Shalat bukan sekadar teori yang bisa dihafalkan dari buku tetapi sebuah kebiasaan yang harus ditanamkan dengan konsistensi. Jika di rumah anak-anak tidak melihat teladan dari orangtua atau tidak dibiasakan shalat berjamaah maka wajar jika mereka kesulitan dalam memahami dan menjalankan shalat dengan baik.
Seorang anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mengutamakan shalat akan lebih mudah menjalankan kewajiban ini dengan sepenuh hati. Sebaliknya, jika anak tidak pernah diajak shalat sejak kecil maka ia akan menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa dan tidak penting.
Orangtua seringkali berasumsi bahwa pendidikan agama sepenuhnya tanggung jawab guru di sekolah. Padahal dalam Islam, orangtua adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.Â
Guru hanya membantu menanamkan pemahaman dan memperbaiki teknis pelaksanaan shalat tetapi kebiasaan shalat harus dibentuk sejak dini dalam keluarga.
Sebagian orangtua mungkin berpikir bahwa anaknya masih kecil dan belum wajib shalat. Padahal, Nabi Muhammad SAW sudah memberikan arahan yang jelas bahwa anak harus diperintahkan untuk shalat sejak usia tujuh tahun dan mulai diberikan teguran jika lalai pada usia sepuluh tahun.Â
Jika di usia 12 tahun masih belum bisa shalat, lalu kapan lagi mereka akan mulai dengan sadar?
Ironisnya, ada anak-anak yang hafal lirik lagu populer di luar kepala tetapi kesulitan menghafal bacaan shalat. Ada yang betah berjam-jam menonton video di hp tetapi merasa lima menit untuk shalat adalah beban yang berat. Ini bukan sepenuhnya kesalahan anak tetapi cerminan dari pola asuh yang kurang menekankan pentingnya shalat dalam kehidupan ini.
Banyak orangtua berharap anaknya menjadi anak saleh dan sukses di dunia serta akhirat. Namun, tanpa membimbing mereka untuk disiplin dalam shalat tentu harapan itu hanya omong-kosong.Â
Sebab kesuksesan sejati dalam Islam tidak hanya diukur dari akademik atau kaya harta benda tetapi juga dari seberapa dekat hubungan seseorang dengan Allah SWT.
Jika ada anak kelas 6 yang belum bisa shalat maka ini bukan hanya kegagalan individu tetapi juga kegagalan kolektif. Sekolah, keluarga, dan masyarakat harus bekerja sama dalam membentuk generasi yang taat beribadah.Â
Guru tidak bisa bekerja sendirian sedangkan orangtua tidak bisa hanya menyerahkan tanggung jawab kepada guru atau sekolah.