Dunia modern telah mengubah cara hidup manusia secara signifikan. Kehadiran teknologi smartphone memang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan saat ini. Namun, seperti dua sisi mata uang smartphone juga menghadirkan tantangan tersendiri khususnya bagi generasi muda.
Di sudut rumah terlihat pemandangan seorang anak asyik bermain smartphone tanpa jeda. Ibu atau ayahnya pasrah pada situasi sebab tak lagi mampu membujuk sang anak untuk berhenti. Fenomena ini menjadi potret kecil dari persoalan kecanduan smartphone pada anak.
Anak-anak kini lebih memilih smartphone dibandingkan aktivitas lainnya. Mereka mampu menghabiskan waktu berjam-jam terpaku pada layar kecil itu. Bahkan setelah pulang sekolah, alih-alih bermain atau berinteraksi di luar malah smartphone menjadi pelarian utama mereka.
Dampaknya bisa terlihat dari menurunnya motivasi belajar, terganggunya kesehatan mental, psikologis dan emosional, hingga dapat mencetak pola perilaku yang lost control. Lebih dari itu, konten-konten negatif yang tanpa sengaja dikonsumsi anak dapat mempengaruhi karakter dan pola pikir.
Nah, salah satu ancaman paling nyata dari kebiasaan ini adalah gangguan pada kesehatan mata anak.Â
Pernahkah Anda menyadari bahwa semakin banyak anak-anak yang sudah memakai kacamata di usia dini?
Fenomena ini sebenarnya menjadi alarm yang harus segera kita tekan tombol "stop".
Pengalaman saya sebagai seorang pendidik mulai sering mendapati siswa yang kesulitan melihat tulisan di papan tulis. Di fase A atau kelas rendah banyak siswa yang harus mendekat ke papan tulis untuk dapat membaca jelas apa yang ditulis guru.
Beberapa siswa bahkan meminta izin untuk duduk di lantai tepat di bawah papan tulis. Situasi ini membuat saya merenung.
Bagaimana mungkin generasi muda kita harus menghadapi hambatan belajar seperti ini sejak dini?
Dunia medis menyebutkan bahwa terlalu lama menatap layar smartphone dapat menyebabkan digital eye strain atau gejala mata lelah dan gangguan penglihatan yang dirasakan akibat melihat layar gadget dalam waktu lama.Â