Penilaian berbasis keterampilan seperti ini akan mengurangi ketergantungan siswa pada hafalan dan lebih menekankan pada pemahaman konsep.
Di samping itu, kembalinya UN juga memerlukan persiapan yang matang agar tidak menimbulkan beban mental seperti dulu. Pendekatan yang lebih humanis dan responsif terhadap kondisi psikologis siswa sangat perlu diterapkan.
Juga tidak kalah penting, UN seharusnya tidak lagi dipandang sebagai ujian yang menakutkan, tetapi sebagai alat bantu bagi siswa untuk mengukur sejauh mana hasil perkembangan akademik mereka. Buruk pun hasilnya maka itu bukanlah kiamat atau akhir dari segalanya.
Pendidikan bukan hanya soal ujian. Sistem penilaian hasil belajar siswa idealnya mengintegrasikan aspek akademis, keterampilan, dan pembentukan karakter untuk membentuk generasi yang unggul.
Tantangan besar ada pada perancang kebijakan, guru, sekolah maupun masyarakat dalam mendefinisikan kembali UN yang relevan bagi pendidikan Indonesia saat ini dan nanti.
Kita semua berharap, ada atau tidak ada UN, kualitas pendidikan Indonesia dapat terus meningkat dan membentuk siswa yang kompeten, berdaya juang, tangguh, dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Semoga ini bermanfaat..
*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H