Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | akbarpitopang.kompasianer@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kekerasan dan Kegagalan Ekosistem Pendidikan

3 Oktober 2024   15:03 Diperbarui: 3 Oktober 2024   21:01 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang anak kecil menikmati lukisan pada Pameran Speak Up 2: On Bullying & Intolerance di Jakarta, (20/7/2024). | KOMPAS/IGNATIUS NAWA TUNGGAL

Selain itu, pendidikan karakter yang efektif harus diterapkan sejak dari rumah. Orangtua perlu menjadi contoh yang baik dalam mengelola emosi, memberikan rasa aman, dan mendidik anak dengan penuh kasih sayang. 

Keluarga yang mampu menciptakan lingkungan yang positif dan harmonis akan membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang lebih stabil secara emosional, sehingga kekerasan di sekolah dapat dihindari.

Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari peran keluarga. Keluarga adalah fondasi utama dalam membentuk sikap dan perilaku anak. 

Untuk mengatasi kekerasan di sekolah, dibutuhkan pendekatan yang menyeluruh, di mana pendidikan di rumah dan sekolah berjalan selaras. 

Keluarga yang kuat mendukung pendidikan emosional akan menjadi benteng awal yang ampuh dalam mencegah kekerasan di dunia pendidikan.

Ilustrasi. Dampak masyarakat penuh problematika disertai pengaruh konten di era digital meningkatkan kekerasan pada anak. | foto Akbar Pitopang
Ilustrasi. Dampak masyarakat penuh problematika disertai pengaruh konten di era digital meningkatkan kekerasan pada anak. | foto Akbar Pitopang

Kekerasan pada Ranah Pendidikan Nonformal di Era Digital

Tantangan hidup yang semakin kompleks turut memberikan kontribusi dalam meningkatnya kekerasan di tengah masyarakat. Tekanan ekonomi, sosial, dan budaya menciptakan lingkungan yang rawan akan tindakan kekerasan. 

Sayangnya, media massa yang seharusnya menjadi alat edukasi justru seringkali memperburuk keadaan. Karena tanpa kontrol yang jelas, berita-berita kekerasan dikemas menjadi tontonan yang terus-menerus disajikan, hingga pada akhirnya dianggap sebagai hal yang biasa. 

Anak-anak yang masih dalam tahap perkembangan kognitif dan emosional pun bisa terpengaruh, membentuk pola pikir bahwa kekerasan adalah hal lumrah.

Lebih dari itu, peredaran konten digital yang terlalu bebas menjadi ancaman serius bagi generasi muda. 

Saat ini, anak-anak dengan mudahnya mengakses internet tanpa pengawasan. Dan seringkali mendapatkan akses gawai dari orangtua dengan alasan "untuk hiburan" tanpa memperhatikan apa yang anak tonton. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun