Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Doom Spending dan Godaan Utang Masa Kini di Kalangan Guru

8 Oktober 2024   09:19 Diperbarui: 8 Oktober 2024   18:50 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru dan godaan doom spending masa kini. Gambar hanya sebagai ilustrasi. (Foto: Akbar Pitopang)

Di tengah tuntutan pendidikan yang semakin tinggi, ironisnya banyak guru di Indonesia menghadapi tantangan finansial yang serius. Fenomena guru yang terjerat pinjaman online (pinjol) bukan sekadar isu, melainkan sebuah realita dan cerminan dari kesenjangan yang telah lama mengakar. Guru, sebagai sosok penting dalam proses pendidikan, justru kerap berada dalam posisi terjepit karena kebutuhan hidup yang tak terelakkan. Dalam situasi ini, berutang menjadi solusi instan tapi berisiko tinggi bagi para guru yang mencari "jalan tikus" dari masalah finansial.

Gaji guru, terutama yang berstatus honorer, masih jauh dari kata cukup. Banyak dari mereka harus berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari, membayar biaya pendidikan anak, hingga pembiayaan kesehatan keluarga. 

Dengan penghasilan yang terbatas, seringkali mereka merasa tidak memiliki pilihan lain selain memanfaatkan kemudahan pemberian hutang yang ditawarkan, diantaranya pinjol yang dapat diakses dengan gampang dari handphone. 

Fenomena guru berutang sesungguhnya sudah berlangsung lama. Dulu, guru kerap berutang kepada bank atau koperasi sebagai solusi finansial. Namun, dengan pesatnya perkembangan teknologi, opsi pinjaman menjadi semakin bervariasi termasuk lewat pinjol.

Dalam situasi seperti ini, guru yang sudah tertekan oleh tuntutan pekerjaan, justru menambah beban dengan tekanan finansial yang tak kunjung usai.

Ironisnya, budaya berutang di kalangan guru seakan menjadi pola yang terus berulang dari waktu ke waktu. Ada kalanya karena kebutuhan, tapi ada kalanya karena faktor "doom spending" yang diartikan perilaku belanja yang cenderung impulsif.

Di balik semua ini, masalah kesejahteraan guru masih menjadi isu yang belum sepenuhnya terpecahkan. Gaji yang tidak sebanding dengan beban pekerjaan, serta kurangnya dukungan finansial dari pemerintah, membuat banyak guru terpaksa mencari solusi cepat untuk mengatasi kebutuhan hidup. 

Jika kesejahteraan mereka ditingkatkan, bukan tidak mungkin fenomena seperti terjerat pinjol ini bisa diminimalisir. Dengan gaji yang layak, guru bisa lebih fokus pada tugas mendidik tanpa dibayangi masalah finansial yang menghantui.

Penting untuk dicatat, guru bukan hanya pilar penting dalam mencetak generasi penerus bangsa, tetapi juga pencari nafkah bagi keluarganya. 

Ketika mereka terjebak dalam krisis finansial, dampak stres akibat beban utang dapat mempengaruhi kinerja mereka di ruang kelas, mengurangi kualitas pendidikan yang seharusnya mereka hadirkan.

Godaan kredit dan dilema kebutuhan. Guru berhutang karena banyak yang nawarin. Contohnya ini penjual karpet. (Foto: Akbar Pitopang)
Godaan kredit dan dilema kebutuhan. Guru berhutang karena banyak yang nawarin. Contohnya ini penjual karpet. (Foto: Akbar Pitopang)

Mengapa Guru Terjebak dalam Jeratan Utang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun