Isra Mi'raj bukan sekadar peristiwa besar dalam sejarah Islam tetapi juga sebuah pesan mendalam yang Allah SWT sampaikan kepada umat khususnya tentang shalat. Betapa sering kita merayakan hari bersejarah ini dengan libur nasional namun tanpa menyelami hikmah di baliknya. Padahal, dari Isra Mi'raj kita belajar memahami kewajiban shalat yang menjadi tolok ukur keimanan. Serta momentum menanamkan taat beribadah bagi anak-anak sebagai bagian dari Gerakan Kebiasaan Anak Indonesia Hebat ala Kemdikdasmen.
Shalat adalah tiang agama sekaligus bukti nyata ketaatan kita kepada Allah SWT. Jika shalat ditegakkan maka kehidupan seorang muslim akan terarah. Sebaliknya, jika shalat diabaikan maka kekacauan akan muncul, baik dalam pribadi seseorang maupun dalam masyarakat.
Oleh karena itu, refleksi Isra Mi'raj semestinya menumbuhkan kesadaran kita untuk semakin memperbaiki kualitas shalat bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga bagi generasi penerus.
Namun, ada satu kenyataan yang bahwa guru Pendidikan Agama Islam (PAI) sering mendapati fakta yang cukup menyedihkan dimana masih banyak siswa kelas 6 SD yang belum bisa shalat dengan baik.
Bukan hanya soal hafalan bacaan yang masih keliru tapi juga kurangnya pemahaman makna shalat hingga kebiasaan lalai dalam menjalankannya.
Bayangkan, seorang anak yang sebentar lagi melangkah ke jenjang SMP tetapi masih terbata-bata dalam bacaan shalat atau belum memahami rukun shalat. Ini bukan hanya masalah pendidikan agama di sekolah tetapi juga cerminan dari lemahnya pembiasaan di lingkungan keluarga.
Padahal, shalat lima waktu adalah kewajiban yang sudah diperintahkan sejak usia dini bahkan sebelum anak masuk sekolah dasar.
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Apakah karena anak-anak terlalu sibuk dengan hp?
Ataukah karena kurangnya perhatian orangtua dalam membimbing mereka?
Atau justru karena lingkungan yang tidak mendukung pembiasaan shalat sejak kecil?
Semua pertanyaan ini perlu kita renungkan bersama.

Dalam kurikulum PAI, materi shalat sudah diajarkan sejak kelas 2 SD. Para guru berusaha sebaik mungkin untuk mengenalkan tata cara shalat, mulai dari wudhu, bacaan shalat, hingga gerakan yang benar.
Namun, jika hanya mengandalkan pembelajaran di sekolah selama beberapa jam dalam sepekan tentu tidak cukup untuk membentuk kebiasaan shalat dalam diri anak.
Shalat bukan sekadar teori yang bisa dihafalkan dari buku tetapi sebuah kebiasaan yang harus ditanamkan dengan konsistensi. Jika di rumah anak-anak tidak melihat teladan dari orangtua atau tidak dibiasakan shalat berjamaah maka wajar jika mereka kesulitan dalam memahami dan menjalankan shalat dengan baik.
Seorang anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mengutamakan shalat akan lebih mudah menjalankan kewajiban ini dengan sepenuh hati. Sebaliknya, jika anak tidak pernah diajak shalat sejak kecil maka ia akan menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa dan tidak penting.
Orangtua seringkali berasumsi bahwa pendidikan agama sepenuhnya tanggung jawab guru di sekolah. Padahal dalam Islam, orangtua adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.
Guru hanya membantu menanamkan pemahaman dan memperbaiki teknis pelaksanaan shalat tetapi kebiasaan shalat harus dibentuk sejak dini dalam keluarga.
Sebagian orangtua mungkin berpikir bahwa anaknya masih kecil dan belum wajib shalat. Padahal, Nabi Muhammad SAW sudah memberikan arahan yang jelas bahwa anak harus diperintahkan untuk shalat sejak usia tujuh tahun dan mulai diberikan teguran jika lalai pada usia sepuluh tahun.
Jika di usia 12 tahun masih belum bisa shalat, lalu kapan lagi mereka akan mulai dengan sadar?

Ironisnya, ada anak-anak yang hafal lirik lagu populer di luar kepala tetapi kesulitan menghafal bacaan shalat. Ada yang betah berjam-jam menonton video di hp tetapi merasa lima menit untuk shalat adalah beban yang berat. Ini bukan sepenuhnya kesalahan anak tetapi cerminan dari pola asuh yang kurang menekankan pentingnya shalat dalam kehidupan ini.
Banyak orangtua berharap anaknya menjadi anak saleh dan sukses di dunia serta akhirat. Namun, tanpa membimbing mereka untuk disiplin dalam shalat tentu harapan itu hanya omong-kosong.
Sebab kesuksesan sejati dalam Islam tidak hanya diukur dari akademik atau kaya harta benda tetapi juga dari seberapa dekat hubungan seseorang dengan Allah SWT.
Jika ada anak kelas 6 yang belum bisa shalat maka ini bukan hanya kegagalan individu tetapi juga kegagalan kolektif. Sekolah, keluarga, dan masyarakat harus bekerja sama dalam membentuk generasi yang taat beribadah.
Guru tidak bisa bekerja sendirian sedangkan orangtua tidak bisa hanya menyerahkan tanggung jawab kepada guru atau sekolah.
Mungkin ada yang merasa bingung harus mulai dari mana. Jawabannya sederhana yakni mulai dari diri sendiri.
Jika orangtua rutin shalat berjamaah maka anak-anak akan mengikuti. Jika anak melihat ayahnya bergegas ke masjid untuk shalat maka mereka akan memahami bahwa shalat adalah sesuatu yang sangat penting.
Selain itu, pendekatan yang tepat juga diperlukan. Jangan sampai anak menganggap sholat sebagai beban. Sebaliknya, buatlah suasana shalat menjadi menyenangkan dan bermakna.
Misalnya, setelah shalat berjamaah ajak mereka berdiskusi tentang makna bacaan shalat atau kisah-kisah inspiratif tentang pentingnya shalat.
Anak-anak adalah cerminan dari kebiasaan yang ditanamkan dalam keluarga. Jika shalat tidak menjadi prioritas di rumah maka anak pun akan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak penting. Sebaliknya, jika shalat selalu diutamakan maka mereka akan menjalaninya dengan penuh kesadaran.
Isra Mi'raj bukan sekadar peringatan yang berlalu begitu saja. Ini adalah momentum bagi kita untuk mengevaluasi seberapa jauh kita telah menjalankan amanah shalat, baik secara pribadi maupun dalam mendidik anak generasi kita.
Jika hari ini masih ada anak Kelas 6 yang belum bisa shalat maka ini adalah peringatan bagi kita semua untuk lebih serius dalam membimbing mereka.
Jangan menunggu mereka tumbuh dewasa baru mulai belajar shalat. Jangan berharap mereka akan otomatis bisa shalat tanpa ada usaha dari kita untuk mengajarkannya. Mulailah dari sekarang sebelum terlambat.
Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari peristiwa Isra Mi'raj dan menjadikan shalat sebagai fondasi utama dalam kehidupan kita serta generasi setelah kita.
Sebab, sejatinya, kesuksesan yang hakiki bukanlah pada harta, jabatan, atau gelar, tetapi pada seberapa taat kita dalam menjalankan perintah Allah SWT terutama dalam menjaga shalat lima waktu.
Semoga ini bermanfaat.
*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI