Mohon tunggu...
Akbar Ramadhan
Akbar Ramadhan Mohon Tunggu... Penulis - Periset dan Content Writer Validnews.id

Akbar Ramadhan merupakan lulusan S1 Ekonomi Pembangunan, Universitas Airlangga. Saat ini, bekerja di Validnews.id sebagai Periset dan Content Writer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meninjau Pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) bagi Pengentasan Kemiskinan Nasional

23 Januari 2024   12:33 Diperbarui: 23 Januari 2024   12:33 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kemiskinan. Sumber: Kompas.com/Kristianto Purnomo

Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang masih belum dapat teratasi dari era salah satu rezim hingga rezim berikutnya. Padahal, kemiskinan merupakan akar masalah dari berbagai hal. Tingginya tingkat kemiskinan menyebabkan permintaan agregat juga menurun. Hal tersebut dapat berdampak kepada pertumbuhan ekonomi yang rendah.

Tingkat kemiskinan yang semakin tinggi tidak hanya berdampak kepada ekonomi secara makro, tetapi juga isu sosial. Kriminalitas menjadi salah satu isu sosial yang ditimbulkan oleh kemiskinan. Seseorang yang berada pada kondisi miskin, memiliki kemungkinan tinggi untuk melakukan tindakan kriminal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Di Indonesia, indikator dalam mengukur kemiskinan mengacu pada metode perhitungan yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). BPS menggunakan pendekatan pengeluaran minimum untuk menentukan apakah seseorang tergolong miskin atau tidak.

Seseorang dikatakan miskin apabila pengeluaran rata-rata per bulannya berada di bawah garis kemiskinan. Sebagai informasi, garis kemiskinan merupakan nilai Rupiah minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok selama sebulan, baik kebutuhan makanan maupun non-makanan.

Investasi terhadap Tingkat Kemiskinan

Tingkat kemiskinan yang tinggi di suatu negara, termasuk juga Indonesia, kerap kali dihubungkan dengan tingginya tingkat pengangguran sebagai akibat dari tidak seimbangnya antara lapangan kerja yang tersedia dengan jumlah orang yang mencari kerja. Bila digali hingga ke akar masalahnya, maka hal yang menyebabkan kemiskinan sulit teratasi karena rendahnya investasi, dalam hal ini adalah investasi langsung.

Investasi langsung memainkan peranan penting dalam pengurangan kemiskinan. Semakin banyak investasi langsung yang tercipta, maka semakin banyak pula potensi lapangan pekerjaan yang tersedia.

Di Indonesia, peran warga domestik dalam investasi langsung bisa dibilang masih sangat rendah. Sehingga diperlukannya peran asing dalam investasi langsung. Investasi langsung yang berasal dari pihak asing dapat disebut sebagai penanaman modal asing (PMA).

Menurut Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada 2023, penanaman modal asing (PMA) yang terealisasi adalah sebesar Rp 571,10 triliun atau setara 54,98% dari keseluruhan realisasi investasi. Sedangkan realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) mencapai Rp 467,70 triliun.

Sebagai informasi, PMA ke Indonesia pada kurun waktu 2015-2017 mengalami tren peningkatan. Mulai sebesar Rp 365,90 triliun pada 2015 menjadi Rp 430,50 triliun pada 2017. Setelah 2017, PMA yang masuk ke Indonesia cenderung fluktuatif hingga menjadi Rp 412,80 triliun pada 2020. Selanjutnya, kembali meningkat hingga menjadi Rp 654,40 triliun pada 2022, dan menurun pada 2023 menjadi Rp 571,10 triliun.

Sementara itu, tingkat kemiskinan dan pengangguran terbuka di tanah air mengalami pola perkembangan yang sama, yakni dengan perkembangan yang cenderung stagnan. Pada kurun waktu 2015-2019, terjadi tren penurunan kemiskinan dan pengangguran terbuka, meski tidak terlalu signifikan. Pada 2015, tingkat kemiskinan di Indonesia sebesar 11,13% dan tingkat pengangguran terbuka sebesar 6,18%. Kemudian pada 2017, tingkat kemiskinan menjadi 9,22% dan tingkat pengangguran terbuka menjadi 5,23%. Kemudian, terjadi peningkatan tingkat kemiskinan dan pengangguran terbuka pada 2020, yakni masing-masing sebesar 10,19% dan 7,07%. Pasca 2020, tingkat kemiskinan & pengangguran terbuka berangsur-angsur menurun, namun tidak signifikan, dengan masing-masing menjadi 9,36% dan 5,32%.

Dengan pola perkembangan PMA yang fluktuatif dan cenderung stagnannya tingkat kemiskinan di Indonesia, secara sekilas dapat dikatakan bahwa PMA yang masuk ke tanah air belum terlalu berdampak pada tingkat kemiskinan. Hal ini mengindikasikan bahwa arus masuk PMA ke tanah air masih bersifat padat modal.

PMA memang berdampak kepada pengurangan kemiskinan, tetapi tidak serta merta begitu saja. Diperlukan untuk memperhatikan hal-hal lain agar PMA dapat memberi manfaat bagi pengurangan kemiskinan.

Setidaknya, terdapat tiga cara yang harus dilakukan agar PMA dapat memberi manfaat kepada pengentasan kemiskinan. Pertama, investasi diarahkan untuk menciptakan usaha yang berorientasi padat karya dengan pertumbuhan ekspor sebagai mesin terpenting. Sehingga penting bagi pemerintah, dalam hal ini Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk membuat peraturan yang mengarahkan agar investasi asing yang masuk tidak sekadar mengejar pertumbuhan ekonomi semata, melainkan juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

Kedua, terwujudnya limpahan teknologi, inovasi, pengetahuan, dan aset yang tak berwujud lainnya dari perusahaan-perusahaan asing yang berinvestasi. Hal ini bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan tenaga kerja lokal yang pada gilirannya akan menciptakan tenaga kerja dengan kemampuan yang memumpuni dan produktivitas yang tinggi.

Kemampuan yang baik dan produktivitas yang tinggi merupakan dua hal diperlukan oleh seluruh tenaga kerja, yang saat ini masih belum sepenuhnya dimiliki oleh kebanyakan tenaga kerja di Indonesia. Mengingat saat ini, penguasaan masyarakat Indonesia terhadap teknologi masih rendah.

Ketiga, perolehan dari pajak yang dihimpun dari perusahaan-perusahaan berbasis penanaman modal asing yang dapat digunakan untuk membiayai program maupun proyek pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan.

Agar penerimaan pajak dari aktivitas PMA menjadi optimal, diperlukannya aturan yang tepat dan pengawasan ketat terkait perpajakan. Aturan mengenai tarif perpajakan di negara tuan rumah harus menarik bagi investor, termasuk dari luar negeri.

Jika, tarif pajak ditetapkan terlalu tinggi, utamanya untuk pajak penghasilan badan dan pajak pertambahan nilai, maka hal ini akan mengurangi minat investor asing untuk menanamkan modalnya. Kemudian, pengawasan mengenai perpajakan harus diperketat untuk mencegah tindak kecurangan di pihak perusahaan, seperti transfer pricing.

Pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Kemiskinan di Indonesia. Sumber: Kompasiana/Akbar Ramadhan
Pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Kemiskinan di Indonesia. Sumber: Kompasiana/Akbar Ramadhan

Tantangan dalam Upaya Menarik PMA

Capaian PMA yang masuk ke Indonesia selama ini relatif baik. Di kawasan Asia Tenggara, nominal PMA yang masuk ke tanah air hanya kalah dengan Singapura. Menurut laporan World Investment Report 2023 yang diterbitkan oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), PMA yang masuk ke tanah air pada 2022 sebanyak USD 21,97 miliar. Sedangkan, PMA yang masuk ke Singapura sebesar USD 141,21 miliar.

Dari angka tersebut, sekilas dapat dikatakan bahwa iklim investasi di tanah air relatif lebih baik bila dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara. Meski begitu, bukan berarti tidak ada tantangan yang dihadapi Indonesia untuk mempertahankan iklim investasi yang saat ini terbilang baik.

Tantangan fundamental yang saat ini masih belum bisa teratasi oleh pemerintah Indonesia dalam rangka menarik pundi-pundi PMA, yakni berkaitan dengan modal manusia .

Pasokan tenaga kerja yang tersedia belum sepenuhnya mendukung iklim investasi. Tenaga kerja yang minim keterampilan dan pengetahuan yang rendah masih sangat dominan di tanah air. Sedangkan, perusahaan-perusahaan yang menanamkan modalnya di tanah air amat sangat membutuhkan pasokan tenaga kerja yang terampil dan berpengetahuan yang baik.

Sebagaimana laporan World Digital Competitiveness Ranking 2023 yang diterbitkan oleh Institute for Management Development (IMD), indeks daya saing digital Indonesia adalah sebesar 60,36 dan berada diperingkat 45 dari 64 negara. Capaian tersebut masih lebih rendah dibandingkan beberapa negara Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Hal itu semakin mempertegas bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia masih terbilang belum memiliki kemampuan yang cukup untuk bersaing dengan masyarakat dari negara lain, utamanya terkait penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

Hal tersebut demikian, salah satunya disebabkan oleh kualitas pendidikan di Indonesia yang belum baik yang tercermin dari rata-rata IQ Masyarakat Indonesia. World Population Review mempublikasi peringkat rata-rata IQ di dunia pada 2023, yang mana menunjukkan bahwa rata-rata IQ Indonesia hanya sebesar 78,49 dan menempati peringkat 129 dari 197 negara. Angka tersebut bahkan lebih rendah daripada rata-rata IQ dunia, yakni sebesar 82,03.

Kemudian, tata kelola pemerintahan yang korup dan adanya pungutan liar juga turut andil dalam menghambat arus masuk PMA ke tanah air.

Buruknya tata kelola pemerintahan di tanah air dapat digambarkan melalui indeks persepsi korupsi pada 2022 yang termasuk rendah secara global, yakni hanya sebesar 34 dan menempatkan Indonesia di peringkat 110 sebagai negara yang bersih dari korupsi. Semakin ironi, mengingat indeks tersebut lebih rendah daripada beberapa negara Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, bahkan Timor Leste.

Korupsi maupun pungutan liar menyebabkan suatu masalah besar bagi perekonomian, yakni timbulnya ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Ekonomi biaya tinggi merupakan kondisi ketika suatu negara dalam proses ekonominya memerlukan biaya yang lebih tinggi dari yang seharusnya karena keberadaan tarif dan biaya faktor produksi yang lebih tinggi ataupun adanya prilaku-prilaku yang tidak seharusnya ada, seperti korupsi dan pungutan liar.

Bukti  nyata adanya ekonomi biaya tinggi di tanah air dapat dilihat dari increamental capital-output ratio (ICOR). Sebagai informasi, ICOR adalah rasio yang menggambarkan tambahan modal yang diperlukan guna menghasilkan output tambahan. Sehingga, ICOR yang semakin tinggi mengindikasikan bahwa biaya yang dibutuhkan investor untuk berinvestasi akan semakin besar.

Menurut keterangan tertulis Kementerian Perekonomian (28/8/2023), bahwa ICOR Indonesia sampai dengan Agutus 2023 masih terlalu tinggi, yakni sebesar 7,6%. Padahal idealnya, maksimal adalah sebesar 5%.

Bila masalah-masalah ini tidak lekas diatasi, maka dapat memberikan dua kemungkinan bagi iklim investasi dalam negeri. Kemungkinan pertama, investor asing sama sekali tidak berminat untuk menanamkan modalnya di tanah air.

Kedua, dengan sumber daya alam di tanah air yang melimpah, tetap ada kemungkinan investor untuk menanamkan modalnya di tanah air, akan tetapi investor akan lebih berorientasi pada usaha padat modal, dibandingkan padat karya. Dampaknya, tenaga kerja yang terserap hanya tenaga kerja yang benar-benar terampil dan jumlahnya sedikit. Tentunya, hal itu akan semakin memperlebar ketimpangan pendapatan di tanah air.

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa investasi di tanah air belum terlalu signifikan berdampak pada upaya pengurangan kemiskinan di tanah air. Kemudian, masih banyak masalah-masalah yang dapat memperburuk iklim investasi di negeri ini yang belum sepenuhnya teratasi. Sehingga, menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang baik, yang tidak hanya berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi, melainkan juga secara inklusif berdampak pada masyarakat luas, khususnya kaum miskin.

Referensi:

Antara. Diakses melalui: https://www.antaranews.com/berita/3891105/indef-debat-cawapres-belum-mampu-beri-solusi-jitu-untuk-ekonomi-ri

Artikel dan Publikasi BKPM. (2024). Diakses melalui: https://www.bkpm.go.id/id/info/artikel#

Corruption Perceptions Index. (2023). Diakses dari Transparency International: https://www.transparency.org/en/cpi/2022

Countries by IQ - Average IQ by Country 2024. (2024). Diakses dari World Population Review: https://worldpopulationreview.com/country-rankings/average-iq-by-country

Harmadi, S. H. B., & Tjiptoherijanto, P. (2006). Decentralization in Indonesia: Efforts to Address Issues on High Cost Economy, Public Services Inequality, And Civil Service Reform.

Institute for Management Development. (2023). IMD World Digital Competitiveness Ranking 2023.  Lausanne: Institute for Management Development.

Kosim, A., & Taufiq. (2009). Ekonomi Biaya Tinggi, Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 7(2), 54--61.

Tambunan, T. (2005). The Impact of Foreign Direct Investment On Poverty Reduction. A Survey of Literature and A Temporary Finding from Indonesia. In consultative meeting on "Foreign Direct Investment and Policy Changes: Areas for New Research", United Nations Conference Centre, Bangkok, Thailand, 12--13.

United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). (2023). World Investment Report 2023. Jenewa: United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun