Mohon tunggu...
Akbar Syafa Nugraha
Akbar Syafa Nugraha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Sosiologi Universitas Sebelas Maret

Berbicara mengenai hobi, sejatinya saya senang dalam berpublic speaking, berorganisasi, dan membuat konten menarik di Instagram. Padahal, banyak orang menganggap kepribadian introvert seperti saya jarang menyukai bidang tersebut. Namun, inilah diri saya, senang mengeksplore hal baru, salah satunya dalam bidang kepenulisan ini.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Paternalistik, Budaya yang Memblokir Perempuan Menjadi Seorang Pemimpin

23 Mei 2022   15:35 Diperbarui: 23 Mei 2022   16:46 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keterlibatan perempuan menjadi syarat mutlak dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkeadilan. Jika para perempuannya dibiarkan tertinggal, tersisihkan, dan tertindas, maka tidaklah sejahtera suatu negara. Sejalan dengan pendapat Vivekananda (Darwin 2005:8) bahwa: negara dan bangsa yang tidak menghormati kaum perempuannya tidak akan pernah menjadi besar, baik di saat ini maupun di masa depan.

Mensyaratkan asas partisipasi, representasi, dan akuntabilitas lah keterwakilan perempuan dalam kekuasaan termasuk menduduki posisi pimpinan. Sehingga keadilan gender menjadi muara keterwakilan perempuan dalam politik kekuasaan dan berbagai kebijakan yang diambil. Hanya perempuan yang bisa mengerti, merasakan, dan berempati kepada masalah serta aspirasi kaum perempuan sehingga keterwakilan tersebut sangatlah vital.

Perempuan mempunyai karakteristik percaya diri, disiplin, memimpin orang lain bukan menguasai orang lain, bersikap tegas, bekerja untuk kepentingan orang lain, kerja keras, berkompetensi diri, dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan dalam menjalankan peran sebagai pemimpin. Hal itu sejalan dengan karakteristik yang dikemukakan oleh Cantor dan Bernay (1998) pada Women in Power, yang menyebutkan bahwa kepemimpinan perempuan sebagai perpaduan antara kompetensi diri, agresi kreatif, dan kekuasaan perempuan.

Jika menilik perspektif Islam, perempuan diperbolehkan menjadi pemimpin asalkan tidak melenceng dari syariat agama, jika seorang perempuan diangggap mampu baik dari segi pendidikan dan ketaatan terhadap agama maka perempuan tersebut diperbolehkan menjadi pemimpin. 

Merdekalah perempuan, merdekalah Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun