Kantin sekolah juga bisa menjadi sarana edukasi. Dengan menjual makanan sehat dan bergizi maka siswa diajarkan sejak dini untuk memilih asupan yang baik bagi tubuh mereka.
Ketika orangtua melarang anak-anak mereka jajan di kantin karena ragu terhadap jaminan kesehatan maka dampaknya langsung dirasakan pedagang kantin. Penurunan omset tentu berimbas pada kesulitan membayar retribusi.
Masalah kantin sekolah harus diselesaikan dengan melibatkan berbagai pihak dalam pengawasan kantin. Misalnya, audit berkala oleh lembaga terkait.
Sekolah dan pemerintah harus berjalan beriringan. Pemerintah menetapkan aturan dan sekolah bertanggung jawab memastikan aturan tersebut dijalankan di lapangan dengan baik.
Alih-alih hanya menjadi objek retribusi maka pedagang kantin seharusnya dianggap sebagai mitra strategis dalam menciptakan lingkungan sekolah yang sehat.
Sejalan dengan aturan retribusi maka pemerintah dapat kembali memperkenalkan program sertifikasi kantin sehat. Tidak semua pedagang memiliki pengetahuan tentang standar makanan sehat. Oleh karena itu, pendampingan dan pengawasan menjadi langkah penting yang juga harus dilakukan.
Fungsi pengawasan ini juga memiliki dampak jangka panjang. Dengan meningkatkan kualitas makanan di kantin sekolah maka risiko penyakit kronis pada generasi mendatang bisa diminimalkan.
Stakeholder dan komunitas sekolah termasuk orangtua dan komite dapat dilibatkan dalam pengawasan kantin. Misalnya, dengan membentuk tim kesehatan sekolah yang rutin memeriksa kantin.
Tentu saja kesehatan siswa bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau sekolah semata tetapi juga tanggung jawab kolektif dari semua pihak.
Pemerintah juga harus transparan dalam penggunaan dana retribusi. Karena dengan demikian, masyarakat akan lebih mendukung kebijakan ini.