Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Isra Mi'raj dan Gerakan Anak Indonesia Hebat Taat Beribadah

29 Januari 2025   12:35 Diperbarui: 30 Januari 2025   18:28 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika hari ini masih banyak anak Kelas 6 yang masih belum bisa shalat. (Dok. AKBAR PITOPANG)

Isra Mi'raj bukan sekadar peristiwa besar dalam sejarah Islam tetapi juga sebuah pesan mendalam yang Allah SWT sampaikan kepada umat khususnya tentang shalat. Betapa sering kita merayakan hari bersejarah ini dengan libur nasional namun tanpa menyelami hikmah di baliknya. Padahal, dari Isra Mi'raj kita belajar memahami kewajiban shalat yang menjadi tolok ukur keimanan. Serta momentum menanamkan taat beribadah bagi anak-anak sebagai bagian dari Gerakan Kebiasaan Anak Indonesia Hebat ala Kemdikdasmen.

Shalat adalah tiang agama sekaligus bukti nyata ketaatan kita kepada Allah SWT. Jika shalat ditegakkan maka kehidupan seorang muslim akan terarah. Sebaliknya, jika shalat diabaikan maka kekacauan akan muncul, baik dalam pribadi seseorang maupun dalam masyarakat. 

Oleh karena itu, refleksi Isra Mi'raj semestinya menumbuhkan kesadaran kita untuk semakin memperbaiki kualitas shalat bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga bagi generasi penerus.

Namun, ada satu kenyataan yang bahwa guru Pendidikan Agama Islam (PAI) sering mendapati fakta yang cukup menyedihkan dimana masih banyak siswa kelas 6 SD yang belum bisa shalat dengan baik. 

Bukan hanya soal hafalan bacaan yang masih keliru tapi juga kurangnya pemahaman makna shalat hingga kebiasaan lalai dalam menjalankannya.

Bayangkan, seorang anak yang sebentar lagi melangkah ke jenjang SMP tetapi masih terbata-bata dalam bacaan shalat atau belum memahami rukun shalat. Ini bukan hanya masalah pendidikan agama di sekolah tetapi juga cerminan dari lemahnya pembiasaan di lingkungan keluarga. 

Padahal, shalat lima waktu adalah kewajiban yang sudah diperintahkan sejak usia dini bahkan sebelum anak masuk sekolah dasar.

Mengapa hal ini bisa terjadi?
Apakah karena anak-anak terlalu sibuk dengan hp?
Ataukah karena kurangnya perhatian orangtua dalam membimbing mereka?
Atau justru karena lingkungan yang tidak mendukung pembiasaan shalat sejak kecil?
Semua pertanyaan ini perlu kita renungkan bersama.

Meneladani peristiwa Isra Mi'raj sebagai refleksi ketaatan dalam menjalankan sholat. (Dok. AKBAR PITOPANG)
Meneladani peristiwa Isra Mi'raj sebagai refleksi ketaatan dalam menjalankan sholat. (Dok. AKBAR PITOPANG)

Dalam kurikulum PAI, materi shalat sudah diajarkan sejak kelas 2 SD. Para guru berusaha sebaik mungkin untuk mengenalkan tata cara shalat, mulai dari wudhu, bacaan shalat, hingga gerakan yang benar. 

Namun, jika hanya mengandalkan pembelajaran di sekolah selama beberapa jam dalam sepekan tentu tidak cukup untuk membentuk kebiasaan shalat dalam diri anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun