Mohon tunggu...
Akbar Ramadhan
Akbar Ramadhan Mohon Tunggu... Penulis - Periset dan Content Writer Validnews.id

Akbar Ramadhan merupakan lulusan S1 Ekonomi Pembangunan, Universitas Airlangga. Saat ini, bekerja di Validnews.id sebagai Periset dan Content Writer.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Latar Belakang Aturan Baru Pajak Hiburan dan Dampaknya pada Pariwisata

16 Januari 2024   16:56 Diperbarui: 16 Januari 2024   17:27 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pajak. (Shutterstock/Enciktepstudio)

Keempat, pemanfaatan pembiayaan yang masih terbatas. Hal itu disebabkan oleh pemanfaatan Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang masih terbatas dan jumlah pinjaman daerah di Indonesia yang masih sangat rendah, yakni sebesar 0,049% produk domestik bruto (PDB) 2020.

Kelima, sinergi fiskal pusat-daerah yang belum optimal yang disebabkan oleh ketidaksamaan antara program pusat dan daerah.

Berdasarkan tantangan-tantangan tersebut, penetapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 bertujuan untuk menguatkan sistem perpajakan daerah, meminimalisir ketimpangan vertikal dan horizontal, meningkatkan kualitas belanja daerah, dan harmonisasi belanja pusat dan daerah.

Dampak Negatif terhadap Sektor Pariwisata

Penetapan tarif pajak hiburan yang tinggi, berpotensi merusak capaian kinerja sektor pariwisata yang baru mulai pulih pasca pandemi COVID-19. Mengutip pendapat Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada Bisnis (15/1/2024), pajak hiburan yang tinggi menyebabkan ongkos wisata menjadi lebih tinggi. Hal itu demikian, sebab pengusaha hiburan pasti akan membebankan tarif pajak yang tinggi ke harga jasa hiburan yang harus dibayar oleh wisatawan.

Hal tersebut menyebabkan daya saing pariwisata tanah air menurun dan berpotensi kehilangan banyak wisatawan potensial. “Turis pasti akan bergeser, wisatawan domestik pun daripada spending di dalam negeri dengan pajak tinggi, mending bayar tiket tetapi bisa mendapatkan harga dan kualitas yang lebih kompetitif di luar negeri, Thailand misalnya,” ujar Bhima.

Sebagai informasi, pengeluaran wisatawan asing per kapita di Indonesia sebelum diterapkannya  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 sudah relatif lebih tinggi dibandingkan beberapa negara di Asia Tenggara. Berdasarkan data Bank Dunia pada 2019, pengeluaran wisatawan asing per kapita di Indonesia yaitu USD 897,06. Sementara itu, negara-negara Asia Tenggara, seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia, masing-masing sebesar USD 358,71 per kapita, 375,01 per kapita, dan 524,65 per kapita.

Dampak dari tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh wisatawan, utamanya wisatawan asing, menyebabkan jumlah kunjungan wisatawan asing ke tanah air menjadi lebih sedikit. Mengacu pada data bank dunia pada 2019, jumlah kunjungan wisatawan asing ke tanah air, yakni sebesar 16,11 juta orang. Capaian tersebut masih kalah dengan Thailand, Malaysia, Singapura, dan Vietnam yang masing-masing sebesar 39,92 juta orang, 26,10 juta orang, 19,12 juta orang, dan 18,01 juta orang.

Referensi:

https://www.instagram.com/p/C2HtaeVJcc2/?hl=en

Elena, M. (2024). Tarif Pajak Hiburan Naik Jadi 40%-75%, Ekonom: Industri Pariwisata Bisa Terpukul. Diakses melalui Bisnis.com: https://ekonomi.bisnis.com/read/20240115/259/1732516/tarif-pajak-hiburan-naik-jadi-40-75-ekonom-industri-pariwisata-bisa-terpukul

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun