(Bagian 6 dari 20 Tulisan untuk Buku Baru saya yang akan terbit September 2021, GURU HEBAT MAN JADDA WAJADA)
A. MELAWAN MALAS
Kerja keras yang akan mendekatkan kita kepada apa yang kita inginkan. Kalau kita menginginkan sesuatu; mau punya uang banyak, mau pintar berbicara di depan publik, mau punya buku, mau menjadi guru teladan, mau dan mau banyak hal, tetapi tidak melakukan apa-apa, maka kemauan itu hanya akan menjadi omong kosong, impian di siang bolong.
Apa yang menghalangi kita dari bekerja keras? Faktor utama yang menghalangi kita dari bekerja keras adalah malas. Malas adalah pencuri kesuksesan terbesar kita. Kalau rasa malas masih ada dalam pikiran, hati, dan perbuatan kita, jangan pernah berharap untuk sukses.
Malas itu ada dalam pikiran. Pada saat malas datang, yang harus kita lakukan adalah menutup rapat pintu pikiran kita agar jangan sampai malas itu masuk. Sedikit saja malas itu berhasil masuk ke dalam pikiran, maka yang terjadi adalah malas akan mampu menguasai pikiran kita. Kalah lagi diri kita dengan kemalasan kita.
Musuh terbesar kesuksesan itu bukan dari faktor-faktor yang ada di luar diri kita. Musuh terbesar kesuksesan itu ada pada diri kita masing-masing, salah satunya karena kemalasan ini. Kemampuan kita untuk mengusir rasa malas dari dalam diri kita akan sangat berpengaruh terhadap apa yang akan kita raih.
Kalau perlu, buatlah slogan dalam hidup yang menjadi kunci pengusir malas. Saya sangat menikmati film "The Three Idiots", sebuah cerita tentang 3 orang yang membangun sukses dengan cara mereka sendiri. Hal yang terus saya ingat adalah, mereka punya slogan yang sama pada saat kesulitan, keraguan ataupun kemalasan menghampiri. Mereka akan bilang: "all is well".
Ternyata, slogan semacam itu ampuh. Mereka menemukan kembali kekuatan setelah meneriakkan slogan "all is well" berkali-kali.
Saya sarankan untuk menemukan slogan versi kita sendiri. Kalau saya, jelas slogan saya adalah dengan meneriakkan "Bismillah, Man Jadda Wajada, Pasti Bisa". Setiap pagi, saya sehabis bangun tidur, hal rutin yang saya lakukan adalah mengepalkan tangan sambil mengucapkan "Bismillah, Man Jadda Wajada, Pasti Bisa".
Ternyata, dengan mengucapkan slogan tersebut, hal-hal baik datang. Saya meyakinkan diri saya dengan pembicaraan positif terhadap diri sendiri (selftalk), bahwa hari ini akan banyak hal-hal baik yang datang.
Keyakinan positif semacam ini yang pada akhirnya membuat energi dan semangat saya setiap hari selalu terbangun. Kalau sudah semangat terbangun, tidak ada yang bisa mengalahkan kita. Jadi sebenarnya, selama ini yang membuat kita mundur, kalah, dan gagal faktornya bukan dari luar diri kita. Semua berasal dari dalam diri kita. Kita kalah melawan kemalasan. Sekali kita mampu melawan kemasalan, semua pada akhirnya akan menjadi baik.
Selain malas, hal lain yang juga menghalangi kita bekerja keras adalah karena kita tidak punya target. Kalau kita tidak punya target, rentetannya banyak; kita tidak punya rencana hari itu harus berbuat apa, kita tidak tahu tujuan dari apa yang kita kerjakan, yang penting hari itu hanya menghabiskan waktu dengan berbagai kesibukan.
Akibatnya, hidup kita tidak pernah bisa menghasilkan sesuatu karena tidak ada yang akan kita capai. Harus punya target, dalam bekerja, dalam bidang akademis, dalam hal pengembangan diri, keuangan, keluarga, dan sebagainya. Target-target itu yang akan mengarahkan hidup dan masa depan kita.
Dan, jangan sampai malas ini menjadi kebiasaan. Kita akan kesulitan sepanjang hidup kalau kemalasan menjadi kebiasaan. Kalau sudah ada tanda-tanda bahwa malas ini kok lama-lama menjadi biasa, kita tidak lagi merasa risih dengan kemalasan kita, itulah tanda-tanda bahaya. Harus segera kita lawan. Tekadkan untuk bangkit melawan kemalasan.
B. TIGA DIMENSI KERJA KERAS
Kalau sudah bisa mengalahkan kemalasan kita, apa yang bisa kita lakukan untuk bekerja keras. Ada 3 hal yang menjadi indikator kerja keras dalam hidup kita.
Indikator pertama dari kerja keras adalah bukan asal sibuk, tetapi sibuk yang produktif. Kita punya 24 jam sehari, jangan sampai kita menghabiskan hari-hari kita hanya asal kerja, hanya asal sibuk, yang penting bisa melewati hari ini. Terlihat sibuk setiap saat, seakan-akan tidak ada waktu luang, ternyata sebenarnya tidak menghasilkan apa-apa. Itu artinya asal sibuk, tetapi tidak produktif.
Lalu, produktif itu seperti apa? Ciri pertama dari produktif adalah menghasilkan karya. Bisa tulisan, buku, hasil pekerjaan, laporan, produk, jasa, dan berbagai hal lain. Ada hasilnya. Kalau kita bekerja setiap hari tidak ada yang kita hasilkan, berarti kita belum produktif.
Ciri kedua yang dinamakan produktif adalah menghasilkan uang. Kalau apa yang kita kerjakan tidak menghasilkan uang, maka harus ada hal lain yang dihasilkan. Itulah ciri ketiga dari produktif, yaitu menghasilkan hal-hal yang bermanfaat. Bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Itulah tiga ciri dari kerja yang produktif. Produktifkan diri kita. Hasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Indikator kedua dari kerja keras adalah totalitas. Kalau bekerja, harus total. Tidak boleh setengah-setengah. Full Energy. 100% kekuatan. Kalau mengerjakan sesuatu, harus dikerjakan dengan kekuatan penuh.
Karena, upaya dan tingkat energi yang harus dikeluarkan apakah kita mengerjakan sesuatu dengan setengah-setengah atau total sepenuhnya itu sama saja. Lelah dan "capek"-nya sama. Kalau sama-sama lelah, "mending" kita bekerja secara total. Kalau bekerja secara total, maka hasilnya InsyaAllah akan baik. Kalau bekerja setengah-setengah, hasilnya tidak akan pernah maksimal.
Mengajar, harus total. Menyiapkan bahan pelajaran, media pembelajaran, RPP, lembar kerja, semua dilakukan dengan maksimal. Jangan apa adanya. Kita pahami pelajarannya, perluas wawasan dengan membaca. Dengan senjata mengajar yang lengkap, kita akan masuk kelas dengan penuh percaya diri, dan hasilnya akan maksimal. Kita senang, murid-murid juga senang dengan kedatangan kita. Proses belajar mengajar menjadi menyenangkan.
Kalau kita hanya sekadar masuk kelas, menggugurkan kewajiban untuk mengajar, tanpa ada totalitas, akan sulit kita mengajar yang menyenangkan. Kita terbebani, murid-murid tidak "happy" dengan cara mengajar kita, akhirnya sama-sama melelahkan. Padahal, kalau kita mengajar secara total, tentu hasilnya akan berbeda.
Dalam hal mengembangkan diri juga begitu. Mengikuti pelatihan dan seminar, membaca buku, menulis artikel, menulis buku, menyusun penelitian, pokoknya semua hal kita lakukan dengan maksial.
Indikator ketiga dari kerja keras adalah dorong sampai batas yang paling memungkinan. Push to The Limit. Tidak pernah puas dengan apa yang ada sekarang. Selalu berpikir bagaimana memperbaiki yang sudah baik ini. Karena yang terbaik sekalipun masih bisa diperbaiki. Even the best can be improved.
Pertanyaan kita selalu, apalagi yang bisa kita perbaiki? Apalagi yang bisa kita lakukan agar menjadikan hal ini lebih baik. Apalagi, apalagi, dan apalagi. Begitu seterusnya kita tanyakan kepada diri kita. Hal-hal yang sudah baik kita jaga, bahkan terus kita perbaiki dari waktu ke waktu.
Hanya dengan cara itu, kita akan bisa meraih kehidupan dan masa depan yang lebih baik.
Salam Man Jadda Wajada. Pasti Bisa.Â
Bekasi, 19 Agustus 2021
Mentor Menulis, Penulis Buku Man Jadda Wajada. Bisa dihubungi di IG: @akbarzainudin, YouTube: Akbar Zainudin, TikTok: AkbarZainudinMJW, Email: akbar.zainudin@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H