Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menakar Gizi di Tengah Tantangan Anggaran Makan Bergizi Gratis

7 Desember 2024   04:42 Diperbarui: 7 Desember 2024   07:24 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa negara telah berhasil menjalankan program makan gratis untuk anak-anak. Jepang, misalnya, terkenal dengan program makan siang sekolahnya yang bergizi dan bergulir sampai sekarang. 

Bila anggarannya kecil sebagaimana yang kita tahu sering menjadi celah untuk eksekusi yang tidak maksimal. Transparansi dalam pengelolaan dana dan pengawasan pelaksanaan program ini menjadi sangat penting.

Program ini diluncurkan dengan harapan besar. Namun, anggaran yang dikurangi menjadi pertanda bahwa komitmen terhadap gizi anak-anak mulai berkurang alias “setengah hati”.

Banyak orangtua mulai mempertanyakan keefektifan program ini. Mereka khawatir anak-anak mereka hanya mendapatkan makanan murah tanpa nilai gizi yang cukup.

Mimpi menyediakan makanan bergizi untuk setiap anak adalah hal mulia. Namun, mimpi ini membutuhkan anggaran yang realistis dan eksekusi yang serius.

Rp 10 ribu untuk program makan bergizi gratis, emangnya bisa? Tampak bagian karbohidrat jauh lebih dominan. (Sumber foto: Akbar Pitopang)
Rp 10 ribu untuk program makan bergizi gratis, emangnya bisa? Tampak bagian karbohidrat jauh lebih dominan. (Sumber foto: Akbar Pitopang)

Anak-anak yang kekurangan gizi di usia sekolah berisiko menghadapi masalah kesehatan dan perkembangan di masa depan. Program ini tidak hanya tentang hari ini tetapi juga tentang masa depan bangsa.

Komunitas lokal bisa membantu keberhasilan program ini. Dengan memberdayakan bahan makanan dari masyarakat mungkin biaya bisa ditekan tanpa mengorbankan kualitas. Atau mungkin mendorong keterlibatan sektor swasta untuk mendukung program ini. melalui subsidi atau donasi perusahaan yang ingin berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat.

Dengan perencanaan yang tepat, makanan bergizi bisa diwujudkan meski dengan menu sederhana. Namun, ini membutuhkan “keajaiban” dan keahlian tingkat tinggi.

Contoh sumber protein dan vitamin dalam bekal makanan siswa. (Sumber foto: Akbar Pitopang)
Contoh sumber protein dan vitamin dalam bekal makanan siswa. (Sumber foto: Akbar Pitopang)

Pemerintah, sekolah, komunitas, dan sektor lainnya harus bekerjasama untuk memastikan program ini berjalan dengan baik. Program ini bukan yang pertama. Banyak program sebelumnya yang gagal karena perencanaan dan pengawasan yang lemah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun