotechnologist

Ayo Melek Sains

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Misinformasi Nyamuk Wolbachia

17 November 2023   17:03 Diperbarui: 26 November 2023   15:48 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media sosial dan media online sedang ramai memberitakan nyamuk Wolbachia. Hal ini terkait penundaan pelepasan telur nyamuk Wolbachia di Bali yang seharusnya dilaksanakan pada 13 November 2023.

Penundaan dilakukan karena ada kelompok masyarakat yang masih meragukan manfaat dan khawatir akan dampak buruk dari nyamuk Wolbachia. Kekhawatiran masyarakat terpicu oleh beberapa tokoh menyampaikan penolakan atas rencana pelepasan telur nyamuk Wolbachia.

Pelepasan telur nyamuk Wolbachia merupakan pilot project dari Kemenkes guna mengurangi kasus demam berdarah di Indonesia. Telur nyamuk jenis Aedes aegypti diinjeksi bakteri Wolbachia sehingga menghasilkan nyamuk Wolbachia.

Nyamuk Wolbachia jantan yang kawin dengan betina tanpa Wolbachia tidak akan menghasilkan keturunan. Hal ini bisa mengurangi populasi nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah. Sedangkan nyamuk Wolbachia betina dapat menghasilkan keturunan yang semuanya adalah nyamuk Wolbachia.

Ketika nyamuk betina Wolbachia menggigit penderita demam berdarah, nyamuk ini tidak akan menularkan ke orang lain yang sehat. Ada mekanisme di dalam tubuh nyamuk Wolbachia yang dapat menghambat replikasi virus dangue penyebab demam berdarah.

Tidak hanya berteori saja, penelitian tentang pelepasan telur nyamuk Wolbachia telah dilakukan di kota Yogyakarta pada 2014-2020. Hasilnya nyamuk Wolbachia efektif menurunkan 77.1% kasus demam berdarah di wilayah intervensi dibandingkan dengan wilayah kontrol.

Hasil tersebut konsisten ditemukan di Australia, Barzil dan Vietnam dengan desain penelitian yang sama di Yogyakarta. Menariknya, tidak ada keluhan dari masyarakat dan pemerintah kota Yogyakarta terkait aspek keamanan dari pelepasan telur nyamuk Wolbachia.

Penulis sangat menyayangkan dengan adanya beberapa tokoh, masyarakat atau pun media yang menginformasikan nyamuk Wolbachia dengan kurang tepat. Oleh karena itu disini penulis akan menyampaikan beberapa misinformasi terkait nyamuk Wolbachia.

Sebelum melanjutkan tulisan ini, penulis perlu menyampaikan bahwa tulisan ini tidak bermaksud untuk mendiskriditkan pendapat penulis lain atau pernyataan orang lain. Panulis mengahargai setiap pendapat orang lain dan hanya ingin berpendapat berdasarkan data, informasi dan pengetahuan yang penulis pahami.

Misinformasi 1: Nyamuk Wolbachia hasil rekayasa genetika

Pernyataan tersebut sempat disampaikan oleh mantan Menteri Kesehatan Indonesia 2004-2009. Faktanya, nyamuk Wolbachia yang diproduksi oleh Fakultas Kedokteran UGM bukan lah hasil dari rekayasa genetika. Telur nyamuk jenis Aedes aegypti diinjeksi secara langsung dengan bakteri Wolbcahia tanpa melalui rekaya genetika.

Telur nyamuk tersebut kemudian disiapkan untuk dilepas ke daerah yang ditentukan. Setelah menetas, nyamuk Wolbachia akan menurunkan populasi nyamuk Aedes aegypti dan dapat menghambat penularan virus dangue penyebab demam berdarah.

Jadi sama sekali tidak ada proses rekayasa genetika dari nyamuk yang digunakan dalam pilot project Kemenkes ini.

Nyamuk rekayasa genetika sebenarnya sudah ada di Amerika Serikat. Sebuah Perusahaan biotek bernama Oxitec berhasil memproduksinya. Oxitec merekayasa nyamuk jantan Aedes aegypti kemudian dilepas untuk menurunkan populasi Aedes aegypti penyebab demam berdarah.

Meski sama-sama menurunkan populasi Aedes aegypti penyebab demam berdarah, nyamuk Wolbachia dari FK UGM bukan hasil rekayasa genetika seperti nyamuk produksi Oxitec di Amerika Serikat.

Misinformasi 2: Nyamuk Wolbachia adalah eksperimen yang dapat menyebabkan Encephalitis.

Kali ini yang menyampaikan informasi adalah professor Richard Claport dalam unggahan akun Youtube Dunia Harus Melihat. Informasi tersebut juga diamplifikasi oleh penulis di kompasiana dengan judul "Wolbachia dan Marahnya Profesor Indonesia".

Nyamuk penyebab Encephalitis adalah jenis Culex tritaeniorhynchus sedangkan nyamuk Wolbachia adalah jenis Aedes aegypti. Berarti tidak benar jika pemerintah mencoba membuat eksperimen untuk menyebarkan nyamuk yang membawa virus Japanese Ensefalitis penyebab radang otak.

Penelitian nyamuk Wolbachia dilakukan oleh Prof. Adi utarini dari UGM bersama timnya menjadi bukti kalau tidak mungkin program tersebut bertujuan menyebarkan penyakit seperti enchepalitis ke masyarakat luas. Hal ini juga diperkuat, dengan adanya penelitian penilaian risiko atas pelepasan nyamuk Wolbachia di Yogyakarta.

Penelitian tersebut dilakukan oleh Prof. Damayanti Buchori dari IPB bersama tim independen yang terdiri dari berbagai latar belakang ahli. Hasil secara keseluruhan menunjukkan bahwa nyamuk Wolbachia memiliki risiko rendah terhadap manusia, komunitas dan lingkungan.

Misinformasi 3: Nyamuk Wolbachia bisa menyebabkan Filariasis.

Filariasis atau kaki gajah merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filarial yang dibawa oleh nyamuk. Jika demam berdarah dan malaria disebabkan oleh nyamuk jenis terntentu, maka Filariasis disebabkan oleh gigitan semua jenis nyamuk.

Apakah nyamuk Wolbachia berpotensi menularkan Filariasis? Berdasarkan data penelitian yang dilakukan oleh Prof Buchori, Aedes aegypti yang diinjeksi Wolbachia beresiko rendah meningkatkan jumlah nyamuk yang terinfeksi Filariasis.

Penulis belum menemukan sumber yang menjelaskan secara khusus apakah nyamuk Wolbachia bisa menghambat nyamuk ber-Filariasis. Namun yang sudah pasti nyamuk Wolbachia bisa menurunkan kasus demam berdarah.

Pemerintah sudah berupaya mengatasi kasus demam berdarah di Indonesia dengan berbagai program. Muali dari larvasidasi, fogging, kelambu 3M, Jumantik 3M, COMBI (Communication for Behavioral impact) hingga G1R1J (gerakan 1 Rumah 1 Jumantik).

(sumber: Kemenkes 2022)
(sumber: Kemenkes 2022)

Namun kasus demam berdarah di Indonesia hingga akhir tahun 2022 mencapai 143.000 kasus dan bisa saja mengalami kenaikan. Dibutuhkan inovasi teknologi lain guna meminimalisir kasus tersebut. 

Nyamuk Wolbachia terbukti berpotensi membantu meminimalisir kasus demam berdarah bersama program pemerintah lainnya.

Sangat disayangkan jika inovasi teknologi untuk mengurangi kasus demam berdarah harus terhenti karena beberapa pendapat yang belum tentu kebenarannya. Mari kita menjadi masyarkat yang bijak bersama. Jika tidak sependapat, silahkan diungkapakan namun baiknya dengan data yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Sekian. Salam ayo melek sains.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun