Mohon tunggu...
Akbar Ramadhan
Akbar Ramadhan Mohon Tunggu... Penulis - Periset dan Content Writer Validnews.id

Akbar Ramadhan merupakan lulusan S1 Ekonomi Pembangunan, Universitas Airlangga. Saat ini, bekerja di Validnews.id sebagai Periset dan Content Writer.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Latar Belakang Aturan Baru Pajak Hiburan dan Dampaknya pada Pariwisata

16 Januari 2024   16:56 Diperbarui: 16 Januari 2024   17:27 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pajak. (Shutterstock/Enciktepstudio)

Saat ini, kita dihebohkan dengan penerapan tarif pajak hiburan yang baru. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dikenakan tarif pajak minimum 4O% dan maksimum 75%.

Kebijakan tarif pajak hiburan baru tersebut menciptakan polemik di masyarakat, termasuk tokoh masyarakat yang memiliki usaha di bidang hiburan. Pedangdut kondang, Inul Daratista yang sekaligus pemilik usaha karaoke Inul Vizta dalam akun Instagram miliknya menyatakan rasa keberatan terhadap penetapan tarif baru pajak hiburan. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak adil dan dia membandingkan dengan usaha hiburan lainnya, seperti film yang dikenakan tarif pajak hanya sebesar 10%.

“Insan film kalau saya gak salah cuma bayar pajak nya 10%. Sekalinya booming filmnya bisa income puluhan hingga ratusan miliar meski yang terlibat banyak tapi dari pendapatan sangat signifikan keuntungannya tanpa menunggu untung dalam setahun,” ujar Inul.

Sebagai informasi, pada aturan lama, yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) tidak ditetapkan tarif pajak minimum untuk pajak hiburan. Kegiatan atau bisnis hiburan seperti pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, dikenakan tarif pajak maksimum sebesar 75%.

Dengan tidak ditentukannya tarif pajak minimum pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, bisnis maupun kegiatan hiburan dapat dikenakan tarif pajak kurang dari 40%, menyesuaikan pada peraturan daerah (Perda) di tiap-tiap daerah.

Latar Belakang Ditetapkannya Tarif Pajak Hiburan yang Baru

Penetapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 didasarkan pada beberapa tantangan dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal. Menurut Laporan Direktorat Pendapatan Daerah-Ditjen Bina Keuangan Daerah pelaksanaan desentralisasi fiskal masih dihadapkan pada lima tantangan.

Pertama, pemanfaatan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang belum optimal. Hal tersebut disebabkan oleh ketergantungan daerah yang tinggi terhadap dana TKDD dan penggunaan anggaran yang masih dominan pada belanja pegawai. Adapun transfer pemerintah pusat ke daerah, yaitu meliputi dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK).

Kedua, struktur belanja daerah yang belum memuaskan. Realisasi belanja daerah untuk pembangunan infrastruktur masih sangat rendah, dengan rata-rata hanya sebesar 11,5% dari belanja daerah.

Ketiga, rasio pajak daerah yang masih cukup rendah, yakni berada dikisaran 1,2% pada masa pandemi COVID-19 tahun 2020. Adapun rasio pajak daerah merupakan perbandingan antara penerimaan pajak daerah terhadap produk domestik regional bruto (PDRB).

Keempat, pemanfaatan pembiayaan yang masih terbatas. Hal itu disebabkan oleh pemanfaatan Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang masih terbatas dan jumlah pinjaman daerah di Indonesia yang masih sangat rendah, yakni sebesar 0,049% produk domestik bruto (PDB) 2020.

Kelima, sinergi fiskal pusat-daerah yang belum optimal yang disebabkan oleh ketidaksamaan antara program pusat dan daerah.

Berdasarkan tantangan-tantangan tersebut, penetapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 bertujuan untuk menguatkan sistem perpajakan daerah, meminimalisir ketimpangan vertikal dan horizontal, meningkatkan kualitas belanja daerah, dan harmonisasi belanja pusat dan daerah.

Dampak Negatif terhadap Sektor Pariwisata

Penetapan tarif pajak hiburan yang tinggi, berpotensi merusak capaian kinerja sektor pariwisata yang baru mulai pulih pasca pandemi COVID-19. Mengutip pendapat Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada Bisnis (15/1/2024), pajak hiburan yang tinggi menyebabkan ongkos wisata menjadi lebih tinggi. Hal itu demikian, sebab pengusaha hiburan pasti akan membebankan tarif pajak yang tinggi ke harga jasa hiburan yang harus dibayar oleh wisatawan.

Hal tersebut menyebabkan daya saing pariwisata tanah air menurun dan berpotensi kehilangan banyak wisatawan potensial. “Turis pasti akan bergeser, wisatawan domestik pun daripada spending di dalam negeri dengan pajak tinggi, mending bayar tiket tetapi bisa mendapatkan harga dan kualitas yang lebih kompetitif di luar negeri, Thailand misalnya,” ujar Bhima.

Sebagai informasi, pengeluaran wisatawan asing per kapita di Indonesia sebelum diterapkannya  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 sudah relatif lebih tinggi dibandingkan beberapa negara di Asia Tenggara. Berdasarkan data Bank Dunia pada 2019, pengeluaran wisatawan asing per kapita di Indonesia yaitu USD 897,06. Sementara itu, negara-negara Asia Tenggara, seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia, masing-masing sebesar USD 358,71 per kapita, 375,01 per kapita, dan 524,65 per kapita.

Dampak dari tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh wisatawan, utamanya wisatawan asing, menyebabkan jumlah kunjungan wisatawan asing ke tanah air menjadi lebih sedikit. Mengacu pada data bank dunia pada 2019, jumlah kunjungan wisatawan asing ke tanah air, yakni sebesar 16,11 juta orang. Capaian tersebut masih kalah dengan Thailand, Malaysia, Singapura, dan Vietnam yang masing-masing sebesar 39,92 juta orang, 26,10 juta orang, 19,12 juta orang, dan 18,01 juta orang.

Referensi:

https://www.instagram.com/p/C2HtaeVJcc2/?hl=en

Elena, M. (2024). Tarif Pajak Hiburan Naik Jadi 40%-75%, Ekonom: Industri Pariwisata Bisa Terpukul. Diakses melalui Bisnis.com: https://ekonomi.bisnis.com/read/20240115/259/1732516/tarif-pajak-hiburan-naik-jadi-40-75-ekonom-industri-pariwisata-bisa-terpukul

International Tourism, Expenditures (Current US$). (2020). Diakses melalui World Bank: https://data.worldbank.org/indicator/ST.INT.XPND.CD

International Tourism, Number of Arrivals. (2020). Diakses melalui World Bank: https://data.worldbank.org/indicator/ST.INT.ARVL

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun