Keterlibatan perempuan menjadi syarat mutlak dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkeadilan. Jika para perempuannya dibiarkan tertinggal, tersisihkan, dan tertindas, maka tidaklah sejahtera suatu negara. Sejalan dengan pendapat Vivekananda (Darwin 2005:8) bahwa: negara dan bangsa yang tidak menghormati kaum perempuannya tidak akan pernah menjadi besar, baik di saat ini maupun di masa depan.
Mensyaratkan asas partisipasi, representasi, dan akuntabilitas lah keterwakilan perempuan dalam kekuasaan termasuk menduduki posisi pimpinan. Sehingga keadilan gender menjadi muara keterwakilan perempuan dalam politik kekuasaan dan berbagai kebijakan yang diambil. Hanya perempuan yang bisa mengerti, merasakan, dan berempati kepada masalah serta aspirasi kaum perempuan sehingga keterwakilan tersebut sangatlah vital.
Perempuan mempunyai karakteristik percaya diri, disiplin, memimpin orang lain bukan menguasai orang lain, bersikap tegas, bekerja untuk kepentingan orang lain, kerja keras, berkompetensi diri, dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan dalam menjalankan peran sebagai pemimpin. Hal itu sejalan dengan karakteristik yang dikemukakan oleh Cantor dan Bernay (1998) pada Women in Power, yang menyebutkan bahwa kepemimpinan perempuan sebagai perpaduan antara kompetensi diri, agresi kreatif, dan kekuasaan perempuan.
Jika menilik perspektif Islam, perempuan diperbolehkan menjadi pemimpin asalkan tidak melenceng dari syariat agama, jika seorang perempuan diangggap mampu baik dari segi pendidikan dan ketaatan terhadap agama maka perempuan tersebut diperbolehkan menjadi pemimpin.
Merdekalah perempuan, merdekalah Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H