Bulutangkis menjadi salah satu olahraga populer di Indonesia. Masyarakat di kota hingga pelosok desa mengenal olahraga tepok bulu satu ini. Tua, muda hingga anak-anak menyukainya.
Digemarinya bulutangkis bukan tanpa alasan. Indonesia termasuk negara yang konsisten dalam menelurkan pemain bulutangkis yang meraih banyak gelar di kompetisi internasional.
Sebut saja Susi Susanti, Taufik Hidayat, Liliana Natsir, Tantowi Ahmad, (Alm) Markis Kido, Hendra Setiawan, Muhamad Ahsan, Marcus Gideon dan Kevin Sajaya. Serta masih banyak pemain bulutangkis lainnya yang membanggakan nama Indonesia.
Masyarakat mengenal mereka dan banyak yang termotivasi untuk menjadi pemain profesional. Maka tak sedikit para orang tua yang mengikutkan anak mereka berlatih di klub bulutangkis agar kelak bisa menjadi pemain profesional.
Mulai dari klub di daerah hingga masuk Pelatda, lalu menjadi bagian dari klub besar level nasional seperti PB (Persatuan Bulutangkis) Djarum, PB Jaya Raya, PB Mutiara Cardinal dan PB Mansion Exist. Kemudian berlabuh menjadi bagian dari Pelatnas PBSI. Begitulah alur idealnya.
Namun tak semuanya jadi. Banyak juga anak-anak yang mengikuti klub di daerah maupun level nasional harus berhenti karena persaingan dan mungkin juga biaya. Faktanya anak-anak orang kaya yang ikut klub selalu menjadi prioritas pelatih dan bahkan menjadwalkan diri melakukan sesi latihan privat.
Cerita dari teman yang pernah menjadi bagian dari salah satu klub besar di Jakarta, dia kalah bersaing dengan pemain yang orang tuanya punya banyak modal. Karena mereka yang sering diberangkatkan turnamen dan sering diberikan privat oleh pelatih.
Semoga saja klub-klub bulutangkis saat ini lebih objektif dan profesional dalam melakukan pembinaan dan pelatihan. Tidak ada diskriminasi dengan melihat latar belakang keluarga. Yang memiliki bakat dan mau berlatih dengan keras, harus dibina dan diikutsertakan kompetisi sesuai levelnya.
Masyarakat penikmat bulutangkis
Ada masyarakat yang menjadi penikmat dengan hanya menyaksikan pertandingan bulutangkis. Baik itu pertandingan pemain profesional maupun pertandingan tarkam. Ada pula mayarakat yang menikmati bulutangkis dengan menjadikannya sebagai hobi olahraga.
Saya sendiri adalah penikmat pertandingan sekaligus pemain hobi bulutangkis. Saya penggemar (Alm) Markis Kido, Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan. Saya juga jarang melewatkan pertandingan penting seperti Kejuaraan Dunia, Olimpiade, dan BWF tour series.
Bagi saya, menyaksikan pertandingan pemain profesional dapat menjadi media berlatih. Saya bisa mempelajari cara melakukan smash, defense, dropshot, lob, netting, dan drive dengan melihat dan mengamati pertandingan.
Harap maklum, sebagai pemain hobi saya tidak mempunyai porsi latihan khusus. Latihan sebenarnya pemain hobi adalah saat bermain menghadapi lawan, baik itu dengan level yang sama maupun level di atasnya.
Sebagai pemain hobi, kita tidak perlu khawatir kalah atau menang dalam permainan. Kalah atau menang adalah sesuatu yang wajar dan tidak akan mempengaruhi peringkat BWF. Haha...tentu saja karena peringkat BWF hanya untuk pemain bulutangkis profesional.
Kalah dalam permainan adalah hal yang biasa. Apalagi jika lawan main memiliki level di atas kita. Atau bisa juga karena pasangan saat main memiliki level di bawah lawan dan di bawah kita.
Yang tidak biasa adalah saat kita tidak mau menerima kekalahan. Sampai kita menyalahkan dan memarahi pasangan main, bahkan ada yang sampai mematahkan raket karena tidak mau menerima kekalahan dalam permainan.
Ada pula sifat pemain hobi yang memiliki daya juang lemah. Kalau sudah tertinggal skor cukup jauh maka dia akan malas dalam melanjutkan permainan. Padahal jika mau berusaha sebenarnya bisa membalikkan keadaan dan bahkan bisa menang.
Pemain hobi lainnya ada yang takut bermain dengan lawan yang levelnya di atas. Salah satu alasanya mungkin juga karena takut kalah atau tidak mau kalah.
Kalau bagi saya, menghadapi lawan di level atas adalah sebenarnya latihan. Karena pada momen tersebut kita akan mengeluarkan semua kemampuan. Dan dengan jalan tersebut pula kita akan naik level.
Catatan penting bagi pemain hobi
Pemain hobi tidak hanya menikmati permainan. Tapi harus juga memperhatikan keselamatan. Bulutangkis termasuk olahraga yang membutuhkan ketangkasan dan stamina tinggi. Hal ini tentu berpotensi menimbulkan cidera.
Mengawali permainan dengan pemanasan menjadi hal penting guna menjaga keselamatan. Pemanasan bisa dilakukan 5-10 menit sebelum pertadingan dengan melakukan gerakan kepala, tangan, kaki hingga berlari ringan.
Pemain hobi harus memahami kondisi kesehatan masing-masing. Pemain yang memiliki riwayat penyakit jantung, riwayat cidera atau penyakit lainnya, tidak perlu memaksakan diri dalam permainan. Apalagi memaksakan diri untuk menang. Banyak kejadian pemain hobi meninggal karena serangan jantung atau penyebab lainnya.
Pemain hobi juga harus menyiapkan minuman (disarankan air putih) untuk menjaga hidrasi tubuh selama permainan. Jika stamina sudah terkuras misal ada rally panjang dalam permainan, jangan sungkan untuk meminta waktu istirahat.
Bagi pemain hobi yang sudah berusia 50 tahun ke atas, disarankan untuk tidak memaksakan diri dalam permainan. Intensitas hobi bulutangkis juga bisa dikurangi dan bisa digantikan dengan olahraga lain yang lebih ringan misalnya jalan kaki.
Bagi pemain hobi yang ingin meningakatkan stamina, lari dan workout teratur adalah kuncinya. Saya sendiri mengalaminya. Lari rutin minimal 1 minggu sekali ditambah workout di rumah meningkatkan stamina dan daya juang.
Persentase kemanangan menjadi lebih besar daripada kekalahan yang saya alami di tempat mabar (main bareng) yang saya ikuti sekarang ini. Setidaknya saya bisa bersaing dengan teman yang satu level dalam permainan.
Bisa jadi ketika saya mengikuti mabar di tempat lain, persentase kekalahannya akan lebih besar. It's ok and no problem. Kalah itu pertanda kita harus berlatih lebih keras lagi.
Dan juga kita harus rajin mengevaluasi diri. Bisa jadi stamina dan skill kita sudah bagus. Namun sikap dan cara kita berkominikasi dengan pasangan main yang tidak bagus. Itu bisa menjadi penyebab kita kalah dan tidak menikmati permainan.
Sekian dan salam olahraga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H