Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | akbarpitopang.kompasianer@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kekerasan dan Kegagalan Ekosistem Pendidikan

3 Oktober 2024   15:03 Diperbarui: 3 Oktober 2024   21:01 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jika pendidikan informal gagal akan berpengaruh terhadap karakter anak di sekolah. (Foto: Akbar Pitopang)

Proses pendidikan di sekolah seharusnya selalu dievaluasi dan direfleksikan, baik dalam kegiatan di dalam kelas maupun ekstrakurikuler. Penting untuk menyadari bahwa sekecil apapun bentuk kekerasan yang terjadi harus segera ditindaklanjuti, agar tidak berkembang menjadi budaya yang terkesan sulit dihapus. 

Padahal kekerasan dalam pendidikan, sekecil apapun itu, merupakan tanda adanya permasalahan yang perlu diperbaiki dari sistem pengajaran maupun mentalitas para pendidik.

Mindset sebagian pendidik masih menganggap kekerasan sebagai bentuk disiplin atau cara efektif dalam mengajarkan tanggung jawab. 

Guru menetapkan ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap siswa, yang akhirnya justru memicu tekanan berlebihan. Hasilnya, siswa kerap dihukum secara tidak logis untuk kesalahan kecil. 

Pendidik perlu memahami bahwa pendidikan tidak bisa dipaksakan dengan kekerasan, tetapi harus dihadirkan dengan cara yang menyenangkan dan membangun motivasi siswa untuk belajar sepanjang hayat.

Di sisi lain, kegiatan ekstrakurikuler yang dianggap dapat menyalurkan energi siswa ternyata tidak selalu berhasil dalam menjauhkan mereka dari aksi kekerasan. Meski banyak kegiatan seperti seni, olahraga, atau beladiri bisa membantu meningkatkan disiplin dan keterampilan.

Tapi realitanya, ada siswa yang justru menggunakan keterampilan tersebut (baca: beladiri) untuk melakukan kekerasan. Ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter di dalam ekstrakurikuler juga memerlukan perhatian yang lebih serius, tidak hanya fokus pada pengembangan keterampilan teknis semata.

Perlu ada pendekatan holistik dalam menangani kekerasan di sekolah, baik dalam kelas maupun kegiatan ekstrakurikuler. 

Para pendidik harus membangun lingkungan belajar yang mendukung, dimana kesalahan dipandang sebagai bagian dari proses belajar, bukan sebagai alasan untuk menghukum yang melibatkan kekerasan. 

Pun ekstrakurikuler seharusnya menjadi tempat siswa belajar mengelola emosi, berkolaborasi, dan saling menghargai, bukan ajang pemicu kekerasan.

Lebih lanjut, solusi untuk menghentikan kekerasan di sekolah bukan hanya terletak pada kebijakan formal atau tindakan hukuman, melainkan pada perubahan pola pikir para pendidik dan lingkungan sekolah secara keseluruhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun