Mohon tunggu...
Akbar Rizky
Akbar Rizky Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keberagaman Muslim Indonesia, Moderasi Beragama, Menyikapi Tradisi Tahlilan dari Kontroversi Penutupan Jalan untuk Tradisi Tahlilan

12 Juli 2024   23:18 Diperbarui: 13 Juli 2024   13:26 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Indonesia merupakan sebuah negara yang didalamnya terdapat banyak sekali Tradisi. Tradisi yang dilakukan ada berupa kepercayaan yang dianut oleh orang tua-orang tua sebelumnya, dan ada berupa  kepercayaan yang diambil dari pengaruh-pengaruh luar seperti Tahlilan yang sebelumnya didapati dari pengaruh adat agama Hindu didalam upacara peribadatan nenek moyangnya. Tahlilan yang pada saar itu merupakan budaya hasil dari pengaruh Hindu berubah ketika pengaruh Islam masuk. 

Wali songo memutuskan untuk menjadikan tahlilan sebagai media dakwah yang kemudian mengajak manusia melakukan takziah untuk mendoakan orang yang meninggal serta yang ditinggalkan sebagai bentuk rasa cinta terhadap sesama.

Pada zaman sekarang, Tahlilan erat hubungannya dengan ajaran agama islam. Tahlilan sendiri merupakan salah satu sebuah bentuk Tradisi agar mengajak manusia untuk mendoakan orang yang meninggal serta ditinggalkan sebagai bentuk cinta terhadap sesama. Ada yang melaksanakannya selama 7 hari, empat puluh hari, seratus hari, bahkan bisa sampai seribu hari setelah kematian. Biasanya didalam Tradisi Tahlilan tersebut, masyarakat muslim di Indonesia memulai acara itu dengan membaca surat Yasin dan kemudian disusul dengan mendoakan agar mayyit khusnul khotimah dan keluarga yang ditinggalkan mendapatkan ridha di sisinya Allah SWT. 

Namun, pada pembahasan kali ini saya tidak ingin melebar kedalam pembahasan sejauh mana Tradisan Tahlilan ini berkembang di masyarakat dan dampak atau pengaruhnya bagi masyarakat muslim khususnya di Indonesia, melainkan fokus kedalam pembahasan utama yaitu, Kontroversi penutupan jalan untuk Tradisi Tahlilan.

Di kota Jakarta Selatan, terjadi sebuah permasalahan yang dimana pada saat itu terdapat kegiatan Tahlilan yang diselenggarakan oleh masyarakat Muslim Indonesia pada komplek perumahan disana. Disaat orang-orang sibuk dengan mengaji, berdoa, berzikir, bercakap dan fokus didalam kegiatannya. 

Terdapat dua orang laki-laki yang disebutkan sengaja melewati kerumuna orang yang sedang melaksanakan Tahlilan dengan kendaraan bermotor. Masyarakat melabeli dua orang ini tidak memiliki adab sama sekali terhahdap acara itu. dari sinilah muncul beberapa pandangan masyaarakat seperti, "kenapa acara seperti itu diadakan di jalanan yang seharusnya dijadikan tempat untuk lalu lalang kendaraan berpergian menjadi tempat untuk itu, apakah tidak zalim?". 

Dari sinilah titik fokus permasalahan itu muncul, bolehkah seseorang membuat acara atau Tradisi Tahlilan di jalan. Budaya mendirikan kegiatan acara di jalanan merupakan budaya desa yang dibawa ke daerah perkotaan dan kemungkinan menjadi permasalahan bagi masyarakat.

Sebagai langkah awal, sebaiknya seseorang harus mengetahui tentang hakikat dari Moderasi Beragama. Moderasi Beragama tentu saja berbeda dengan Moderasi Agama, yang dimana ketika kita membahas tentang Moderasi Beragama, Beragama sama dengan praktik agama atau cara, sedangkan Agama adalah bentuk ajarannya. Maka dari itu arti dari Moderasi Beragama adalah cara atau penanganan untuk menengahi praktik agama yang ada disana. Dalam kasus ini Tradisi Tahlilan yang diselenggarakan di jalan merupakan bentuk upaya dari Moderasi Beragama.

Kekeliruan Asumsi terkait moderasi beragama adalah sebagai bagian dari perang pemikiran untuk membuat bingung masyarakat, kemudia menyesatkan, serta memurtadkan. Dan kemudian dianggap sebagai upaya menjauhkan dari agama, mengeluarkan dari agama, serta mengoyak persatuan. Padahal moderasi beragama bukan ditujukan hanya untuk satu agama tertentui, bukan mengajak mencapur aduk ajaran agama, bukan moderasi agama, bukan upaya menjauhkan umat dari ajaran agamanya, dan bukan antitesa radikalisme. Lawan moderasi bukan radikal melainkan ekstrem.

Cara atau solusi untuk menengahi kasus ini adalah dengan bersikap moderat antar seorang, sekelompok, pengurus, ataupun penyelenggara dengan meminta izin terhadap pemerintahan setempat yang berwenang pada saat itu. 

Perlu di garis bawahi bahwa pemerintah boleh mengatur operasionalnya tetapi tidak pada substansi ritualnya yang artinya dalam kasus ini pemerintah boleh mengizinkan untuk melaksankan Tahlilan di jalan dan dibatasi waktunya serta memberikan arahan kepada penggunaan jalan supaya para pengguna jalan tidak kebingungan untuk mencari jalan yang kemudian diberi jalan alternatif walaaupun agak jauh serta tidak merubah atau membuat isi substansi dari Tahlilan tersebut seperti harus membaca surat tertentu sebanyak ratusan kali atau harus mengadakan upacara nasional sebelum melaksanakan kegiatan Tradisi Tahlilan tersebut, ini tidak dibolehkan dalam Moderasi Beragama. Pemerintah boleh hadir hanya untuk operasional dan bukan untuk mengubah isi substansi ritualnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun